DATA BICARA: Kesenjangan Pendidikan Mengawetkan Jerat Kemiskinan di Kota Bandung
Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga yang harus dipenuhi pemerintah. Kesenjangan layanannya membuat warga miskin kesulitan keluar dari jerat kemiskinan.
Penulis Sarah Ashilah30 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Pendidikan berkontribusi penting bagi upaya pengembangan potensi diri masing-masing orang. Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Hak dasar setiap warga negara Indonesia terhadap akses pendidikan telah diatur sejak Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) disahkan. Sayangnya, realitas di tengah masyarakat masih jauh dari harapan. Kesenjangan sosial-ekonomi yang lebar membuat sebagian masyarakat kesulitan memperoleh layanan pendidikan memadai. Kota Bandung tidak terlepas dari persoalan serius ini.
Merujuk data Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bandung dalam situs web aksen.bandung.go.id, diketahui bahwa sebagian besar masyarakat miskin hanya mengenyam bangku pendidikan hingga sekolah dasar (SD) saja. Di tahun 2019, tercatat ada 238.499 orang warga miskin yang berstatus menamatkan SD. Termasuk mereka yang hanya menjalani Paket A.
Juga diketahui, bidang pekerjaan yang paling banyak ditekuni oleh warga miskin adalah jasa kemasyarakatan, seperti asisten rumah tangga atau perseorangan. Meyusul kemudian, bidang perdagangan yang terdiri dari pedagang-pedagang kecil, kuli bangunan dan buruh pabrik, serta yang terakhir adalah jasa transportasi, seperti sopir angkutan umum.
Baca Juga: Data Jumlah Penduduk Miskin Kota Bandung 2005-2020, Kembali Bertambah Akibat Pandemi
Mayoritas Penganggur Terbuka di Kota Bandung Lulusan SMA
Dalam artikel jurnal “Kesenjangan Sosial Terhadap Pendidikan sebagai Pengaruh Era Globalisasi”, Anwar Hidayat dari Universitas Buana Perjuangan menyebut lima faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dalam bidang pendidikan. Pertama, rendahnya kualitas sarana sekolah. Kedua, faktor rendahnya kualitas guru yang diikuti faktor infrastruktur. Ketiga, factor jumlah dan kualitas buku referensi. Keempat, adanya standarisasi pendidikan yang menyababkan jurang kualitas di antara Sekolah Berstandar Nasional (SBN) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Kelima, yakni mahalnya biaya pendidikan, menjadi faktor paling kuat yang menyebabkan kesenjangan pendidikan.
Adanya kesenjangan pendidikan ini membuat jerat kemiskinan semakin sulit untuk diputus. Warga miskin dipaksa oleh keadaan untuk bersekolah di jenjang dasar di sekolah yang pas-pasan. Untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, mereka tidak sanggup.
Potensi diri warga miskin tidak berkembang secara optimal lewat pendidikan akibat lingkaran kamiskinan seperti ini. Akhirnya, karena bekal pendidikan amat terbatas, mereka memiliki peluang yang sangat terbatas juga dalam mengakses pekerjaan. Perbaikan kesejahteraan menjadi sesuatu yang sulit dicapai.