Bagaimana Hukumnya kalau Kita Terpaksa Berbuat Kejahatan?
Pasal 48 KUHP hadir sebagai respons dari adanya perbuatan yang melawan hukum di bawah paksaan orang lain dan keadaan-keadaan yang memaksa.
Yani Mulyani
Mahasiswa Universitas Katollik Parahyangan (Unpar).
12 September 2021
BandungBergerak.id - Seorang gadis desa diancam dibunuh jika dia tidak mau membantu AP (tersangka) mencuri uang milik tetangga. Gadis itu terpaksa menuruti semua yang diperintahkan oleh AP. (Koran Bernas.com). Dari kasus ini, sang gadis berada dalam keadaan yang terpaksa, ia terpaksa berbuat kejahatan (melawan hukum), yaitu melakukan tindak pidana mencuri uang milik orang lain.
Dalam keadaan tak berdaya dan penuh dilema, terkadang orang terpaksa melakukan tindak pidana. Ia dipaksa untuk melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh norma. Lantas jika kita melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh orang lain dan keadaan-keadaan di sekitar, apakah kita dapat dijatuhkan pidana?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Pasal 48 KUHP hadir sebagai respons dari adanya perbuatan yang melawan hukum di bawah paksaan orang lain dan keadaan-keadaan yang memaksa. Pasal 48 KUHP menyatakan, seseorang yang melakukan tindak pidana, dan dia melakukan tindak pidana tersebut di bawah pengaruh daya paksa atau tekanan, baik itu yang berasal dari orang lain, maupun yang berasal dari keadaan-keadaan, maka orang tersebut tidak bisa dijatuhkan pidana.
Kembali bada kasus yang merundung gadis di atas, ia dapat menggunakan Pasal 48 KUHP sebagai dasar untuk membuktikan bahwa dirinya tidak ada sikap batin untuk mencuri uang milik orang lain. Dia melakukan perbuatan melawan hukum hanya karena diancam akan dibunuh.
Itulah alasan mengapa pembentuk Undang-Undang melahirkan pasal 48 KUHP yang mengatur tentang kedaan memaksa/daya paksa, sebagai pelindung bagi mayarakat yang mengalami ancaman dan tekanan. Pasal 48 KUHP ini melindungi sesorang yang telah melakukan perbuatan melawan hukum, yang disebabkan karena ada ancaman dan paksaan, baik itu paksaan yang berasal dari orang lain (overmacht dalam arti sempit) dan paksaan yang berasal dari keadaan-keadaan (Noodtorstand).
Baca Juga: JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (1): Bermula dari Studieclub Bandung
NGULIK BANDUNG: Jejak Bangsa Boer di Lembang (2)
Keadaan Memaksa di Sekitar Kita
Keadaan memaksa/overmacht banyak terjadi di sekitar kita. Keadaan-keadaan tersebut sering kali tiba-tiba muncul menimpa siapa saja. Tidak bisa dipungkiri, di zaman sekarang banyak orang jahat yang mengancam orang lain untuk melakukan kejahatan. Selain muncul dari orang lain, tekanan atau ancaman juga bisa datang dari keadaan-keadaan yang memaksa, salah satunya keadaan yang disebabkan oleh bencana alam. Dalam keadaan memaksa seperti itu, tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya perbuatan yang melawan hukum. Bisa saja kita diancam oleh orang lain, dan dipaksa untuk melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, salah satu contoh kasusnya sudah dipaparkan di bagian pendahuluan, seorang gadis desa yang diancam akan dibunuh jika dia tidak mau melakukan perbuatan mencuri.
Dalam rangka menanggapi hal tersebut, pembentuk undang-undang telah merumuskan apa yang disebut dengan Overmacht atau daya paksa yang diatur dalam Pasal 48 KUHP (Drs. P.A.F Lamintang, S.H. dan Lamintang Franciscus Theojunior S.I.Kom.,S.H.,M.H. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Jakarta Timur:Sinar Grafika. 2019). Di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan bagi orang yang telah melakukan perbuatan melawan hukum di bawah pengaruh daya paksa, maka orang tersebut tidak dapat dijatuhkan pidana.
Ada dua alasan dalam Pasal 48 KUHP menyangkut penghapus pidana, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Disebut alasan pembenar ketika paksaan tersebut datang dari keadaan-keadaan sekitar yang bersifat darurat, salah satu kasusnya bisa dilihat di dalam arrest (Putusan Mahkamah Agung Belanda) tanggal 15 Oktober 1923 N.J 1923 halaman 1329, W.1113 terkait kasus toko kacamata (Drs. P.A.F Lamintang, S.H. dan Lamintang Franciscus Theojunior S.I.Kom.,S.H.,M.H. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Jakarta Timur:Sinar Grafika. 2019).
