• Buku
  • BUKU BANDUNG (15): Perjalanan Panjang Villa Isola Melintasi Zaman

BUKU BANDUNG (15): Perjalanan Panjang Villa Isola Melintasi Zaman

Villa Isola, salah satu bangunan terindah di Bandung yang dibangun pada 1933, memiliki sejarah panjang. Dari rumah raja media Hindia Belanda hingga rektorat UPI.

Potret Villa Isola, salah satu bangunan cagar budaya yang menjadi ikon Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. (Foto: Iqbal Kusumadirezza/BandungBergerak.id)

Penulis Hernadi Tanzil14 September 2021


BandungBergerak.id - Villa Isola menjadi salah satu bangunan terindah peninggalan era kolonial yang hingga kini masih tegak berdiri di Bandung. Selesai dibangun pada 1933, gedung di bagian utara kota ini menyimpan sejarah panjang, melintasi beberapa zaman. Dari rumah pribadi seorang raja media nan flamboyan di Hindia Belanda hingga kantor rektorat salah satu universitas negeri terkemuka di Republik ini.

Perjalanan panjang Villa Isola inilah, yang secara harafiah berarti villa terpencil, yang termuat dalam buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi (2015). Dari awal pembangunannya hingga kini bersalin nama menjadi Bumi Siliwangi.

Secara sistematis, Sudarsono Katam dan Lulus Abadi membagi buku ke dalam delapan bagian, dimulai dari Lokasi Villa Isola di masa Hindia Belanda. Dalam bab kedua, Rancang Bangun Villa Isola, dibahas segi arsitektural bangunan unik yang sekarang menjadi bagian dari kampus UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) ini. Mendahului zamannya lewat gaya streamline art deco (art deco dengan lengkungan streamline) rancangan C. P. Wolff Schoemaker, pembangunan Villa Isola membuka jalan bagi A. F Aalbers untuk membuat karyanya yang monumental, Hotel Savoy Homan. Di bagian ini juga secara deskriptif penulis menginformasikan ruangan-ruangan yang ada di tiap lantai Villa Isola beserta taman-taman yang mengelilinginya.

Dari D. W. Berrety ke Homan

Di bagian ketiga, buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi menyajikan riwayat hidup pemilik Villa Isola, Dominique Willem Berretty (1890-1934), kelahiran Yogyakarta dari pasangan ayah berdarah Italia-Perancis dan ibu orang Jawa (Maria Salem). Pernah bekerja sebagai jurnalis di Java Bode (1915), Berretty mendirikan perusahaan jasa berita dan telegraf ANETA di Batavia yang membuatnya menjadi seorang milyader dan raja media yang paling berpengaruh di Hindia Belanda karena kemampuannya memonopoli berita-berita di Hindia Belanda saat itu.

Berretty adalah orang yang sangat energik, tidak saja dalam kehidupan bisnisnya, tetapi juga kehidupan pribadinya. Dalam kurun 1912-1934, ia enam kali menikah dan mempunyai lima anak.

Penampilan yang flamboyan serta gaya hidupnya yang mewah, dengan pergaulan yang luas wanita-wanita cantik yang selalu mengelilinginya, membuat D. W. Berretty banyak digunjingkan orang. Gosip-gosip tentangnya ditampilkan juga dalam buku terbitan Pustaka Jaya ini. Ada gosip tentang salah seorang anak perempuannya yang bunuh diri dengan cara gantung diri di salah satu pohon besar di halaman Villa Isola.

Gosip lain yang yang paling sensasional mengatakan bahwa D. W. Berrety menjalin asmara dengan putri Gubernur Jendral B. C. de Jonge. Hubungan ini tidak direstui oleh sang pejabat sehingga kelak menghadirkan spekulasi bahwa kematian sang flamboyant Berrety ada kaitannya dengan hubungan terlarangnya tersebut. Kecelakaan pesawat yang menewaskannya merupakan sebuah kesengajaan karena selain terlibat dalam hubungan asmara terlarang, Berrety juga  diduga sebagai mata-mata Jepang.

