• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (31): Sri Jamrud di antara Kopi, Bunga, dan Jerat Utang

CERITA ORANG BANDUNG (31): Sri Jamrud di antara Kopi, Bunga, dan Jerat Utang

Sri Jamrud sudah 25 tahun bertahan hidup dengan berjualan kopi dan bunga di kawasan Simpang Dago, Bandung. Terjerat rentenir sejak bulan awal pandemi.

Sri Jamrud (5) sedang menata dan merapikan tangkai-tangkai bunga di lapak kopinya di kawasan Simpang Dago, Bandung, Jumat (20/9/2021) siang. Sudah lebih dari 25 tahun dia menggantungkan pendapatan dari kerja ini. (Foto: Putra Wahyu Purnomo/BandungBergerak.id)

Penulis Putra Wahyu Purnomo23 September 2021


BandungBergerak.idMendung menggelayut di atas langit kawasan Dago, Bandung, Jumat (20/9/2021) siang. Di lapak kopinya di samping Simpang Dago, Sri Jamrud (50) sedang menata dan merapikan tangkai-tangkai bunga untuk dijual. Kopi dan bunga, dua barang itulah yang sudah menopang hidupnya selama 20-an tahun terakhir.

Jamrud, demikian dia biasa dipanggil, menghabiskan banyak waktunya di lapak kopi dan jalanan kota. Dari restoran ke restoran, kafe ke kafe, dia menjajakan tangkai-tangkai bunga.

"Tiap hari saya di sini. Ke rumah paling cuma mandi, tidur, balik lagi," ucapnya.

Menjual bunga, Jamrud sangat mengandalkan datangnya momen-momen khusus, seperti perayaan hari Valentine, peringatan Hari Ibu, atau acara wisuda yang berlangsung di beberapa kampus di kawasan utara Bandung. Itulah hari-hari panen. Tangkai-tangkai bunga tentu laku keras. Pendapatan lebih dia bawa pulang.

Namun, sama seperti banyak sektor kehidupan di kota, usaha Jamrud berjualan bunga juga terpukul pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung salama 1,5 tahun. Kampus tutup sehingga tak pernah ada acara wisuda lagi. Demikian juga dengan keramaian-keramaian lainnya. Tak terkecuali restoran dan kafe pun turut dibatasi jam operasionalnya.

Sebelum pagebluk, Jamrud mampu menjual tiga pot bunga dalam waktu tiga hari. Kini, satu pot saja.

"Sekarang mah lakunya lama karena orang juga mikir, daripada beli bunga mending beli beras," ucapnya, disusul tawa.

Masih tanpa uluran bantuan pemerintah, Sri Jamrud (50) saat ini berjuang sekuat tenaga untuk lepas dari jerat rentenir. (Foto: Putra Wahyu Purnomo/BandungBergerak.id)
Masih tanpa uluran bantuan pemerintah, Sri Jamrud (50) saat ini berjuang sekuat tenaga untuk lepas dari jerat rentenir. (Foto: Putra Wahyu Purnomo/BandungBergerak.id)

Uluran Tangan Pemerintah

Selama pandemi, Sri Jamrud mengaku sama sekali belum pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Sebagai orang yang lebih sering berada di jalan, dirinya merasa selalu terlewat apabila ada informasi bantuan di lingkungan tempat tinggalnya di kawasan Cisitu Lama.

"Saya itu nggak dapet bantuan. Paling kalau ada pembagian sembako di jalan, saya lari-lari ikut orang. Baru saya dapet," tuturnya.

Menurut Jamrud, selama ini pembagian bansos pemerintah terkesan tidak tepat sasaran. Masih banyak orang yang seperti dirinya justru tidak menerima bantuan sama sekali. Bantuan yang datang lewat pengurus RT atau RW hanya menyasar orang-orang terdekat mereka. Jamrud berharap agar pemerintah bisa lebih baik dalam menyalurkan bantuan sehingga orang-orang yang menggantungkan hidup di jalanan seperti dirinya memperolehnya.

"Kita penginnya adil aja gitu, Ngasih PKH (Program Keluarga Harapan) jangan ke orang itu-itu terus. Kita juga harus kebagian," ungkapnya.

Bagi Jamrud, datangnya bantuan dari pemerintah secara langsung sangatlah berarti. Terkadang ada kekesalan yang dirasakannya karena tidak pernah mendapat bantuan apa pun, padahal dirinya sangat membutuhkannya.

"Paling kesel kalo lihat orang udah ngantre PKH dapet, ngantre lagi beras raskin dapet, ngantre lagi uang UMKM dapet lagi, sementara saya gak pernah dapet," tuturnya.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (30): Kisah Jaja di Tengah Rontok Bisnis Hotel
CERITA ORANG BANDUNG (29): Icam, Sepeda, dan Keresahan Anak Muda pada Pemanasan Global
CERITA ORANG BANDUNG (28): Penjualan Seragam Sekolah Nyai Sepi Senyap Selama Pagebluk

Jerat Rentenir

Tidak adanya bantuan langsung dari pemerintah yang mampir ke rumah, memaksa Sri Jamrud memutar otak untuk bertahan hidup. Syukur-syukur bisa untuk sedikit menambah modal usahanya. Pada bulan-bulan awal pandemi, Dia terpaksa meminjam uang kepada rentenir.

Keputusan ini tidak diinginkan oleh Jamrud, tapi tidak ada pilihan lain baginya. Dia mengaku sudah beberapa kali mengajukan pinjaman ke bank konvensional, tapi selalu ditolak dengan alasan tidak memenuhi syarat.

"Jadi saya mending ke bank kayak gini (rentenir). Kita cuma modal KTP doang," katanya.

Jamrud berandai-andai, jika bantuan dari pemerintah akhirnya dia dapatkan, uangnya pastilah bisa dipakai untuk  menutup sebagian utangnya kepada rentenir. Mungkin belum akan lunas, tapi itu akan sangat meringankan.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//