• Berita
  • Sekolah Tatap Muka di Bandung masih Penuh Risiko

Sekolah Tatap Muka di Bandung masih Penuh Risiko

Kota Bandung masih berstatus zona oranye atau risiko sedang. Sementara PTM baru bisa digelar di zona hijau atau aman.

Penyelenggaraan vaksinasi Covid-19 di SMPN 7, Bandung, Sabtu (21/8/2021). Lebih dari 1.000 murid SMPN7 dan 44 mendapat suntikan dosis pertama sebagai upaya percepatan vaksinasi pelajar. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki23 Agustus 2021


BandungBergerak.idRencana sekolah tatap muka di Kota Bandung kembali mengemuka seiring turunnya jumlah kasus harian Covid-19. Tetapi banyak faktor yang membuat penyelenggaraan pendidikan tatap muka (PTM) di Bandung masih penuh risiko, mulai mulai dari jangkauan vaksinasi Covid-19 dan tingkat penularan kasus itu sendiri.

Kota Bandung masih zona oranye atau risiko sedang yang artinya penularan masih terjadi di lapangan. Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Dwi Soebawanto bahkan menilai perkembangan pandemi Covid-19 masih mengkhawatirkan.

“Jika PTM dilaksanakan saat ini, Fortusis  merasa keberatan, karena anak usia sekolah dan tenaga pendidik masih banyak yang belum mendapatkan vaksin. Oleh karena itu PJJ masih harus tetap berjalan,” kata Dwi Soebawanto, kepada BandungBergerak.id, Senin (23/8/2021).

Ia meminta pemerintah daerah harus melihat peta zonasi Covid-19 di masing-masing wilayah kabupaten/kota. Zona yang boleh melaksanakan PTM hanya zona aman atau hijau.

“Fortusis menyaran dilakukan uji coba atau PTM bagi wilayah yang sudah dipastikan pada zona aman/hijau sebagaimana SE Sesjen Kemendikbud No 15 tahun 2020 tentang pembelajaran pada masa Pandemi atau melakukan seminggu PTM seminggu PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh),” paparnya.

Data yang dihimpuin Fortusis, tingkat kematian (mortality rate) di Indonesia per hari masih di atas 1.000 orang. Sedangangkan tingkat penularan (positivity rate) sampai 21 Agustus masih 14.4 persen. Sementara berdasarkan rekomendasi WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), PTM baru boleh di laksanakan apabila positivity tate di bawah 5 persen.

Vaksinasi Covid-19 juga menjadi pertimbangan PTM di mana Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan dalam satu sekolah siswa sudah divaksin minimal 70 persen dan guru/TU 100 persen.

“Rata-rata sekolah siswanya belum mencapai 70 persen yang divaksin dan masih ada guru dan TU yang enggan di vaksin atau karena punya komorbid,” kata Dwi Soebawanto.

Baca Juga: Suatu Sore Bersama Jihan dan Ziddan
Pameran Lukisan Tisna Sanjaya di antara Timbunan Limbah Plastik

Terkendala Zona dan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melihat sektor pendidikan dapat menyelenggarakan sekolah tatap muka ketika Kota Bandung mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity. Saat ini, capaian vaksinasi untuk pelajar atau remaja berusia 12-17 tahun Kota Bandung masih rendah.

Merujuk Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri pada 8 April 2021 lalu, salah satu faktor mutlak PTM dapat berjalan adalah dengan melakukan vaksinasi untuk anak dan remaja. Artinya, PTM baru bisa diselenggarakan ketika seluruh peserta didik telah menerima dosis vaksin maksimal.

Kepala (Disdik) Kota Bandung Hikmat Ganjar mengakui rendahnya capaian vaknasi untuk pelajar merupakan kendala besar yang menyebabkan PTM sulit berjalan seperti semula. Ia pun mengimbau setiap sekolah di Kota Bandung agar ikut serta berinovasi menyelenggarakan vaksinasi.

