MEMORABILIA BUKU (5): Menjadi Mitra Penerbit Kiblat, dari Diskusi sampai Ketemu Jodoh
Untuk menyasar pembaca dari kalangan muda, buku-buku Sunda Penerbit Kiblat disebar ke toko-toko buku komunitas dan beberapa distro di Bandung.
Deni Rachman
Pemilik Lawang Buku, pegiat perbukuan, dan penulis buku Pohon Buku di Bandung.
15 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Perkenalan dengan Penerbit Kiblat Buku Utama – selanjutnya akan saya sebut Penerbit Kiblat – bermula dari satu informasi kecil di rubrik Khazanah harian Pikiran Rakyat sekitar awal tahun 2002. Pertemanan saya dengan Yanto, pedagang koran di Gasibu memungkinkan saya melihat-lihat pelbagai info temu sastra di beberapa koran. Info acara diskusi Panglawungan Girimukti yang bertempat di Penerbit Kiblat tertera di rubrik sastra dan budaya yang selalu dinanti-nantikan itu.
Pertemuan kecil itu berlangsung di garasi penerbit yang beralamat di Jalan Karawitan Nomor 46 itu. Para peserta duduk bersila di atas hamparan tikar, membahas tema-tema kesundaan dan mengupas buku terbitan Kiblat Buku Utama. Diskusi bulanan itu dikelola oleh Kang Hawe Setiawan dan kawan-kawannya sejak Februari 2002.
Dalam diskusi itu, setiap peserta mendapatkan secara gratis nawala (newsletter) berbahasa Sunda Lalayang Girimukti yang terbit dua bulan sekali. Nawala inilah embrio majalah Sunda Cupumanik yang terbit di kemudian hari.
Hampir tiap bulan mengikuti diskusi tersebut, saya merasakan suasana guyub bak keluarga sendiri. Saya mengenal satu persatu para penulis, budayawan, wartawan, dan tentunya orang-orang Kiblat. Penerbit Kiblat menjadi tempat pertemuan ini dari awal hingga kemudian hari berubah namanya menjadi Sawala Pusat Studi Sunda.
Mencintai Buku dan Penulisan
Jika diperhatikan, rupanya penerbit ini dijalankan oleh orang-orang yang mencintai dunia buku dan kepenulisan. Berbeda dengan Grasindo yang cenderung menitikberatkan pemasaran (marketing) dan kerja kantoran seperti pada umumnya, di Kiblat para karyawannya aktif menulis buku. Kang Rahmat Taufik Hidayat selaku direktur menulis buku Belajar Mudah Menggunakan Kamus, Tatarucingan Urang Sunda, Khazanah Istilah Al-Quran, Almanak Alam Islami, dan lain-lain. Kang Ready Susanto selaku editor dan pemasaran menulis buku Emotikon Kamus Gaul Internet, Osama bin Laden, dan beberapa buku sajak (Surat-surat dari Kota, Sepucuk Pesan Ungu). Mas Purwanto selaku editor makin kemari makin produktif menulis buku-buku pengetahuan umum. Salah satu buku yang saya pegang sebagai acuan teknik menulis, On Writing Well karya William Zinsser, diterjemahkan dengan apik oleh Mas Purwanto. Sedangkan Teh Ati Surtika yang menangani bagian keuangan adalah seorang bibliofil. Dia rajin berburu buku di pameran-pameran buku di sela-sela tugas menjaga stan Penerbit Kiblat.
Pengelola Panglawungan pun disokong oleh para penulis produktif seperti Kang Hawe Setiawan, Kang Dadan Sutisna, dan Kang Dhipa Galuh Purba. Anggi Sukmawangi, yang kerap saya temui kala memasarkan buku Kiblat, juga aktif menulis di nawala. Kultur menulis ini menginspirasi saya untuk turut mulai menulis di samping berdagang buku. Sesekali saya meminta masukan koreksi seputar tulisan saya kepada Kang Hawe. Beliau dengan dengan ramah dan sabar menanggapinya.
Ketika mendapatkan nawala Lalayang Girimukti, saya melihat ada rubrik Jaleuleu yang memuat buku-buku terbaru terbitan Kiblat Buku Utama, penerbit di Bandung yang sejak tahun 2001 konsisten menerbitkan buku-buku berbahasa Sunda. Selama pengalaman perburuan buku, di kota Bandung ada beberapa penerbit yang menerbitkan buku berbahasa Sunda seperti Geger Sunten, Pustaka, Rahmat Cijulang, dan Tarate. Di tahun 2000-an hanya dua penerbit pertama tadi yang masih aktif, ditambah Kiblat.
