• Kolom
  • JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (3): Partai Nasional Indonesia Afdeeling Bandung

JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (3): Partai Nasional Indonesia Afdeeling Bandung

Di bawah kemudi Sukarno, PNI Bandung menjaring sebanyak mungkin anggota lewat propaganda. Juga digelar acara-acara yang melibatkan tokoh organisasi-organisasi lain.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Suasana kongres pertama Partai Nasiobal Indonesia (PNI) di Surabaya. Duduk paling depan dari kiri ke kanan, yaitu Dr. Samsi Sastrowidagdo, Sukarno, dan Iskaq Tjokrohadisurjo. (Foto: Dokumentasi Leiden University Libraries Digital Collections)

2 Oktober 2021


BandungBergerak.id - Setelah Perserikatan Nasional Indonesia berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia di kongres di Surabaya, Mei 1928, cabang-cabang PNI pun dibentuk di beberapa daerah. Bob Hearing menyebut, sampai tahun 1929 PNI mempunyai 9 cabang yang semuanya berada di Pulau Jawa, yakni cabang Jakarta dengan 643 anggota, Yogyakarta 110 anggota, Surabaya 482 anggota, Pekalongan 30 anggota, Cirebon 30 anggota, dan PNI afdeeling Bandung sebagai wilayah dibentuknya PNI pertama kali dengan 400 anggota.

Namun, menurut Giebels cabang-cabang PNI yang sudah didirikan melingkupi Jakarta, Semarang, Cirebon, Pekalongan, Surakarta, Surabaya, dan Manado yang merupakan satu-satunya wilayah di luar Jawa. Lebih lanjut, Giebels menyebutkan bahwa sampai tahun 1928 jumlah anggota PNI diperkirakan sekitar 3.000 orang. Dua pertiganya berasal dari cabang Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Didirikan pada Juli 1927, PNI afdeeling Bandung secara bertahap membangun propaganda di bawah arahan Sukarno yang waktu itu berada di Bandung sebagai pimpinan PNI. Dibantu oleh Gatot Mangkupradja dan Maskun, Sukarno terus melebarkan sayap keanggotaan PNI Bandung hingga mendapatkan massa yang cukup banyak. Ia membuka pintu seluas-luasnya bagi siapa pun yang ingin menjadi bagian dari PNI.

Berbeda dengan perhitungan Bob Hearing, John Ingleson menyebut sejak berdirinya pada pertengahan tahun 1927 sampai bulan Desember 1928, anggota PNI afdeeling Bandung hanya tercatat 564 orang. Dalam perkembangan berikutnya, sampai Desember 1929, jumlah anggotanya bertambah sebanyak 5.746 orang.

Penambahan jumlah anggota ini bisa dibilang berkat pidato-pidato Sukarno yang terus dilakukan untuk menarik perhatian massa. Selain itu, menurut Ingleson, juga berkat keputusan pengurus pusat untuk beralih dari pembenahan organisasi dan konsolidasi partai menuju ke fase selanjutnya, yakni pengembangan partai massa.

Upaya pengembangan partai dilakukan dengan cara ekspansi untuk memperluas cakupan massa. Selama 18 bulan pertama, anggota-anggota baru cukup sulit diperoleh karena para calon anggota yang terlihat potensial wajib mengikuti berbagai kursus dan harus lulus ujian, meski pada tahun 1929 PNI melonggarkan syarat keanggotaannya. Ekspansi perekrutan anggota dilakukan oleh PNI afdeeling Bandung di bawah naungan Sukarno dengan mengharuskan anggotanya mencari anggota baru. Dari sanalah muncul upaya untuk mendaftarkan jumlah yang besar calon anggota yang akan masuk ke dalam Partai Nasional Indonesia (Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia Tahun 1927-1934).

Pada September 1929, PNI Bandung telah memiliki susunan kepengurusan yang baru. Het nieuws van den dag voor Nederlandsche-Indie edisi 24 September 1929 melaporkan bahwa Manadi mengambil alih pimpinan PNI Bandung sebagai ketua, sedangkan posisi wakil ketua dijabat oleh Moehamad Taib. Juga ada Soetardjo sebagai sekretaris dan Soegiri sebagai bendahara. Empat orang lainnya dari kepengurusan baru ini pun masuk dalam bidang komisaris, yakni Soma, Soekanda, Aslam, dan Kartawirja.