Bagian ke empat yang berjudul Villa Isola berisi tentang sejarah pembangunan gedung. Dimulai dari peletakan batu pertama pada tanggal 12 Maret 1933 yang dihadiri oleh Wali Kota Bandung, Bupati Bandung, Penghulu Bandung, beberapa anggota Volksraad, dan pejabat-pejabat penting lainnya. Dengan waktu yang relatif singkat (Oktober 1932- Maret 1933, atau 5 bulan) 700 buruh dikerahkan untuk menyelesaikan gedung megah dengan luas 12.000 meter persegi di lahan seluas 7,5 hektare tersebut.

Namun, peresmian gedung baru nan elok itu baru terselenggara delapan bulan setelah pembangunan selesai, yaitu pada tanggal 18 Desember 1933. Suasana peresmiannya dikisahkan secara rinci dalam buku ini.

"Sabtu malam tanggal 17 Desember 1933, di Villa Isola diadakan pesta makan malam mewah. Tamu-tamu yang diundang kebanyakan adalah orang-orang yang telah ikut andil dalam pembangunan Villa Isola dan dari media masa.... C. P. Schoemaker sebagai arsitek bangunan memandu para tamu untuk berkeliling Villa Isola. Ruang makan, ruang tamu luas, kantor, dan ruangan besar lainnya memberikan kesan megah, membawa ketenangan. Dekorasi dinding dan mahkota Venesia yang indah dipilih dengan cermat sebagai penghias ruang adalah kunci yang memancarkan keramahan yang hangat.

Para tamu berjalan melalui kamar menginap tamu dan taman di atas atap yang bernuansa misterius diterangi obor dari kedua menara di kanan dan kirinya.... Para tamu kemudian memasuki ruang luas yang terdapat di bawah taman atap berada. Di sepanjang dinding ruangan terpajang lukisan yang indah karya pelukis Hindia Belanda dan pelukis asing yang terkenal. Di belakang sofa yang indah tergantung sebuah lukisan besar yang menyajikan panorama Villa Isola dilihat dari bagian timur dataran tinggi. Di sudut ruang terdapat pintu menuju ke sebuah bar yang nyaman." (halaman 30-31)

Selain deskripsi suasana peletakan batu pertama, malam menjelang peresmian, dan peresmian gedung, bagian buku ini menyuguhkan juga puluhan foto-foto panorama Villa Isola dari udara, eksterior bangunan dari berbagai sudut, interior gedung, dan foto-foto lingkungan serta taman-taman di sekitar bangunan.

Sebagai peutup bab, disajikan subbab mengenai akhir nasib Villa Isola pascameninggalnya D. W. Berretty. Bangunan megah tersebut akhirnya dijual dan jatuh dalam kepemilikan Hotel Homan. Setelah Jepang mendarat di Pulau Jawa, Villa Isola dijadikan termpat tinggal dan kantor Komandan Divisi Tentara Hindia Belanda. Lalu berturut-turut gedung tersebut berganti fungsi sebagai markas tentara Jepang, kediaman sementara Jenderal Immamura, markas Kenpetai, museum kemenangan Jepang, markas tentara Sekutu, sebelum akhirnya terbengkalai dan rusak parah selama masa revolusi kemerdekaan.

Baca Juga: BUKU BANDUNG (14): Yang tidak Penting bagi Matdon, (Mungkin) Penting bagi Kita
BUKU BANDUNG (13): C. P. Wolff Schoemaker sebagai Arsitek dan Seniman, serta Keterlibatannya dalam Partai Sempalan
BUKU BANDUNG (12): Kibaran Merah Putih di Gedung DENIS

Bumi Siliwangi dan UPI

Bagian selanjutnya buku ini mengetengahkan riwayat Villa Isola ketika berubah namanya menjadi Bumi Siliwangi, setelah dibeli pemerintah (Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan) seharga 1,5 juta rupiah pada tahun 1954. Villa Isola akhirnya difungsikan sebagai tempat perkuliahan dan perkantoran Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Bandung, sekarang Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dalam upacara peresmian dan pembukaan PTPG pada 20 Oktober 1954, nama Bumi Siliwangi diresmikan sebagai pengganti nama Villa Isola oleh Mr. Mohammad Yamin, Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu.

Di bagian ini juga, dibahas dan disertakan foto-foto perbaikan dan pembangunan kembali Villa Isola dari yang tadinya hampir mirip puing akibat perang menjadi bangunan yang kembali megah. Walau ada beberapa perubahan, terutama bagian interior, untungnya semua dilakukan dengan mempertahankan kondisi aslinya. Bagian eksterior bangunan bahkan tetap dipertahankan sesuai aslinya kecuali adanya penambahan bangunan baru di bekas taman di atap Villa Isola.

