Pemkot Bandung Disarankan Bikin Strategi Pengelolaan Sampah yang Tidak Monoton
Pengelolaan sampah Kota Bandung kini tidak ditangani PD. Kebersihan, melainkan oleh DLHK Kota Bandung. Pengamat menilai butuh tata kelola persampahan yang inovaif.
Penulis Bani Hakiki1 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Pemkot Bandung menambah tugas baru pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), yaitu mengelola sampah. Sebelumnya, sampah Kota Bandung ditangani PD Kebersihan. Kini, publik menunggu gebrakan DLHK di bidang pengelolaan sampah yang selama ini dinilai monoton.
Disebut monoton, karena program pengelolaan sampah Pemkot Bandung kurang inovatif dan dinamis. Polanya selalu sama setiap tahunnya, yaitu pengumpulan, angkut, dan buang ke TPA. Aktivis dari Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) Bandung, Anilawati Nurwakhidin melihat perlunya pembenahan tata kelola persampahan Kota Bandung.
“Jumlah sampah Kota Bandung yang banyak saat ini akhirnya sebagian besar diangkut ke TPA Sarimukti yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Karena tidak ada lahan yang cukup di Kota Bandung untuk menampung sampah tersebut,” tuturnya ketika dihubugi Bandungbergerak.id, Jumat (1/10/2021).
Strategi yang diterapkan Pemkot Bandung dalam satu dekade terakhir dinilai sudah usang dan tidak berdampak signifikan dalam mengurangi volume sampah. Beberapa program pengelolaan sampah Kota Bandung di antranya Kawasan Bebas Sampah (KBS) 2015 dan Kang Pisman (kurangi, pisahkan, manfaatkan). Keduanya tidak berjalan seimbang dibandingkan dengan produksi sampah yang dihasilkan rumah tangga, perindustrian, dan pembangunan.
Anilawati pun menilai setiap tahunnya Kota Bandung menghadapi masalah yang sama terkait tumpukan sampah.Pola berulang itu juga dianggap pemborosan yang justru menimbulkan permasalahan lain di sektor lingkungan.
“Jarak pengangkutannya (ke TPA) sekitar 40 kilometer. Diangkut jauh-jauh untuk akhirnya ditumpuk saja di TPA. Bayangkan berapa pemborosan yang terjadi dari proses ini. Seperti yang kita ketahui, BBM untuk truk pengangkut berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Jumlahnya terbatas,” tegasnya.
Ia pun memaparkan bahwa sampah yang datang dari Kota Bandung bukan sekadar tumpukan daun-daun atau sampah organik. Akan tetapi, terdiri dari sampah campur yang sebagian besar mengandung racun. Misalnya, racun logam berat (merkuri, kadmium, timbal) yang terdapat dalam plastik dan berbagai produk berbahan logam. Racun akan keluar saat sampah tersebut terpapar oleh cuaca lembab maupun panas secara terus menerus.
“Kondisi tersebut terjadi di TPA maupun TPS kan? Dampak (kesehatan) yang ditimbulkan tidak main-main. Contohnya kanker, penurunan kecerdasan, gangguan pada sistem syaraf, dan cacat pada bayi,” paparnya.
Baca Juga: Bandung Kota Rawan Bencana (3): Kang Pisman vs Bom Waktu Sampah
Jutaan Lembar Sampah Plastik Cemari Laut Indonesia
Cerita Orang Bandung (8): Hidup Oneng, Perempuan Pemulung Sampah Keliling
Solusi Pengelolaan Sampah
Saat ini, YPBB sedang mengembangkan sebuah program mengadopsi pola pengelolaan sampai dari Mother Earth Foundation (MEF) di Filipina. Pola ini disebut juga dengan nama Zero Waste Cities (ZWC) sebagai bentuk lanjutan dari program KBS. Tujuanya, memperluas jangkauan KBS di skala kewilayahan, sepert kelurahan maupun kecamatan.
Secara prinsip, ZWC berperan untuk medorong penanganan dan pencegahan sampah bertumpuk. Pengelolaan dilakukan secara desentralisasi sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah (holistik). Dalam pelaksanaannya, pemilahan sampah sejak dari rumah menjadi prinsip utama.
“Jumlah sampah yang diangkut meningkat terus dari hari ke hari. TPA makin cepat penuh. Sehingga, kalau kita hanya bertumpu pada kesadaran masyarakat saja, mau kapan perubahan di kota ini terjadi?” ungkap Anilawati.
Langkah awal yang bisa dilakukan untuk menerapkan ZWC yaitu memulai penguatan regulasi dan kelembagaan dari tingkat kota hingga tingkat kewilayahan di bawahnya. Upaya tersebut membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang cukup. Maka dari itu, Pemkot Bandung juga perlu membentuk sistem pembayaran petugas pengumpul sampah yang baik.
Sementara itu, para pejabat kewilayahan bisa berperan sebagai penanggung jawab yang memiliki wewenang atas strategi tersebut disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing. Mekanisme ini dinilai dapat menggaet lebih luas elemen masyarakat yang ada di Kota Bandung.
“Pada dasarnya masyarakat itu akan nurut-nurut aja sama pemerintah sepanjang aturannya jelas, sanksinya jelas, dan ada penegakan hukumnya juga,” pungkas Anilawati.
Belum Ada Program Baru
Salah satu strategi yang kini dilakukan Pemkot Bandung di bidang pengelolaan sampah ialah menugaskan DLHK Kota Bandung menangani sampah. Tugas ini diambil alih DLHK dari PD. Kebersihan. Namun belum ada program baru yang akan dijalankan DLHK Kota Bandung.
Kepala DLHK Kota Bandung Dudy Prayudi menyatakan program utama yang dijalankan tetap sama, yakni Kang Pisman. Begitu juga dengan SDM-nya yang diambil dari PD Kebersihan. Saat ini, ada sebanyak lebih dari 739 personel lapangan untuk pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan, pengangkutan hingga pembuangan menuju TPA.
Ratusan personel tersebut dibagi ke dalam enam wilayah utama, yaitu Tegalega, Bojonagara, Cibeunying, Karees, Ujungberung dan Arcamanik (Ubermanik) serta Kordon dan Gedebage (Kordoba).
Beberapa tugas personel itu di antaranya sopir, kenek, penagih, dan logistik. Sebaran koordinasinya cukup banyak, terdiri dari koordinator di kewilayahan, koordiator logistik, koordinator pengelola sampah, koordinator pengelolaan sampah pelanggan, juga sampah komersil dan kemitraan.
Mengenai status para pegawai, Dudy Prayudi menjanjikan insentif dan status kerja yang dinilai lebih baik dari sebelumnya.
“Jadi, poin utamanya SDM-nya masih tetap. Dulu di bawah PD. Kebersihan sekarang di bawah kami. Statusnya PLH (pekerja lepas harian), insyaallah UMR. Kalau dibandingkan dengan gajinya di PD, sekarang ada peningkatan,” ungkapnya, dalam siaran pers, Kamis (30/9/2021).