• Buku
  • BUKU BANDUNG (16): Pesona Sejarah Bandung dalam Buku

BUKU BANDUNG (16): Pesona Sejarah Bandung dalam Buku

Buku Pesona Sejarah Bandung ditulis Ryzki Wiryawan, mengulas Bandung masa prasejarah hingga awal abad ke-20.

Buku Pesona Sejarah Bandung karya Ryzki Wiryawan, 2020. (Foto: Goodreads)

Penulis Hernadi Tanzil25 September 2021


BandungBergerak.id - "Apabila Bandung adalah sebuah 'Museum yang Besar', maka buku ini adalah panduan untuk mengunjunginya," demikian kalimat pertama yang mengawali deskripsi buku Pesona Sejarah Bandung karya Ryzki Wiryawan, penulis, kolektor buku antik, dosen yang juga pegiat Komunitas Aleut (komunitas sejarah Bandung).

Bandung memang Museum Besar yang pesonanya seakan tidak pernah berhenti ditulis orang sejak zaman Kolonial Belanda hingga kini. Sepertinya Bandung adalah kota yang paling banyak ditulis dalam buku. 

Pada tahun 2010 Rachmat Taufiq Hidayat menulis artikel berjudul Bandung Dalam Buku - Sebuah Survei Bibliografis yang dimuat di buku Panduan Pesta Buku Bandung, 17-23 Febuari 2010. Di artikel tersebut terdata sebanyak 105 buku yang berkaitan tentang Bandung yang terbit dari tahun 1917 hingga 2009. Sayangnya hingga kini belum ada lagi yang mendata dan mempublikasikan buku-buku Bandung yang terbit dalam 10 tahun terakhir padahal buku-buku tentang Bandung masih terus ditulis dan diterbitkan hingga terbitnya buku Pesona Sejarah Bandung.

Buku yang ditulis selama hampir 10 tahun ini awalnya adalah buku tentang sejarah Bandung dari kelahirannya hingga zaman Jepang yang jika dijadikan satu buku tebalnya bisa 1.000 halaman lebih. Namun atas beberapa pertimbangan akhirnya penulis memutuskan untuk memecahnya menjadi beberapa buku. Buku ini merupakan buku pertama dari seri Pesona Sejarah Bandung yang membahas Bandung dari zaman prasejarah hingga awal abad ke-20.

Awal Mula Bandung dan Oud Bandoeng

Buku ini terdiri dari dua bagian besar yaitu Awal Mula Bandung dan Oud Bandoeng. Di bagian pertama diawali dengan pembahasan tentang terbentuknya kawasan Bandung baik secara geologis maupun secara legenda yang masih terpelihara hingga masa kini yaitu legenda Sangkuriang. Lagenda Sangkuriang secara simbolis menyiratkan beberapa hal  seputar terbentuknya Bandung yaitu terbendungnya sungai ci Tarum (Citarum), terbentuknya danau hingga terjadinya gunung Tangkuban Parahu  akibat "amarah" Sang Kuriang. 

Di bagian pertama juga dibahas mengenai manusia prasejarah yang menghuni kawasan Bandung, kemudian terbentuknya kerajaan Galuh dan Sunda, kelahiran Bandung dengan Tumenggung Wiraangunangun sebagai penguasa/bupati Bandung pertama yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram. 

Saat wilayah Bandung dan Priangan masih dikuasai oleh Mataram, kawasan ini kurang mendapat perhatian dari pemerintahan pusat Mataram di Kartasura. Hal ini selain karena letaknya yang memang jauh dari pusat kekuasaan, hasil alam di Priangan tidak banyak memberikan kontribusi kepada Mataram yang saat itu sedang disibukkan dengan berbagai persoalan internal.  Yang lebih miris lagi adalah bagaimana sikap pemerintah pusat memperlakukan bupati-bupati Priangan antara lain dengan mengkaryakan para bupati Bandung dengan pekerjaan-pekerjaan yang mengelikan seperti mencabuti rumput di pekarangan keraton Mataram.

Di bagian ini sejarah kawasan Bandung dan Priangan terus bergulir. Secara kronologis dibahas mengenai kedatangan dan keruntuhan Kompeni, pemerintahan Daendels hingga kedatangan Inggris yang melanjutkan kebijakan Daendels untuk menjual tanah kepada pihak swasta dan penguasa-penguasa Jawa. Salah satunya adalah Andries de Wilde, seorang tuan tanah asal Belanda yang nantinya memiliki peran besar dalam pembangunan Priangan dan Bandung. De Wilde kelak menjadi seorang 'raja' lokal di mana setengah dari Kabupaten Bandung dimilikinya.  Kisah dari Andries de Wilde ini dibahas secara khusus di buku ini.

Pada Bagian Kedua yang diberi judul Oud Bandoeng (Bandung tempo dulu) dibahas mengenai perkembangan Kota Bandung di abad ke-19 hingga awal abad ke-20 di mana kekuasaan para bupati yang tadinya sangat besar terhadap rakyatnya perlahan beralih kepada orang-orang Eropa. Dari yang tadinya berkuasa bagai raja kini hanya tinggal sebagai simbol sosial dan pegawai kolonial yang menerima gaji dari pemerintahan Belanda. Di antara bupati-bupati Priangan, bupati Bandung mendapat gaji dan tunjangan 120 ribu gulden, 3-6 kali lipat lebih besar dibanding bupati lainnya. 