Selain rubrik tadi, ada pula rubrik Gapura, Iber, Padungdengan, Tagog, dan Nu Maca. Nawala ini memuat tulisan berkaitan dengan resensi buku, profil pengarang, maupun perkembangan penerbitan buku-buku Sunda. Di edisi bulan Desember 2002, misalnya, Hawe Setiawan mengupas data jumlah buku Bahasa Sunda yang terbit selama tahun 2002. Seturut di bulan yang sama, hadir pula situs internet lalayang-girimukti.tripod.com yang bisa menampung seluruh tulisan yang tidak tertampung di edisi cetak. Situs tersebut hingga kini masih bisa diakses oleh publik.
Hubungan antara pertemuan diskusi, nawala Lalayang Girimukti, dan penerbit Kiblat ini sangatlah erat. Ketiga produk ini merupakan bagian dari tindak lanjut Kongres Internasional Budaya Sunda (KIBS) I di Gedung Merdeka tahun 2001. Salah satu rekomendasi KIBS adalah: “Dalam upaya melestarikan dan mengembangkan budaya Sunda, tugas agen-agen sosialisasi seperti inohong dan ulama, keluarga, lembaga pendidikan, dan media massa harus senantiasa dioptimalkan”. Kehadiran nawala yang diterbitkan oleh Panglawungan Girimukti dan Klub Buku Girimukti ini menjadi semacam embrio bagi terbitnya majalah Cupumanik.
Baca Juga: MEMORABILIA BUKU (4): Bekerja Sama dengan Grasindo Bermodal Status ‘Mahasiswa’
MEMORABILIA BUKU (3): Setahun Melapak Buku di Pasar Kaget Gasibu
MEMORABILIA BUKU (2): Menyaksikan Akhir Perjalanan Penerbit Pustaka
Kalangan 40 Tahun ke Atas
Mungkin karena hubungan layaknya keluarga kecil itu, saya mendapat kemudahan akses menjual buku-buku Sunda terbitan Kiblat. Kang Ready menyambut gembira maksud dan tujuan saya untuk mendistribusikan buku Kiblat ke kampus-kampus dan pameran. Hanya satu syarat saja: fotokopi KTP. Syarat yang lebih mudah dari Grasindo. Dengan kepercayaan penuh, Kiblat memperkenalkan sekitar 20-an judul buku yang terbit antara tahun 2001-2002. Judulnya belum sebanyak seperti sekarang. Buku-buku berbahasa Sunda ini menjadi bekal utama dan amunisi saat saya melapak buku.
Penjualan buku-buku Kiblat sangatlah bagus. Selain harganya relatif murah, saat itu buku tema kesundaan masih terbilang jarang. Ada semacam kerinduan dari pembaca, terutama kalangan usia di atas 40 tahun, untuk mengenang bacaan Sunda semasa kecilnya. Sedangkan untuk target pembaca muda, saya mencoba mendistribusikan ke toko-toko buku komunitas dan beberapa distro (distribution outlet, gerai merchandise kaos, musik dan asesorisnya).
Penjualan di pameran, baik di kampus maupun di gedung eksibisi, cukup bagus. Dengan sistem konsinyasi dan setoran laporan penjualan bulanan kepada Teh Ati, dari bagian keuangan penerbit, kepercayaan terus dijaga. Stok buku di kos pun terus bertambah. Kenangan bersama Penerbit Kiblat yang tak bisa dilupakan adalah ketika saya diminta menjadi penjaga stan Penerbit Kiblat dan di lain hari diajak anjangsana ke rumah Kang Ajip Rosidi di Pabelan Magelang (pendiri sekaligus pemilik Penerbit Kiblat dan Pustaka Jaya). Kiranya kedua kenangan ini akan saya kupas dalam tulisan tersendiri nanti.
Majalah Cupumanik
Dalam kurun tahun 2003–2006, bersama dengan Penerbit Grasindo, saya menjadi distributor Penerbit Kiblat. Selain buku Sunda, majalah Cupumanik pun turut saya distribusikan.
Cupumanik menghidangkan materi tulisan yang tidak terbatas pada masalah perbukuan, namun juga berkaitan dengan sastra, bahasa, budaya, juga bidang lainnya seperti agama, ekonomi, dan politik. Penerbit Kiblat-lah yang menerbitkan Cupumanik di tahun pertamanya, dari nomor 1 hingga nomor 12. Selanjutnya, Cupumanik diterbitkan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage di tahun kedua hingga keenam. Di tahun ketujuhnya, Cupumanik dikelola oleh Yayasan Bujangga Manik.
