BUKU BANDUNG (13): C. P. Wolff Schoemaker sebagai Arsitek dan Seniman, serta Keterlibatannya dalam Partai Sempalan
Wolff Schoemaker kesohor sebagai arsitek yang mewarisan banyak gedung bersejarah dengan desain memikat. Sedikit yang tahu, ia juga terlibat dalam organisasi Islam.
Penulis Hafidz Azhar29 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Siang itu saya menerima pesan WhatsApp dari Kang Hawe Setiawan yang berisi foto kutipan buku Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker karya C. J. van Dullemen. Dalam pesannya, Kang Hawe menunjukkan penggalan kalimat mengenai keterlibatan C. P. Wolff Schoemaker dalam gerakan Persatoean Oemmat Islam tahun 1948.
“Ternyata Schoemaker pernah bergabung dengan Persatoean Oemmat Islam (merujuk pada Persis yang didirikan Ahmad Hassan dkk.),” begitulah pesan Kang Hawe kepada saya.
Kebetulan pada tahun-tahun itu terdapat sebutan untuk beberapa kelompok yang sama selain Persatoean Oemmat Islam yang menyeret nama Schoemaker. Sebut saja di antaranya, Persatoean Islam (1923), Persatuan Ummat Islam yang semula bernama Perikatan Oemmat Islam, dan Persatoean Oemmat Islam yang dibentuk oleh rengrengan pengadilan agama. Hasil penelusuran yang saya dapat dalam de Locomotief: Samarangsch Handels en Advertentie blad edisi 12 Februari 1948, misalnya, menerangkan bahwa organisasi Persatoean Oemmat Islam didirikan oleh Pengadilan Agama Semarang.
Lalu, yang jadi pertanyaan, apakah ini kelompok yang sama?
Dalam bukunya, Dullemen menyebut Wolff Schoemaker pernah menjabat sebagai wakil ketua Perhimpunan Islam Barat di Bandung. Selain itu, sang arsitek itu pun sempat bergabung dengan partai politik sempalan dengan nama Persatoean Oemmat Islam tahun 1948. Artinya, Persatoean Oemmat Islam yang tercatat oleh Dullemen boleh jadi berbeda dengan apa yang saya temukan dalam de Locomotief: Samarangsch Handels en Advertentie blad edisi 12 Februari 1948. Persatoean Oemmat Islam sebagai partai politik bukanlah Persatoean Oemmat Islam yang sama dengan yang dilaporkan koran berbahasa Belanda itu. Bahkan tidak juga merujuk pada organisasi Persatuan Ummat Islam yang didirikan oleh KH Abdul Halim dkk.
Informasi mengenai keterlibatan Schoemaker dalam partai politik sempalan memang tidak tertulis secara detil dalam Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker karya Dullemen. Namun, buku itu telah menggambarkan sisi lain kehidupan Schoemaker selain sebagai seorang arsitek kesohor, dengan memberikan sumbangan informasi mendalam terkait perjalanan Schoemaker saat dirinya cukup lama berkiprah di Bandung.
Terbit pada tahun 2018, semula buku ini merupakan disertasi C. J. van Dullemen. Penelitiannya dihabiskan selama 20 tahun, dari 1986-2006. Di samping menyajikan data-data yang belum terkuak, buku ini menampilkan juga banyak foto dan sketsa bangunan yang bukan hanya karya Schoemaker sendiri.
Pembahasan dimulai dengan riwayat penulisan mengenai sosok C. P. Wolff Schoemaker, dilanjutkan dengan perkembangan arsitektur di Hindia Belanda pada permulaan abad ke-20. Dalam bagian ini Dullemen menjelaskan pengaruh timur dan barat dalam arsitektur Hindia Belanda. Pengaruh barat yang rasional diindikasikan pada solusi organisasi dan teknis untuk iklim tropis. Sedangkan pengaruh timur yang mistis diindikasikan oleh pembauran budaya dan agama serta alam tropis, sehingga menghasilkan arsitektur tradisional dari berbagai macam populasi di Nusantara.
Dullemen juga menghadirkan sejumlah nama arsitek terkemuka dari era generasi pertama. Nama P. A. J. Moojen dan Henri Maclaine Pont mengukuhkan nama mereka sebagai arsitek independen dari generasi pertama. Beberapa karyanya yang bisa dilihat, antara lain Gedung Lingkar Seni Batavia yang didesain oleh P. A. J Moojen dan Gedung Technische Hoogeschool (sekarang ITB) tahun 1918-1920 yang desainnya dibuat Henri Maclaine Pont.
