• Berita
  • Belum ada Strategi Baru untuk Memulihkan Ekonomi Pelaku Usaha Kota Bandung

Belum ada Strategi Baru untuk Memulihkan Ekonomi Pelaku Usaha Kota Bandung

Pelaku usaha masih sulit bergerak meski status Kota Bandung dinyatakan PPKM Level 3. Mereka membutuhkan bantuan modal usaha.

Pasar Baru Trande Center tutup selama PPKM Darurat, 7 Juli 2021. Pedagang Pasar Baru berharap bantuan sosial. (Foto: Acep Maulana)

Penulis Bani Hakiki27 Agustus 2021


BandungBergerak.idPelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung membuat kebijakan realistis untuk pemulihan ekonomi yang terdampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan Level 4. Banyak pelaku UMKM yang bangkrut atau nyaris bangkrut. Mereka membutuhkan bantuan modal usaha.

Meski kini kebijakan pengendalian Covid-19 sudah diturunkan menjadi PPKM Level 3 di mana unit-unit usaha diperkenankan kembali beroperasi, namun tidak mudah bagi pelaku UMKM untuk memulai usaha kembali. Mereka kebingunan memulai dari mana ketika modal sudah habis akibat sebulan lebih mengalami kerugian.

Masalah tersebut dialami warung Nasi Bu Ade, sebuah kedai makanan khas Jepang dan Sunda di Jalan Sabang, Bandung. Saat ini warung tersebut belum bisa beroperasi normal. Modalnya sudah terkuras, ketika PPKM berlangsung, omset mereka turun lebih dari 50 persen. Hampir saja Warung Bu Ade gulung tikar.

Warung Nasi Bu Ade sendiri salah satu UMKM yang terdaftar di bawah binaan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUMKM) Kota Bandung. Salah satu pemiliknya, Zaelani (35) merasa selama PPKM berlangsung tidak ada kebijakan yang langsung menyentuh kebutuhan UMKM.

“Sejak awal PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) tahun lalu, janjinya bakal ada solusi atas kerugian yang pasti kita rasain. Sempat ada bantuan katanya dari bulan-bulan kemarin, tapi saya belum dapat kabarnya gimana. Kalau bisa cepat-cepatlah disosialisasikan, biar gak pada bangkrut,” ungkapnya, melalui telepon, Kamis (26/8/2021).

Relaksasi ekonomi yang dijanjikan Pemkot Bandung dinilai belum merata. Bahkan beberapa kerabat Zaelani yang juga membuka usaha, terpaksa tutup buku lebih cepat. Tidak ada kebijakan ekonomi dari pemerintah yang mencegah kebangkrutan usaha tersebut.

Warung Nasi Bu Ade merupakan satu dari sekian banyak yang terdampak krisis ekonomi akibat pagebluk. Hasil survey Dinas KUKM Kota Bandung terhadap 540 unit UMKM menunjukkan hampir seluruhnya mereka mengalami kemerosotan ekonomi akibat pembatasan maupun pelarangan operasional selama PPKM.

Faktor lain yang membuat pendapatan pelaku UMKM merosot ialah dibatasnya kunjungan wisatawan di Kota Bandung. Rata-rata penurunan omset mereka antara 50-90 persen.

Survei tersebut baru dilakukan pada ratusan UMKM di Kota Bandung. Sedangkan jumlah riil UMKM di Kota Kembang tentunya jauh lebih besar. Jumlah UMKM binaan Dinas KUKM Kota Bandung per Agustus 2021 saja terdapat 6.405 unit UMKM. Rinciannya, 5.952 unit usaha mikro, 439 unit usaha kecil, dan 14 unit menengah.

Daftar UMKM tersebut terbagi ke beberapa kategori, yakni pedagang/rumah makan, perdagangan umum, travel, gaya hidup, jasa, dan usaha perorangan. Sedangkan jumlah UMKM yang tidak termasuk binaan bisa lebih besar lagi. Semuanya tersapu krisis ekonomi karena pagebluk.

Keluhan Zaelani tentang Warung Nasi Bu Ade dipastikan dialami pelaku UMKM lainnya. Intinya, yang diperlukan mereka saat ini adalah bantuan modal langsung. Tetapi harapan ini belum terlihat dari strategi yang digodok Pemkot Bandung.

Baca Juga: Tidak semua UMKM di Bandung mampu Jualan Online
Pelaku UMKM, Pahlawan Ekonomi yang Perlu Didukung Transaksi Digital
DPRD Jabar: Pemerintah Daerah Harus Punya Strategi Baru agar UMKM Bertahan di Masa PPKM Darurat

Belum ada Strategi Baru

Pada acara Bandung Menjawab Kamis (26/8/2021), Kepala Seksi Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro dan Fasilitasi Dinas KUKM Kota Bandung, Nuri Nuraeni memaparkan sejumlah program bagi pelaku UMKM yang terdampak pagebluk, antara lain program pelatihan dan pendampingan.

“Pendampingan dilakukan dengan menunjuk tenaga pendamping untuk ke tempat produksi dan melihat kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi UMKM,” tuturnya.

Pemkot Bandung juga telah menyiapkan fasilitas pemasaran produk pelaku usaha dalam program lanjutan UMKM Recovery Center (URC) yang telah berjalan sejak Juli 2021 lalu. Program ini berbentuk pembinaan dan pelatihan yang dananya bersumber dari APBD Kota Bandung. Namun hingga kini, baru terdaftar sekitar 40 UMKM yang berasal dari 15 kecamatan.

Nuri Nuraeni berharap, program-program tersebut bisa memperluas pangsa pasar bagi para pelaku UMKM yang mendaftar. Sementara mengenai bantuan modal usaha, Pemkot Bandung lebih mengadakan program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) dari Kementerian Koperasi dan UKM, yakni bantuan berupa dana sebesar 1,2 juta Rupiah untuk setiap unit usaha yang terdampak pagebluk.

Sejak berjalan pada Juni 2021 lalu,  ada sekitar 301.135 unit usaha yang telah menerimanya dari sasaran sebanyak 409.306 unit usaha. Nuri memastikan BPUM tahun ini telah direncakan sejak tahun sebelumnya. Saat ini, program tersebut masih dalam proses yang rencananya akan terlaksana sepenuhnya antara November-Desember 2021.

Sementara pada tahun 2022, pihak Pemkot Bandung bersama Dinas KUKM menargetkan sebanyak 246.009 unit usaha yang bakal menerima BPUM. Namun, dana itu hanya berhasil dicairkan kepada 171.214 usaha.

Strategi yang disampaikan Dinas KUKM Kota Bandung tidak ada yang baru. Program-program tersebut pernah disampaikan Kepala Dinas KUKM Kota Bandung, Atet Dedi Handiman, pada jumpa pers Juli lalu, ketika pagebluk sedang tinggi-tingginya. 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//