Karena Kiblat sudah memiliki titik distribusi tersendiri, terutama untuk pasar-pasar yang lama dan besar seperti Gramedia, Palasari, dan toko-toko buku besar, saya mendistrisbusikan buku di luar area tersebut, yang mencakup wilayah Kota Bandung, Cimahi, dan Jatinangor. Pameran-pameran buku di ajang temu sastra atau seni kebudayaan biasanya menjadi andalan untuk meraup omzet besar. Ketika ada pertunjukan sandiwara di Gedung Kesenian Rumentang Siang, CCF (sekarang IFI), Taman Budaya Jawa Barat, atau GGM Bandung, buku-buku terbitan Kiblat menjadi produk unggulan.
Namun, ada satu pengalaman yang membuat saya masygul, yakni ketika keliru membuat pamflet majalah Cupumanik. Di pamflet yang seukuran A4 itu tertuang informasi jikalau Cupumanik adalah majalah Sunda satu-satunya yang masih eksis sampai sekarang (tahun 2005). Dengan maksud hiperbola menarik daya pikat, justru malah menuai kritik. Saat itu Mangle sebagai majalah Sunda tertua di Bandung masih eksis. Ada juga media Sunda lain yang masih hidup seperti Galura.
Sejak saat itu, penyebaran Cupumanik cukup diinfokan dengan distribusi atau dibawa saat pameran saja. Penjualan Cupumanik tidaklah sebagus buku-buku Sundanya. Saya pernah diajak turut urun rembuk bagaimana memajukan omzet penjualan Cupumanik, namun di lapangan majalah itu tetap sulit terjual.
Sampai tahun 2009-an, kerja sama dengan penerbit Kiblat masih terjalin. Di masa usaha distributor mulai di titik nadir, saya sempat menghentikan penjualan buku, termasuk buku berbahasa Sunda. Sampai tahun itu, penerbit Kiblat sempat beberapa kali pindah tempat. Pertama berkantor di Jalan Libra, lalu ke Jalan Karawitan Nomor 46, kemudian berpindah ke Taman Kliningan II Nomor 5, dan terakhir ke Jalan Gumuruh Nomor 38 (hingga saat ini).
Ada satu kenangan lagi yang indah. Tak disangka, selama memasarkan buku distribusi Kiblat ini saya dipertemukan dengan sang jodoh. Buku teknik membaca Al-Quran Metode BBQ 99, yang didistribusikan oleh Penerbit Kiblat dan yang sering saya pasarkan di pameran-pameran buku rupanya adalah buah pena mertua saya, yang kelak di tahun 2010 putrinya saya nikahi. Sebuah jodoh pertautan buku, yang semoga langgeng adanya seperti harapan akan langgengnya penerbit ini.
Berikut ini beberapa buku-buku terbitan awal Penerbit Kiblat (2001-2002):
- Galuring Gending (Tatang Sumarsono)
- Dina Kalangkang Panjara (Ahmad Bakri)
- Lembur Singkur (Abdullah Mustappa)
- Manehna (Syarif Amin)
- Buntut Oa (Ki Cakakak)
- Ucang-Ucang Anggé (Ajip Rosidi)
- Hurip Waras (Ajip Rosidi)
- Fiqih Ibadah (Syarief Sukandi)
- Kamus Populer Bergambar Sunda-Indonesia (Tatang Sumarsono)
- Anak Jadah (Cecep Burdansyah)
- Beber Layar (Ajip Rosidi)
- Dukun Lepus (Ahmad Bakri)
- Laleur Bodas (Samsu)
- Ti Pulpen Tepi ka Pajaratan Cinta (Antologi Carpon Mini)
- Jodo Pakokolot (R. Memed Sastrahadiprawira)
- Si Kabayan Jadi Dukun (Moh. Ambri)
- Babalik Pikir (Samsoedi)
- Budak Teuneung (Samsoedi)
- Jatining Sobat (Samsoedi)
- Utara-Utari (Ki Umbara)
- Kabandang ku Kuda Lumping (Ahmad Bakri)
- Kamus Girimukti Tiga Bahasa (Redaksi Girimukti)
- Menak Amir (Ki Umbara)
- Seri Carita Sarebu Samelem (Moh. Ambri)
- Kembang-Kembang Petingan (Holisoh ME)
Salambuku!