Sedangkan disebut alasan pemaaf ketika paksaan tersebut datang dari orang lain, contoh konkretnya seperti kasus gadis desa yang diancam akan dibunuh jika dia tidak mau melakukan perbuatan mencuri.
Di zaman sekarang, keadaan sekitar sudah berubah begitu kompleksnya. Kejahatan dan ancaman begitu marak terjadi di mana-mana. Tak jarang, di berita TV, koran, radio dan media lainnya berbicara tentang kejahatan. Keadaan demikian membuat kita merasa cemas dan was-was, sehingga kerap kali kita berusaha menghindari ancaman kejahatan. Namun, dalam kenyataannya, kita tidak bisa memprediksi ancaman dan paksaan yang akan datang dan menyerang. Kita tidak pernah tahu ancaman dan paksaan apa yang akan datang dikemudian hari.
Contoh lain, baru-baru ini terjadi pemaksaan terhadap anak gadis berusia 16 tahun di Tangerang Selatan. Dia dianiaya dan diancam harus melayani tamu laki-laki hidung belang. Gadis ini terpaksa melakukan perbuatan yang melawan hukum karena berada dalam ancaman dan paksaan berupa penganiayaan. Dalam diri gadis ini tidak ada kehendak sedikitpun untuk melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan seperti tadi, maka dia tidak bisa dijatuhkan pidana, dasarnya Pasal 48 KUHP (SINDONEWS.COM. Diakses Tanggal 19 Juni 2021).
Setelah mengetahui apa itu pasal 48 KUHP dan kasus-kasus yang pernah terjadi di lingkungan sekitar, setidaknya kita tahu bagaimana cara menerapkan Pasal 48 KUHP ketika kita terpaksa melakukan perbuatan melawan hukum karena berada di bawah paksaan dan tekanan. Namun kita juga harus memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan terkait penggunaan Pasal 48 KUHP ini, jangan sampai sembarangan memakai pasal 48 KUHP tanpa memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.
Pasal 48 KUHP sebagai Alasan Penghapus Pidana
Pasal 48 KUHP hadir sebagai alasan penghapus pidana bagi orang yang terpaksa melakukan perbuatan melawan hukum karena pengaruh paksaan yang datang dari orang lain dan keadaan-keadaan. Paksaan dan ancaman tersebut dapat berupa paksaan fisik dan paksaan psikis. Datangnya ancaman bisa berasal dari orang lain (overmacht dalam arti sempit) dan bisa juga berasal dari keadaan-keadaan (Noodtoestand). Dalam menggunakan pasal 48 KUHP ini harus memenuhi 3 syarat, yaitu harus ada paksaan/tekanan, paksaan harus berasal dari luar diri orang tersebut, dan paksaan tersebut menurut sifatnya tidak dapat ditahan. Kalau keadaan yang membuat kita terpaksa melakukan perbuatan melawan hukum sudah memenuhi ketiga syarat tersebut, maka kita dapat menggunakan pasal 48 KUHP sebagai dasar untuk menghapus pidana.
Di dalam pasal 48 KUHP ini terdapat 2 alasan penghapus pidana, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar hadir ketika orang yang terpaksa melakukan perbuatan melawan hukum akibat dari adanya paksaan dari keadaan-keadaan sekitar yang bersifat darurat. Dan alasan pemaaf hadir ketika orang yang terpaksa melakukan perbuatan melawan hukum akibat dari adanya ancaman atau paksaan dari orang lain.
Kita tidak pernah tahu keadaan dan ancaman yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada dan menjaga diri kita sebaik mungkin. Untuk aparat pemerintah yang berwenang menangani kasus-kasus kejahatan dan kasus-kasus lainnya, diharapkan memiliki integritas, ketelitian, keadilan, dan perilaku jujur dalam menangani suatu kasus. Pasal 48 KUHP sengaja dibentuk sebagai pelindung bagi orang-orang yang melakukan perbuatan melawan hukum karena terpaksa atau dalam keadaan yang darurat, jangan sampai dalam penegakannya, orang yang tidak bersalah dijatuhkan pidana semata-mata hanya karena ia telah melakukan perbuatan melawan hukum. Aparat penegak hukum harus teliti dan adil dalam mengkaji suatu kasus, tanpa ada intervensi dari pihak mana pun.