Selama perang dunia berkecamuk, muncul banyak arsitek di Hindia Belanda yang kemudian menjadi terkenal, seperti Thomas Karsten, A. F. Aalbers, C. Citroen, F. J. L. Ghijsels, dan tentunya Charles Prosper Wolff Schoemaker berserta adiknya, Richard Schoemaker yang dibahas lebih rinci dalam buku itu.
Baca Juga: BUKU BANDUNG (12): Kibaran Merah Putih di Gedung DENIS
BUKU BANDUNG (11): Proklamasi, Sebulan kemudian di Bandung Anarki
BUKU BANDUNG (10): Ketika Wabah Mengubah Budaya Masyarakat Priangan
Sekolah ke Belanda
Charles Prosper Wolff Schoemaker lahir di garnisun Banyubiru, pada tanggal 25 Juli 1882 dari pasangan Jan Prosper Schoemaker dan Josephine Charlotte Wolff. Pasangan ini juga dianugerahi Maria Suzanna Arnolda yang lahir pada 1880 dan Richard Leonard Arnold yang lahir di Roermond, Belanda, pada tanggal 5 Oktober 1886. Masa kecil Schoemaker dihabiskan di Banyubiru sampai berumur dua belas tahun.
Pada tahun 1894 Schoemaker melakukan perjalanan ke Belanda dan tinggal bersama saudaranya di Nijmegen. Sebagai murid yang baik, ia berhasil mendapatkan ijazah HBS (Hogere Burgerschool) tahun 1900. Setelah itu, ia meneruskan pendidikannya di Koninklijke Militaire Academie (KMA) atau Akademi Militer Kerajaan di Breda. Karena dianggap masih muda untuk diterima langsung, pada 15 September 1900, ketika berumur delapan belas tahun, ia ikut bergabung sebagai sukarelawan infanteri sampai akhirnya ia memulai pendidikannya di KMA dan diterima menjadi kadet nomor 97 di kompi B.
Selama di KMA, Schoemaker mendapat materi menggambar ortogonal, topografi, serta geometri. Mata kuliah Arsitektur Dekoratif dan Sipil yang diampu oleh George Nicolaas Itz banyak meninggalkan kesan yang baik baginya. Schoemaker banyak berlatih menggambar, hingga suatu hari pada tahun 1903 ia membuat gambar pertamanya. Setelah menempuh masa studinya selama tiga tahun, Schoemaker memperoleh ijazah dari KMA dan diangkat sebagai Letnan Dua Zeni di KNIL (Koninklijk Nederlandsc Indisch Leger) pada tanggal 24 Juli 1905.
Pada 7 Oktober 1905, Schoemaker kembali ke Hindia Belanda dengan pangkat Letnan Dua Zeni. Ia ditempatkan di garnisun Cimahi, yang berdekatan dengan Bandung. Pada usia 23 tahun, Schomaker menikah dengan Lucie Hofstede yang sebelumnya ia kenal di Nijmegen. Dari Lucie, Schoemaker mendapatkan empat orang anak yakni, Josefine Charlotte, Jan Prosper, Richard Leonard Prosper, dan Lucie Charlotte.
Kehidupan Keluarga, Firma Arsitektur, dan Kampus
Kehidupan pribadi Wolff Schoemaker terbilang cukup rumit. Pernikahannya dengan Lucie berakhir di tahun 1917. Sesudah perceraian tersebut, ia sempat beberapa kali menikah lagi. Menurut Dullemen, Schoemaker mempunyai karakter penyuka wanita cantik. Sifat ini tak jauh dengan muridnya di Technische Hoogeschool, Sukarno, yang sama-sama menyukai keindahan paras seorang wanita.
Pada Mei 1918, Charles bersama adiknya, Richard, membentuk C. P. Schoemaker en associatie arcitecten & ingenieurs di Jalan Halmahera, Bandung. Schoemaker mendesain logo untuk firmanya itu dengan memasukkan ornamen Jawa berbentuk kepala monster. Ia juga dibantu oleh tiga orang asisten: J. Th. van Oyen dan Joop Reichert sebagai juru gambar, serta Van Leeuweun sebagai pembuat model.
