• Cerita
  • DATA BICARA: Jadi Penyebab Kematian Bayi Terbanyak di Kota Bandung, Kasus Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Butuh Intervensi

DATA BICARA: Jadi Penyebab Kematian Bayi Terbanyak di Kota Bandung, Kasus Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Butuh Intervensi

Kasus bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi penyebab kematian bayi terbanyak di Kota Bandung. Dibutuhkan intervensi segera.

Penulis Sarah Ashilah16 Agustus 2021


BandungBergerak.id - Ketika terlahir ke dunia, bayi manusia masih dalam kondisi yang rentan dan perlu beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim ibunya. Namun, tidak sedikit bayi kurang beruntung yang terlahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di bawah 2,5 kilogram. Kondisi ini meningkatkan risiko kerentanan pada bayi.

Merujuk pada Profil Kesehatan Kota Bandung 2019 yang dipublikasikan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung, sepanjang tahun 2019 tercatat ada 114 kasus kematian bayi. Penyebab kematian terbesar di tahun itu adalah BBLR, dengan jumlah 43 kasus.

Menyimak data, kita mengetahui bahwa jumlah bayi BBLR di Kota Bandung dalam kurun 2015-2019 tergolong tinggi, yakni tidak pernah kurang dari 800 orang per tahunnya. Belum lagi ledakan kasus yang terjadi di tahun 2017, mencapai lebih dari 3 ribu orang, semakin menambah jumlah anak dengan risiko kesehatan yang rentan di masa mendatang.

Meski jumlah bayi BBLR di Kota Bandung kembali berkurang setelah tahun 2017, namun tren perkembangan kasus kematian bayi akibat BBLR terus menunjukkan penambahan secara signifikan. Dari 11 kasus pada tahun 2015 menjadi 43 kasus pada tahun 2019.

Baca Juga: Data Jumlah Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Kota Bandung 2014-2019, Terjadi Lonjakan di Tahun 2017
Data Angka Kematian Bayi di Kota Bandung 2010-2019

Menurut Kusnandi Rusmil, guru besar Kesehatan Anak dari Universitas Padjajaran, bayi dengan berat badan lahir rendah pada dasarnya memang sudah tidak ‘sempurna’ sejak dalam kandungan. Bayi-bayi tersebut menjadi lebih rentan terhadap penyakit, kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap hangat, dan berisiko tinggi mengalami kondisi gizi buruk maupun stunting jika asupan gizi bayi tidak diperbaiki. Itulah sebabnya bayi-bayi BBLR yang tidak mendapatkan perawatan intensif dengan berbagai peralatan yang canggih, lebih berisiko meninggal dunia di umur-umur yang masih dini.

“Sekarang teknologi sudah semakin maju. Untuk menolong bayi-bayi yang sudah terdeteksi tidak sempurna dan berberat badan rendah, mereka harus dilahirkan lebih cepat atau secara prematur. Dengan begitu bayi bisa tertolong karena dirawat langsung dari luar kandungan,” ujarnya.

Menurut Kusnandi, untuk memperbaiki kondisi bayi-bayi tersebut, harus dilakukan intervensi sesegera mungkin. Di antaranya dengan memberikan asupan makanan yang bagus dan melakukan imunisasi untuk mencegah penyakit berbahaya yang akan lebih mudah menyerang anak-anak dengan status gizi yang buruk.

Selain itu, yang harus menjadi perhatian bersama adalah kondisi ibu sewaktu hamil karena ini sangat mempengaruhi tumbuh kembang janin. Kondisi sakit-sakitan, memiliki penyakit bawaan, dan kekurangan nutrisi bakal menghambat perkembangan bayi dan membuatnya rentan menderita berat badan lahir rendah.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//