Baca Juga: JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (2): Dari Rumah Tjipto Mangoenkoesoemo ke Regentsweg 22
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (1): Bermula dari Studieclub Bandung

Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara

Sejak PNI afdeeling Bandung berada di bawah kepemimpinan Sukarno, banyak kegiatan yang digelar oleh pengurus dengan menarik perhatian organisasi pribumi lainnya. Contohnya, peringatan pengasingan Tjipto Mangoenkoesoemo ke Bandaneira. Kegiatan yang berlangsung pada Minggu, 30 Desember 1928 itu terekam dalam surat kabar Sipatahoenan, media berbahasa Sunda bentukan Paguyuban Pasundan.

Dalam Sipatahoenan edisi 9 Januari 1929 disebutkan bahwa PNI cabang Bandung telah mengadakan pertemuan anggota pada hari Minggu, 30 Desember 1929. Acara tersebut berlangsung di Gedung Medan Pertemoean Indonesia dengan pengawasan cukup ketat oleh polisi Hindia Belanda. Adapun jumlah yang hadir dalam kegiatan itu sekitar 500 orang yang terdiri dari kaum laki-laki dan perempuan. Mewakili perkumpulan lain, hadir Sabirin dari PSI, Gatot Soetadipradja dari Paguyuban Pasundan, serta perwakilan pers yakni Sin Po dan Sipatahoenan.

Acara peringatan itu dibuka oleh Sukarno sebagai ketua. Selain mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan, Sukarno menjelaskan maksud digelarnya acara peringatan pengasingan Tjipto Mangoenkoesoemo ke Bandaneira. Karena Tjipto dilihat sebagai sosok yang peduli terhadap Tanah Air, kegiatan peingatan ini penting dilakukan. Ditambah lagi, Tjipto merupakan tokoh nasionalis yang pernah merumpun di Bandung, sebelum kiprahnya berakhir di kawasan utara yang jauh dari Pulau Jawa.

“Saparantosna nganoehoenkeun ka soegri noe saroemping, ladjeng andjeunna nerangkeun naon maksadna ngayakeun eta kempelan, nja eta kangge pangemoet-ngemoet kana djasana djr. Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo anoe parantos ka tiloe kali ieu diboeang, koe djalaran taladjakna dina enggoning ngabela bangsa sareng lemah tjai oerang, nja eta: Ngawitan ka poelo Banda tempat ajeuna andjeunna linggih, namoeng harita mah kawidian ngalih ka Eropa. Ka doea kali ka Bandoeng, ka tiloe kalian, nya ajeuna ka Banda deui.” (Setelah mengucapkan terima kasih kepada para hadirin, lalu ia menerangkan apa maksud dari digelarnya acara itu, yakni untuk memperingati jasa Dr. Tjipto Mangunkusumo yang sudah tiga kali diasingkan, oleh sebab sikapnya yang membela bangsa dan Tanah Air kta, yaitu: Dimulai ke Pulau Banda tempat dirinya bermukim, namun dulu diasingkan ke Eropa. Untuk kedua kalinya di Bandung, ketiga kalinya, dia diasingkan lagi ke Banda.)  (Sipatahoenan, 9 Januari 1929).

Beralihnya kepengurusan ke tangan Manadi, tidak membuat propaganda PNI Bandung banyak bergeser. Kemajuan dibuat dengan tetap menggelar vergadering-vergadering seperti sebelumnya. Dalam salah satu acara, turut diundang Ki Hajar Dewantara sebagai penggagas sekolah Taman Siswa bersama para tokoh PNI terkemuka. Berita yang tercatat dalam Bataviaasch Nieuwsblad edisi 21 November 1929 melaporkan bahwa pertemuan itu akan dilaksanakan di Gedung Bioskop Oranje pada hari Minggu berikutnya.

Selain Ki Hajar Dewantara, pertemuan itu juga menghadirkan Sukarno, Manadi, dan Gatot Mangkupradja untuk berbicara di hadapan pengurus dan para anggota dengan diadakan dua kali berturut-turut. Bagi Ki Hajar Dewantara, kegiatan itu mungkin mengingatkan pada nama sebelumnya, Suwardi Suryaningrat, saat dirinya berada di Bandung memimpin pergerakan Sarekat Islam Bandung dan menjadi sekretaris Comite Boemi Poetra.

Hubungan Partai Nasional Indonesia dengan Ki Hajar Dewantara sendiri, bisa dikatakan terjalin berkat andil Sukarno. Saat ia menjadi mahasiswa tahun 1923, ia ditunjuk untuk memimpin sekolah Taman Siswa di wilayah Bandung. Mungkin di sinilah hubungan Sukarno dengan Ki Hajar Dewantara berlangsung cukup erat hingga namanya terhubung 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//