• Berita
  • Krisis Air Bersih Melanda Kota Bandung

Krisis Air Bersih Melanda Kota Bandung

Krisis air di Kota Bandung sudah mulai terjadi sejak pertengahan tahun 1990. Ilmuwan telah lama memperingatkan bencana ini.

Warga Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, mengambil air saat krisis air bersih melanda Cekungan Bandung pada 2017. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki7 September 2021


BandungBergerak.idWarga Kota Bandung kembali menghadapi sulitnya mendapatkan air bersih pada musim kemarau tahun ini. Krisis ini terjadi setiap tahun sejak dekade 90-an. Dewasa ini, keadaanya kian memburuk seperti yang diakui Anto (43), seorang warga RW 04 Kelurahan Suka Asih, Kecamatan Bojongloa Kaler, Bandung.

Anto menuturkan, fasilitas air bersih PDAM Kota Bandung di wilayah Bandung bagian selatan tersebut tidak pernah lancar sejak pertama kali ia tinggal pada pertengahan 2010 lalu. Ia tidak menggunakan mesin pompa air di rumahnya, hanya mengandalkan aliran air yang dibayarnya setiap bulan sekitar 30-40 ribu rupiah.

Selain pasokannya tidak lancar, kualitas air yang keluar dari keran PDAM Kota Bandung terbilang buruk, warnanya keruh kecokelatan, dan beraroma besi. Ia pun harus harus rajin mengganti penyaring berupa kain di setiap keran air di rumahnya. Salah satu dari tiga anaknya berusia 6 tahun dan sering mengalami bintik-bintik di sekujur tubuhnya karena alergi air.

Demi kesehatan bersama, Anto bersama tetangganya di wiliayah RT 02 harus merogoh kocek sebesar 180 ribu rupiah setiap tiga hari untuk membeli pasokan air bersih. Ia menuturkan biaya itu diperoleh secara suka rela dari 15 kepala keluarga di lokasi tersebut.

“Kalau udunan (patungan) 12 ribu (rupiah) per kepala keluarga, biasanya tiga hari sekali (datang) 5.000 liter. Coba dihitung-hitung, sama kayak bayar PDAM bulanan,” terangnya ketika ditemui di lingkungan rumahnya pada Selasa (7/9/2021).

Sementara itu, krisis air juga terjadi di utara Kota Bandung. Rina (38), seorang warga Tubagus Ismail mengungkap beberapa keluhan serupa. Padahal air di wilayah tersebut sebelumnya terkenal bersih. Ia tinggal bersama seorang suami dan seorang anak dengan biaya pemakaian air sekitar 60 ribu Rupiah per bulannya.

Rina berharap kesulitan air bersih ini dapat segera ditangani oleh pihak pemerintah sebab dampaknya berimbas ke usaha warung makan yang dijalaninya. Kesulitannya adalah menyediakan air bersih untuk mencuci piring dan berbagai alat makan lainnya.

“Di sini sudah beberapa bulan terakhir sering gak ngocor airnya, biasanya setiap siang ke maghrib (petang). Kalau airnya mah kayaknya masing bersih-bersih aja, cuma repot kadang suka mati seharian penuh,” imbuh Rina.

Data yang dihimpun BandungBergerak.id, krisis air bersih di Cekungan Bandung sebenarnya bukan setiap kemarau saja, walaupun dominan terjadi di musim kemarau. Krisis air bersih parah Kota Bandung terjadi pada 2015. Waktu itu sejumlah sumber air baku PDAM Kota Bandung mengering, yakni Cipanunjang, Pangalengan, dan Cileunca.

Krisis air juga menjalar di daerah Cekungan Bandung lainnya pada 2017 dan 2019, yakni pada sejumlah kawasan di Kabupaten Bandung seperti di Baleendah dan Bojongsoang. Warga terpaksa mengambil air di sungai-sungai atau mata air yang jauh.

Para pakar sudah lama meramalkan bencana kirisi air bersih akan melanda Cekungan Bandung. Pada 2009, ilmuwan ITB, Lambok M. Hutasoit, melalui penelitiannya memperingatkan bahwa zona krisis air bersih Bandung terus meluas. Lambok merekomendasikan Pemkot Bandung agar memperluas sumur-sumur resapan.

Bahkan jauh sebelum 2009, yakni tahun 2000, Kelompok Keilmuan Geodesi ITB meneliti tingginya laju penurunan muka tanah (land subsidence) yang terjadi di Cekungan Bandung. Dosen geodesi ITB, Heri Andreas, menjelaskan salah satu faktor tingginya laku land subsidence adalah masifnya pengambilan air tanah.