Pada tahun 1922, Schoemaker menikah lagi dengan Petronella Margaretha van Oppen. Ia bertemu dengan istri barunya itu dalam sebuah komunitas Lingkar Seni Batavia. Konon, Margaretha banyak membantu kesulitan finansial Schoemaker. Namun, karena Margaretha terbukti berlaku keras terhadap anak-anak Schoemaker, hubungan pasangan ini akhirnya harus berakhir dengan perceraian tanpa menghasilkan seorang anak. Karena selalu mengalami kesusahan, pada tahun 1921 Charles mengubah namanya menjadi Wolff Schoemaker.
Pada tahun 1921 itu juga Schoemaker diangkat sebagai profesor di Technische Hoogeschool Bandung bersama adiknya, Richard. Jabatan yang diraihnya adalah asisten profesor dalam bidang Sejarah Arsitektur dan Ornamen, spesifikasi gedung, anggaran, dan perencanaan kota.
Firma yang dirintis Schoemaker bersama adiknya harus berakhir pada tahun 1924. Alasan berhentinya firma ini adalah pengangkatan Schoemaker sebagai profesor dan kepergian Richard ke Belanda. Asisten dan stafnya yang lain tetap meneruskan karier sebagai arsitek independen.
Di Technische Hoogeschool Bandung, Schoemaker bertemu pertama kali dengan Sukarno pada tahun 1921. Ia melihat Sukarno sebagai manusia cerdas dan progresif, meski ia menolak ide-ide dan aktivitas politik Sukarno. Bahkan ketika Sukarno diasingkan pada tahun 1934, Schomaker menyebut Schoemaker telah mengkhianati rakyatnya.
Tentang Agama
Sejak tahun 1915, Wolff Schoemaker diketahui telah meninggalkan agama Katolik dan memeluk agama Islam. Dari sini banyak mahasiswa pribumi Technische Hoogeschool Bandung selalu menaruh hormat kepada Schoemaker. Apalagi ia memperoleh gelar Kemal dari kawan-kawan Muslimnya.
Schoemaker juga pernah memberikan kata pengantar untuk kumpulan esai Cultuur Islam (1937). Dalam pengantarnya, ia menyebut Islam memiliki sifat humanis dan toleran.
Tidak banyak orang tahu mengenai ketertarikan lain Schoemaker. Dullemen menjelaskan bahwa sang arsitek pernah mempelajari seni Hindu dan Islam. Rumahnya yang bertempat di Van Galenweg, Bandung, dipenuhi berbagai karya seni dari negara-negara Asia. Hasil karyanya di bidang seni dapat dijumpai antara lain pada koleksi raja surat kabar Barretty, Sukarno, serta arsitek dan rekannya, Dudok. Karya yang dihasilkan berupa lukisan dua perempuan telanjang dan karya lainnya berupa satu perempuan mengenakan pakaian yang menutupi sampai bagian atas payudara.
Selain menjadi profesor, Schoemaker juga aktif pada gerakan sosial. Dalam Lingkar Seni Bandung, dia masuk sebagai anggota sampai menjadi ketua sejak tahun 1921-1926. Meski sudah berhenti menjabat ketua, Schoemaker diangkat sebagai anggota kehormatan pada 1927 atas dedikasi besar yang diberikannya.
Kisah panjang Schoemaker saat berkiprah di Bandung juga menyisakan bangunan yang sampai kini masih berdiri kokoh. Pada sampul buku Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker, gambar Villa Isola dan Gedung Merdeka berada tepat di belakang sosok Schoemaker. Dua bangunan ini diyakini sebagai simbol karya sang arsitek, selain masjid Nijlandweg (1933) dan Hotel Preanger (1929) yang tidak turut dicantumkan.
Pada tanggal 22 Mei 1949, Wolf Schoemaker meninggal dunia setelah mengalami sakit yang cukup lama. Ia menghindari upacara pemakaman secara Islam yang telah dijanjikan oleh Sukarno saat menjabat Presiden. Schoemaker memeluk kembali agama Katolik beberapa saat sebelum wafatnya. Konon, keputusannya itu bukan atas kemauan yang diinginkan Schoemaker. Menurut penjelasan Dullemen, ada tekanan mental dari keluarganya agar Schoemaker kembali memeluk agama Katolik.
Informasi Buku
Judul buku : Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C. P. Wolff Schoemaker
Pengarang : C. J. van Dullemen
Penerbit : Komunitas Bambu, Depok
Cetakan : I, 2018
Tebal : 384 halaman