• Cerita
  • DATA BICARA: Angka Pemberian ASI Eksklusif Turun, Prevalensi Balita Stunting Melonjak

DATA BICARA: Angka Pemberian ASI Eksklusif Turun, Prevalensi Balita Stunting Melonjak

Di sepanjang 2020, ketika layanan kesehatan mandek akibat pandemi Covid-19, tingkat pemberian ASI eksklusif turun sementara prevalensi balita stunting melonjak.

Penulis Sarah Ashilah29 September 2021


BandungBergerak.idStunting masih menjadi ancaman kesehatan serius bagi bayi-bayi di Kota Bandung. Selain menghambat pertumbuhan fisik, stunting juga dapat berakibat buruk pada perkembangan mental dan kecerdasan anak.

Faktor penyebab stunting amatlah kompleks. Salah satunya adalah asupan nutrisi yang baik, yang mencakup pemberian ASI eksklusif.   

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF merekomendasikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama, dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI dan terus menyusui hingga anak berusia dua tahun lebih. Selain mencukupi seluruh gizi yang anak-anak butuhkan, pemberian ASI dapat menghindarkan mereka dari ancaman stunting.

Data dalam Profil Kesehatan Kota Bandung 2014-2020 menunjukkan adanya keterkaitan antara pemberian ASI eksklusif di Kota Bandung dan persentase balita yang menderita stunting. Dalam kurun 2014-2019, ketika jumlah bayi penerima ASI eksklusif cenderung meningkat, angka stunting cenderung turun.

Potret paling jelas tentang kaitan ini terlihat pada tahun 2017. Diketahui jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif tahun tersebut sebanyak 18.374 anak atau setara dengan 67,33 persen dari jumlah total bayi ditimbang. Sementara itu jumlah balita penderita stunting turun drastis hingga 2.509 orang atau setara dengan 1,94 persen. Prevalensi stunting ini merupakan yang terendah di Kota Bandung dalam kurun enam tahun terakhir.

Pada tahun 2020, tahun ketika pandemi Covid-19 mulai berlangsung, kondisinya berkebalikan. Tingkat pemberian ASI eksklusif anjlok seiring mandeknya layanan kesehatan akibat beragam kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas warga demi mencegah penularan virus. Pada tahun yang sama ketika angka pemberian ASI eksklusif turun tersebut, prevalensi balita stunting melambung.

Diketahui, persentase bayi yang nerima ASI eksklusif turun dari 68,41 persen pada 2019 menjadi 64,73 persen pada 2020. Prevalensi stunting, pada kurun yang sama, naik dari 6,63 persen menjadi 8,93 persen.

Baca Juga: Data Kasus Balita Stunting di Kota Bandung 2014-2020, Prevalensi Melambung di Tahun Pandemi Covid-19
Data Persentase Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk di Kota Bandung 2013-2019, Waspadai Tren Kenaikan
Data Persentase Status Gizi Balita di Kota Bandung 2013-2019, Waspadai Tren Kenaikan

Dalam artikel Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita karya Khoirun Ni’mah dan Siti Rahayu Nadhiroh, yang termuat dalam Jurnal Media Gizi Indonesia Volume 10 Nomor 1 Januari-Juni 2015 terbitan Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, disebut beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting, meliputi panjang badan lahir, riwayat ASI eksklusif, pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu.

Lewat penelitian terhadap 34 balita, diketahui bahwa persentase balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif salama enam bulan pertama lebih banyak ditemukan di kelompok balita stunting, mencapai 88,2 persen, dibandingkan dengan kelompok balita normal (61,8 persen). Dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan antara jumlah kasus atau kejadian stunting dengan pemberian ASI eksklusif. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//