Jika penurunan muka tanah dibiarkan, peneliti memprediksi pada 2050 atau lebih cepat dari itu, sumur-sumur pusat air tanah di Cekungan Bandung bisa mengering. Setelah itu, bencana krisis air bersih pun melanda.

Di tempat terpisah, Direktur Utama PDAM Tirtawening Kota Bandung, Sonny Salimi, mengakui pasokan air baku saat ini berkurang cukup signifikan karena dampak musim kemarau. Diperkirakan dalam waktu sekitar 3 hari ke depan, pasokan air PDAM dari wilayah utara Bandung akan terus menurun.

Pada hari biasa, kecepatan pasokan air baku 550-600 liter per detik. Namun kini berkurang 50 persen menjadi 200-300 liter per detik. Bahkan, tekanan airnya bisa lebih rendah hingga mencapa 15 liter per detik ketika mejelang malam hari.

Salah satu sumber air baku PDAM Tirtawening ialah Sungai Panjalu yang debit airnya hanya bisa diolah jadi air bersih sekitar 10 liter per detik selama 1,5 bulan terakhir.

“Ini berpengaruh kepada proses produksi IPA Badaksinga yang biasanya mampu mengolah rata-rata 1.800 liter per detik saat ini hanya mampu mengolah 1300 liter per detik. Bagi pelanggan jika ingin gratis air bersih harus ada minimal 10 pelanggan, tapi pelanggan pribadi hanya sendIri tentunya harus bayar,” uja Sonny Salimi, dalam siaran pers Senin (6/9/2021).

Sonny berharap masyarkat bisa memahami krisis air yang terjadi hari ini. Ia juga mengimbau agar warga Bandung melakukan penghematan penggunaan air bersih. Sebagai antisipasi jangka pendek, pihaknya telah menyediakan sejumlah pasokan air yang bisa di beli di beberapa penyalur air bersih resmi.

Warga yang membutuhkan pasokan air bersih bisa menghubungi beberapa nomor kontak resmi yang disediakan pihak PDAM Tirtawening. Berikut daftar kontaknya: wilayah pelayanan timur 022-7204227, wilayah pelayanan barat 022-6016471, dan Kantor pelayanan tangki air minum 022-2507993 dan 087779726506.

Warga mengambil air di saat kekeringan melanda Bojongsoang, Kabupaten Bandung, 2019. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga mengambil air di saat kekeringan melanda Bojongsoang, Kabupaten Bandung, 2019. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Bandung Kota Rawan Bencana (2): Banjir dan Krisis Air Bersih
Bandung Kota Rawan Bencana (4-Habis): BPBD dan Kesadaran Masyarakat Jadi Kunci
Bandung Kota Rawan Bencana (1): Kebakaran dan Sesar Lembang

Krisis Air dan Ancaman Banjir

Bencana yang kerap melanda Kota Bandung bukan hanya krisis air, melainkan bencana banjir manakala musim hujan. Sumber banjir Kota Bandung antara lain luapan sungai-sungai yang mengali di segenap penjuru kota.

Untuk mengantisipasi banjir akibat luapan sungai, Pemkot Bandung menggandeng BBWS Citarum dalam melakukan menormalisasi sejumlah sungai, antara lain tiga aliran sungai di sepanjang Pasteur, seperti sungai Cibodas, Cidurian, dan Cisaranten.

Wakil Walikota Bandung Yana Mulyana menjelaskan, baru tiga sungai tersebut yang menjadi prioritas normalisasi. Sedangkan normalisasi sendiri membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sementara anggaran normalisasi sungi Kota Bandung termasuk yang terkena pengalihan untuk menangani bencana Covid-19.

“Baru tiga ini (prioritas), yang lainnya masih berjalan di beberapa titik. Pemkot Bandung bantu bongkar juga penertiban. Kita sadar ada refocusing anggaran. Kita sepakat swakelola agar dapat dirasakan manfaatnya,” ungkapnya, dalam siaran pers Selasa (7/9/2021).

Kepala BBWS Citarum, Bastari menambahkan tiga sungai yang ditargetkan merupakan titik yang tepat untuk segera dibenahi. Pasalnya, sepanjang Jalan Sukamaju atau Pasteur sempat dilanda banjir setinggi sekitar 2-3 meter pada awal tahun 2021 lalu.

“Bersama kita atasi masalah banjir dan penataan kawasan. Kita juga siap mendukung Pemkot Bandung untuk terus berkoordinasi,” pungkas Bastari.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//