Dua bagian akhir buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi membahas bagaimana pada tahun 2010 UPI memulai sebuah pekerjaan besar, yaitu menata kembali lingkungan Bumi Siliwangi agar kembali asri seperti ketika masih bernama Villa Isola. Buku ini ditutup dengan bab reflektif berjudul Villa Isola Karya Monumental, yang hingga kini tetap menjadi salah satu ikon kota Bandung.

Sebagai tambahan buku ini juga menyajikan galeri foto berwarna Villa Isola tahun 2011 hasil jepretan Lulus Abadi yang artistik.

Sebelum buku ini terbit, sebenarnya sudah ada buku lain tentang Villa Isola dengan judul yang hampir sama dengan buku ini yaitu Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi: Menyusuri Jejak-jejak PTPG FKIP Unpad, IKIP Bandung karya Rudini Sirait, dkk (Komodo Books, 2011). Namun buku ini tidak membahas riwayat dan seluk-beluk Villa Isola secara khusus, melainkan tentang sejarah panjang PTPG hingga menjadi sekarang Universitas Pendidikan Indonesia.

Foto sampul buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi (2015) karangan Sudarsono Katam dan Lulus Abadi. Buku ini menceritakan perjalanan panjang bangunan indah tersebut melintasi beberapa zaman. (Sumber foto: sampul buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi)
Foto sampul buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi (2015) karangan Sudarsono Katam dan Lulus Abadi. Buku ini menceritakan perjalanan panjang bangunan indah tersebut melintasi beberapa zaman. (Sumber foto: sampul buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi)

Zaman Revolusi

Sebagai sebuah buku yang membahas sejarah Villa Isola beserta kisah pemiliknya, buku ini bisa dikatakan cukup lengkap.  Sayangnya, tidak diinformasikan siapa yang memberi nama Bumi Siliwangi setelah gedung ini menjadi bagian dari PTPG, padahal nama tersebut merupakan bagian dari sejarah gedung ini.

Diketahui, nama Bumi Siliwangi ini diambil dari soneta Bumi Siliwangi karya Mr. Mohammad Yamin yang dibacakan di akhir pidato peresmian bangunan tersebut pada tahun 1954.

Bumi Siliwangi 

Dari bumi indah dan permai

Waktu siang pembukaan raya

Tampak Parahiangan bergunung sungai

Dipagari bukit dataran bertjahaja.

Waktu kelam ditinggalkan matahari

Kemarin malam pernah kemari

Sinar seminar di kaki bumi

Mandi cahaja lampu berseri.

Siang malam meriah melimpah

Bumi Siliwangi landjutan sedjarah

Di tengah alam gembira meriah.

Wahai pemuda harapan bangsa

Menuntut ilmu radjinlah senantiasa

Agar nanti menjuluhi masa 

(Pikiran Rakjat, 21/10/1954)

Selain itu, kisah tentang Villa Isola di zaman revolusi kemerdekaan hanya ditampilkan sekilas. Padahal, ada beberapa hal penting yang bisa diinformasikan lebih rinci lagi saat gedung ini dipakai oleh pejuang-pejuang kemerdekaan untuk menghalau tentara sekutu sehingga nilai kesejarahan gedung ini akan semakin terlihat dan dapat diketahui oleh generasi sekarang.

Terlepas dari kekurangannya, buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi bisa dipakai sebagai buku rujukan bagi mereka yang ingin mengetahui sejarah salah satu ikon kota Bandung yang megah dan monumental. Selain itu, pencantuman ratusan foto lama maupun baru dengan kualitas cetak yang bagus merupakan sebuah usaha yang sangat layak mendapat apresiasi. Kini foto-foto Villa Isola yang selama ini terserak di berbagai media cetak dan daring kini terkumpul dalam sebuah buku yang kaya akan informasi.

Informasi Buku

Judul : Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi
Penulis : Sudarsono Katam & Lulus Abadi
Penerbit : Pustaka Jaya
Cetakan : I, Januari, 2015
Tebal : 134 hlm
ISBN : 978-979-419-437-9

Editor: Redaksi

COMMENTS

//