• Kampus
  • Terlalu Dini bagi Indonesia untuk Transisi dari Pandemi ke Endemi

Terlalu Dini bagi Indonesia untuk Transisi dari Pandemi ke Endemi

Perubahan pandemi Covid-19 ke endemi yang dilontarkan Presiden Joko Widodo dikhawatirkan membuat masyarkat abai terhadap protokol kesehatan.

Para petugas kesehatan berjibaku saat melakukan pendataan dan tes swab PCR bagi pasien yang miliki riwayat bergejala atau kontak erat dengan warga positif Covid-19 di Puskesmas Tamblong, Bandung, Senin (14/6/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana2 Oktober 2021


BandungBergerak.idPemerintah pusat mewacanakan status pandemi Covid-19 di Indonesia menjadi endemi. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya saat meninjau pelaksanaan vaksinasi di SLB Negeri 1 Yogyakarta, DIY pada Jumat, 10 September 2021 lalu. Presiden Joko Widodo menyebutkan Covid-19 tak bisa diprediksi kapan hilangnya. Ia mengajak semua pihak untuk bersiap dengan transisi pandemi ke endemi sebagai langkah hidup berdampingan dengan Covid-19.

Namun ekonom yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) Abdul Ghofar menilai wacana transisi dari pandemi ke endemic terlalu dini. Keputusan menjadikan Covid-19 sebagai endemi akan berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat. Dikhawatirkan masyarakat menjadi abai terhadap protokol kesehatan.

Di saat yang sama, pemerintah dinilai akan kesulitan menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat ketika transisi dari pandemi ke endemi.

“Ketika endemi sudah dideklarasikan, itu akan berpengaruh terhadap pergerakan kegiatan masyarakat. Masyarakat kita akan cenderung merasa bahwa Covid-19 sudah selesai. Berbahayanya adalah ketika masyarakat menjadi abai dengan protokol kesehatan,” kata Abdul Ghofar, mengutip laman resmi Universitas Brawijaya, Sabtu (2/10/2021).

Transisi tersebut dikhawatirkan dapat memicu kasus semakin tinggi sementara kebijakan pembatasan juga akan semakin susah karena sudah dianggap endemi, bukan lagi pandemi. Selain itu, belum ada satu pun negara di dunia yang menjadikan Covid-19 sebagai endemi. Semuanya masih menganggap Covid-19 sebagai pandemi meskipun sejumlah negara telah melonggarkan aktivitas warganya.

Kata Abdul Ghofar, ada tiga kunci penting yang harus dicapai pemerintah supaya transisi dari pandemi ke endemi tidak memicu masalah baru. Yakni capaian vaksinasi, standart kesehatan, dan kebiasaan new normal masyarakat.

Baca Juga: Bertahan Hidup dengan Perahu Penyeberangan Sungai Citarum
PTM Terbatas Kota Bandung: Dinas Kesehatan Didesak Perketat Pengawasan
Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Terdapat 445 Pasien Dirawat

Mengurangi Beban Anggaran

Seandainya kini masuk pascapandemi, namun perekonomian tidak bisa langsung naik. Abdul Ghofar justru melihat akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di masing-masing negara atau yang disebut dengan uneven economic growth.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah capaian vaksinasi Covid-19 dan standar layanan kesehatan di masing-masing negara, serta efektivitas stimulus perekonomian yang dilakukan oleh masing-masing negara.

“Ini yang kita sebut dengan adanya uneven economic growth, jadi pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Negara-negara yang vaksinasinya tinggi, kemudian standart kesehatannya tinggi itu akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi daripada negara-negara yang tingkat vaksinasinya rendah, selain tentu stimulus yang dilakukan oleh pemerintah,” terangnya.

Capaian vaksinasi Covid-19 di Indonesia sendiri masih belum menjangkau target. Agar tidak memicu persoalan pada proses tansisi dari pandemi ke endemi, pemerintah harus mengerjar target minimal capaian vaksinasi sebesar 70 persen dari total jumlah penduduknya.

“Program vaksinasi itu harus cepat diselesaikan sampai kita mencapai 70 persen. Kalau perlu digelontorkan besar-besaran untuk vaksinasi. Memang tingkat kasus harian saat ini turun. Tapi yang jadi masalah kemudian kasus bisa jadi akan naik kalau vaksinasinya belum mencapai herd immunity,” katanya.

Tugas lain pemerintah ialah menciptakan budaya new normal di tengah masyarakat. Yakni membiasakan masyarakat supaya tetap disiplin menjalani protokol kesehatan meskipun kasus Covid-19 sedang turun.

“Sosialisasi pentingnya protokol kesehatan harus terus dilakuan. Itu saya kira harus tetap dijalankan walaupun nanti ini sudah dianggap endemi. Yang betul-betul new normal adalah ketika pemerintah menyatakan ini endemi, bukan pandemi lagi. Itu baru new normal beneran,” katanya.

Ghofar menilai, pemerintah mulai merencanakan transisi dari pandemi ke endemi untuk mengurangi beban anggaran pemerintah. Sebab jika sudah endemi, pemerintah tidak terlalu banyak ikut campur terkait dengan pembiayaan kesehatan masyarakat.

“Jangan-jangan pemerintah cepat-cepat mengatakan ini endemi supaya beban pemerintah terhadap kesehatan turun karena tidak lagi menjadi pandemi. Kalau sudah endemi pemerintah sudah tidak terlalu banyak ikut campur pembiayaannya. Kalau niatnya seperti itu, beban masyarakat akan semakin tinggi,” pungkasnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//