LBH Bandung Ajak Warga Kirim Surat Menolak Pemecatan 57 Pegawai KPK ke Presiden Jokowi
LBH Bandung dirikan Posko Solidaritas untuk 57 Pegawai KPK yang dipecat. Posko ini untuk menggalang kepedulian warga terhadap pelemahan KPK.
Penulis Delpedro Marhaen27 September 2021
BandungBergerak.id - Dukungan terhadap 57 pegawai non-aktif KPK terus mengalir. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mendirikan posko solidaritas terkait pemecatan 57 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) beberapa waktu lalu.
Direktur LBH Bandung, Lasma Natalia mengatakan posko solidaritas ini sebagai bentuk keprihatinan warga atas polemik dan upaya pelemahan yang terjadi di tubuh KPK.
“LBH Bandung memang mendorong dan bersolidaritas terhadap peristiwa [pemecatan] yang menimpa 57 pegawai KPK ini,“ kata Natalia dalam konferensi pers daring bertajuk Peluncuran Posko Solidaritas KPK, Sabtu (25/09/21).
Ia menambahkan dengan adanya posko ini sebagai upaya mengumpulkan dukungan publik dari warga Bandung terhadap perjuangan bersama 57 pegawai non-aktif KPK dalam menolak upaya pelemahan KPK melalui TWK yang dinilai banyak pelanggaran.
“Penting untuk terus mengawal bagaimana penegakan korupsi harus dapat diberhentikan. Salah satunya bagaimana [mendesak] keseriusan pemerintah dalam merespons peristiwa yang telah terjadi di KPK,” ujarnya.
LBH Bandung menilai hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dapat membatalkan pemecatan tersebut. Oleh karena itu, salah satu kegiatan dalam posko ini mengajak partisipasi publik untuk menyurati Presiden Joko Widodo terkait penolakan pemecatan terhadap 57 pegawai KPK.
LBH Bandung meminta kepada presiden untuk segera membatalkan pemecatan terhadap 57 pegawai KPK pada 30 September mendatang. Mereka mendesak Presiden Jokowi agar mengembalikan status posisi 57 pegawai KPK yang tidak lulus TWK tersebut menjadi pegawai aktif KPK lagi, karena mereka dikenal sebagai sosok yang berintegritas.
“Teman-teman boleh bersolidaritas untuk ikut mengirimkan surat kepada presiden. Selain itu, bagaimana isu korupsi tetap menjadi isu di masyarakat, bahwa isu tersebut dekat dan berdampak sekali dengan masyarakat,” ujar Natalia.
Masyarakat, lanjut Lasma Natalia, juga berkomitmen untuk mengawal dan menolak pelemahan KPK dengan upaya pemberangusan pegawai KPK yang merupakan orang-orang yang menguak kasus mega korupsi yang ada di Indonesia. Ia juga berharap dengan adanya partisipasi publik secara luas dalam memberikan solidaritas terhadap 57 pegawai KPK tersebut, nantinya mereka dapat kembali bertugas memberantas korupsi.
Staf LBH Bandung, Wisnu menjelaskan mengenai mekanisme pemberian surat kepada Presiden Joko Widodo terkait penolakan pemecatan 57 pegawai KPK tersebut. Format surat penolakan pemecatan terhadap 57 pegawai KPK dapat diunduh melalui tautan bit.ly/UntukPresiden. Kemudian surat tersebut dimasukan ke kotak surat di posko solidaritas yang terletak di kantor LBH Bandung, Jl. Bekalivron No. 15, Cikutra.
Baca Juga: Guru Besar Fakultas Hukum Unpad: TWK jadi Alibi Pimpinan untuk Singkirkan Pegawai KPK
Menyaksikan Film KPK EndGame di Tamansari, Bandung
Lapor Covid-19 dan 57 Pegawai KPK Mendapat Tasrif Award 2021 AJI
Berdampak pada Pemberantasan Korupsi di Jawa Barat
Direktur LBH Bandung, Lasma Natalia menilai upaya pelemahan terhadap KPK dengan dipecatnya 57 pegawai KPK melalui TWK berdampak pada kondisi pemberantasan korupsi, terkhusus di Jawa Barat. Salah satunya kasus dugaan korupsi di PLTU Cirebon yang dilaporkan oleh LBH Bandung namun tidak diproses lebih lanjut karena berbagai polemik yang terjadi di KPK belakangan ini.
“Proses pemecatan 57 pegawai KPK ini bukan hanya persoalan adanya 57 orang yang diperlakukan tidak semestinya dan pelanggaran hak, tetapi ini berdampak terhadap proses penegakan hukum dan proses pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujar Natalia.
Natalia juga mengatakan dugaan kasus korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) dan pembangunan strategis terus terjadi di Jawa Barat, yang berdampak pada perampasan lahan dan ruang hidup warga sekitar.
Ia menilai keberadaan KPK tidak lagi sebagai secercah harapan bagi masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kini, lanjut Natalia, masyarakat akan hilang kepercayaan terhadap KPK dalam proses penegakan pemberantasan korupsi karena pelemahan-pelemahan yang terjadi. KPK dinilai sudah tidak lagi menjalankan amanat reformasi.
ICW: KPK kian Terpuruk
Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah merilis bahwa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK janggal. Penilaian ICW ini diperkuat dengan temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas dugaan maladministrasi penyelenggaraan TWK KPK. Hasilnya, Pimpinan KPK terbukti melakukan pelanggaran prosedur, administrasi, hingga penegakan hukum terkait penyelenggaraan TWK itu.
Menurut ICW, penyelenggaraan TWK sudah sejak awal mengundang banyak pertanyaan di tengah masyarakat. Betapa tidak, sebagian besar yang diberhentikan melalui TWK, adalah para pegawai dengan rekam jejak panjang terkait pemberantasan korupsi. Mulai dari bidang pencegahan, penindakan, hingga yang biasa mengurusi sumber daya manusia pun turut menjadi korban TWK.
“Tambah janggal lagi, hasil TWK juga menyasar penyidik yang sedang menangani perkara besar, misalnya: korupsi pengadaan bantuan sosial sembako di Kemensos dengan pelakunya kader partai politik penguasa. Sehingga menjadi wajar jika masyarakat berprasangka kalau penanganan perkara besar menjadi alasan utama di balik penyelenggaraan TWK,” demikian pernyataan resmi ICW di laman resminya, diakses Senin (27/9/2021).
KPK semakin terpuruk, kata ICW, baik dalam kerja penindakan, pencegahan, maupun pengelolaan internal kelembagaan. Misalnya, angka penurunan operasi tangkap tangan menjadi bukti konkret melemahnya lembaga antirasuah. Pada tahun 2020, KPK hanya mampu melakukan tujuh tangkap tangan, berbanding terbalik dengan periode-periode sebelumnya.