Dalam kepeduliannya terhadap sejarah ternyata para bupati Bandung selalu mencatat sejarah daerah dan keluarganya sebagai bukti legimitasi kepemimpinannya. Bahkan Bupati Bandung RAA. Martanegara yang dikenal sangat berjasa dalam membangun pondasi Bandung menjadi sebuah kota modern, pada tgl 20 November 1918 menetapkan pembentukan "Komisi Sejarah Bandung" yang bertugas menyusun sejarah Bandung dan sekitarnya. Komisi itu berhasil membukukan empat jilid sejarah Bandung yang dikemudian hari dilengkapi oleh penerusnya.

Di buku ini juga dibahas secara khusus  dua peristiwa besar yang terjadi di Bandung di pertengahan abad ke-19 di masa kepemimpinan Bupati Bandung Wiranatakusumah III yaitu peristiwa Hura Hara Munada yang memakan korban pejabat tinggi Eropa dan peristiwa Raksa Praja.  

Transfomasi Bandung menjadi Ibu Kota Priangan juga dibahas di buku ini. Dengan dijadikannya Bandung sebagai pusat pemerintahan karesidenan, maka Bandung mulai bebenah. Lalu lintas pengunjung Bandung baik tamu pemerintah maupun swasta semakin meningkat. Hal itu memicu didirikannya hotel, restoran, bank, dan perusahaan-perusahaan dagang Eropa di Bandung. Masuknya jalur kereta api ke Bandung juga mengubah wajah Bandung menjelang abad ke-20. Dalam waktu singkat, kawasan Bandung dan sekitarnya yang juga terkenal dengan keindahan alamnya menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.

Sebagai pelengkap buku ini menyajikan rute wisata Bandung dari Hotel Homann yang diterjemahkan dari buku Gods voor Bandoeng. Selain itu ada pula kutipan lengkap dari buku catatan perjalanan M Buys, pengelana Belanda yang menelurusi kota Bandung dan sekitarnya di akhir abad ke-19.

Buku ini diakhiri dengan potongan pengalaman William H. Sewards, pengelana asal Amerika Serikat ketika mengunjungi Bandung pada 1870 yang di antaranya memuat kesan khususnya terhadap bupati Bandung yang bertindak bagaikan raja dan pengalamannya menunjungi Curug Dago. 

Baca Juga: BUKU BANDUNG (15): Perjalanan Panjang Villa Isola Melintasi Zaman
BUKU BANDUNG (14): Yang tidak Penting bagi Matdon, (Mungkin) Penting bagi Kita
BUKU BANDUNG (13): C. P. Wolff Schoemaker sebagai Arsitek dan Seniman, serta Keterlibatannya dalam Partai Sempalan

Walau bersifat ensiklopedis namun buku setebal 244 halaman ini bukan sekedar pemaparan angka, tahun, akan apa yang pernah terjadi di Bandung hingga awal abad ke 20 saja, melainkan juga menyajikan kisah-kisah baik itu legenda maupun kisah-kisah menarik yang benar-benar terjadi di masa itu. Dengan demikian buku ini menjadi buku sejarah populer yang mengasyikan untuk dibaca.

Buku yang dilengkapi puluhan foto/ilustrasi ini sangat kaya akan informasi baik mulai dari sejarah geografis Bandung, legenda, artefak-artefak, tokoh-tokoh sejarah baik tokoh lokal dan asing yang pernah tinggal di Bandung, kebijakan para bupati dan pemerintahan kolonial di Bandung dan sekitarnya hingga obyek-obyek wisata di mata para pengelana asing. Hal ini dimungkinkan karena penulis sepertinya telah menelisik ratusan buku, koran, majalah, dan lain-lain yang terkait Bandung dan sekitarnya. Tidak heran jika buku ini memuat ratusan catatan kaki yang bersumber dari puluhan buku-buku sejarah dari yang tertua hingga terkini. 

Yang agak disayangkan dari buku ini adalah dari segi layoutnya saja. Batas margin teks pada buku ini terkesan mepet, sehingga tampilan teks dan fotonya terkesan sempit. Jika batas marginnya agak dilebarkan mungkin akan lebih nyaman dibaca.

Terlepas dari hal di atas, buku ini sangat baik untuk diapresiasi bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejarah Kota Bandung secara lengkap. Buku ini bagaikan sebuah rangkuman yang mengungkap informasi yang selama ini tercecer di beberapa buku atau bahkan informasi unik yang belum diketahui masyarakat umum. Mulai dari Bandung pada masa prasejarah hingga awal abad ke-20.

Sebagai informasi tambahan, menurut penulisnya, jilid kedua dari buku ini akan terbit di akhir tahun 2020 ini dengan judul Pesona Perkebunan di Priangan. Setelah itu rencananya akan terbit lagi hingga 5-6 jilid lagi dengan judul sebagai berikut:

Pesona Pendidikan dan Pergerakan Nasional di Bandung, Pesona Masa Keemasan Bandung (2 buku), Pesona Bangunan Kolonial di Bandung.

Informasi tentang Buku:

Judul : Pesona Sejarah Bandung - Bandung Hingga Awal Abad ke-20

Penulis : M. Ryzki Wiryawan

Penerbit : Layung

Cetakan : I, 2020

Tebal : vi + 244 hlm, 15 x 21 cm

ISBN : 978-623-92997-0-5.    

Editor: Redaksi

COMMENTS

//