“Dari kacamata epidemiolog, (Kota Bandung) masih di zona yang belum hijau. Tentu saja ini yang jadi kendala. SKB 4 Menteri itu mengisyaratkan kepada kita yang utama adalah kesehatan dan keselamatan peserta didik dan tenaga pendidiknya,” tuturnya dalam siaran pers, Sabtu (21/8/2021).

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat, Dan Satriana meminta Pemkot Bandung maupun Jawa Barat mempelajari lebih jauh bagaimana potensi penyebaran Covid-19 di kalangan pelajar. Strateginya, dengan memperbaiki daftar periksa sekolah, peningkatan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 sekolah, koordinasi lintas instansi, dan partisipasi warga dan keluarga dalam menerapkan protokol kesehatan di sekolah.

Dan Satriana juga mengimbau agar pemerintah dan sekolah bisa bekerjasama untuk terus memperbaiki proses pembelajaran jarak jauh (PJJ). Selama ini, penerapan PJJ terus menerus dikeluhkan dan dinilai sebagai alasan mengapa sebagian orang tua mendesak PTM diselenggarakan.

“Meskipun nanti pembelajaran tatap muka jadi diselenggarakan, perbaikan Pembelajaran Jarak Jauh harus terus dilakukan. Orang tua peserta didik yang memilih pembelajaran jarak jauh bagi anaknya harus mendapat hak pelayanan yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi,” tegasnya ketika dihubung Bandungbergerak.id.

Pemerintah juga tidak bisa hanya terpaku pada kelengkapan vaksinasi sebagai syarat PTM. Meskipun peserta didik telah divaksin, bukan berarti PTM bisa diselenggarakan begitu saja karena potensi penularan Covid-19 masih mungkin terjadi. Untuk itu, Ombudsman Jawa Barat mendorong Pemkot Bandung agar memerhatikan persiapan sarana, penerapan protokol kesehatan di sekolah, dan dukungan lingkungan yang baik.

Dari sisi jangkauan vaksinasi covid-19 anak, Pemkot Bandung menargetkan 238.139 anak divaksin. Data Bandung.go.id pada Jumat (21/8/2021) menunjukkan capaian vaksinasi untuk kategori usia 12-17 tahun baru mencapai 26.297 anak (11,04 persen) yang telah menerima dosis pertama atau bertambah 24.954 dalam satu bulan terakhir. Sementara sejak pertama dilaksanakan, baru tercatat sebanyak 7.274 anak (3,05 persen) yang telah menerima dosis kedua.

Dan Satriana menilai Pemkot Bandung perlu segera menyiapkan strategi baru dalam melaksanakan vaksinasi anak dan remaja, khususnya pelajar. Tujuannya yakni untuk menyusul ketertinggalan capaian vaksinasi anak yang capaiannya cenderung jauh dari kategori vaksinasi lainnya.

“Saya kira Pemerintah Daerah dapat mempertimbangkan strategi penjangkauan vaksinasi anak-anak berdasarkan pada wilayah pemukiman dengan melibatkan penyelenggara kesehatan di wilayah pemukiman masing-masing agar memberikan kepastian dan kemudahan akses pelayanannya,” ungkapnya.

Menurut Dan, vaksinasi untuk anak bisa berjalan lebih efektif dan tepat jika proses pendataannya dipusatkan ke pejabat kewilayahan terdekat dari domisili setiap peserta didik. Ia juga mendorong agar kegiatan vaksinasi di sekolah harus terus ditingkatkan karena pihak sekolah bisa dengan mudah melakukan verifikasi data pengguna layanan vaksin dengan usia 12-17 tahun.

Selain itu, vaksinasi pada anak diprediksi akan sulit berjalan optimal tanpa pemahaman pihak orang tua dan lingkungannya. Saat ini, masih banyak orang tua yang khawatir terhadap dampak buruk vaksinasi bagi anak. Maka dari itu, pihak pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masih dan tepat sasaran untuk mengimbangi percepatan vaksinasi untuk anak.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//