MEMORABILIA BUKU (12): Merayakan Pramoedya Ananta Toer di Bandung
Perburuan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer di Bandung menghubungkan saya dengan sesama pembaca buku Pram dan menggiring saya ke dunia tulis-menulis.
Deni Rachman
Pemilik Lawang Buku, pegiat perbukuan, dan penulis buku Pohon Buku di Bandung.
3 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Tahun 2003 menjadi momen bertemu sastrawan Pramoedya Ananta Toer di Bandung sebelum puncaknya bisa beranjangsana ke rumahnya di Bojonggede, Bogor, dua tahun kemudian. Anjangsana itu rupanya menjadi pertemuan muka terakhir kalinya karena setahun kemudian, tepatnya 30 April 2006, penulis besar tersebut meninggal dunia.
Pram yang saya kenal adalah seorang keras hati, keras kehendak, kalau bicara suka menerawang diselingi semacam kelebatan kerut air muka mengingat asam garam masa lalu. Seluruh gerak-geriknya dimantapkan dengan murah senyum, tertawa lepas, dan pembawaan yang hangat terutama jika mengobrol dengan anak-anak muda atau para Pramis atau Pramolog. Berkali-kali yang ditandaskannya adalah soal keberanian melawan tirani dan kesempatan anak muda untuk tampil berkarya.
Mengisahkan Pram tidak akan rampung hanya dalam satu tulisan. Kiranya tulisan ini hanyalah sepenggal kisah pengalaman bertemu muka dengannya.
Perburuan Buku Pram
Menjelang reformasi 1998, ketika masih di bangku SMA, saya mulai menetap di Bandung. Perburuan buku-buku sejarah dan sastra dimulai dari toko buku besar hingga yang ada di emperan. Momen paling khusyuk tentu saja tiba ketika ada fasilitas baca gratis di Toko Buku (TB) Qta di Jalan Riau, terletak di antara RS Sariningsih dan RS Jiwa. Satu kemewahan di toko buku itu adalah kita bisa melambatkan waktu, menghabiskan seharian membaca sebelum akhirnya membeli buku.
Berbanding terbalik dengan situasi di Toko Buku Gramedia. Jika ketahuan membaca dan membuka plastik buku, saya ditegur oleh petugas keamanan atau penjaga toko. TB Gunung Agung masih moderat: boleh membaca gratis asal jangan duduk lesehan di lantai. Jelaslah Toko Buku Qta selalu penuh pengunjung dan jadi tempat favorit.
Mula-mula buku-buku sejarah dan sastra langka, termasuk yang terlarang di masa Orde Baru, saya dapatkan dari ‘toko’ emperan yang digelar di area parkir showroom mobil yang terletak di perempatan Jalan Merdeka-Jalan Riau. Saya sesekali menemukan buku D.N. Aidit dan juga Pramoedya Ananta Toer. Indra, sang pelapak, menamainya Jaringan Buku Alternatif (JBA). Terkadang saya menemui lapakan ini dalam acara di CCF (sekarang IFI) di Jalan Purnawarman. Sambil duduk berjongkok, memilah dan memilih, membaca, juga menawar harga, satu persatu saya mulai bisa mengoleksi buku-buku karya Pram dengan harga murah, sekitar 15–40 ribu rupiah.
Yang memantik kegemaran membaca buku-buku Pram pertama kali adalah kawan sekampus. Rina namanya, seorang mahasiswa Jurusan Kimia yang kutu buku. Ini tentu sebuah keunikan tersendiri. Di sela-sela praktikum di laboratorium, saya lihat Rina membaca buku Bumi Manusia. Sampai suatu waktu, dia meminjamkan saya sambungan lainnya: Jejak Langkah.
Hingga sebulan kemudian, saya sempat membiarkan buku itu teronggok. Rina menagih bukunya. Saya paksakan membacanya. Sejak awal halaman, saya tak menyangka bisa demikian terbawa oleh arus alur cerita. Akhirnya dalam waktu seminggu tamatlah saya membaca. Buku pertama menjadi incaran selanjutnya.
Selain dari Indra, buku-buku Pramoedya Ananta saya dapatkan pula di TB Fortuna dan TB Ampera Palasari, Tobucil, Omuniuum, dan Ultimus. Buku-buku stok tersedia terbitan Hasta Mitra sesekali saya jual juga ketika awal-awal berpameran buku. Perburuan buku ini menghubungkan saya dengan sesama pembaca buku Pram dan menggiring saya ke dunia tulis-menulis.
Pram ke Bandung
Pada Januari 2003 saya bergabung dengan Klab Baca Pram (KBP) besutan Daniel Mahendra di Toko Buku Kecil. Dua bulan kemudian, saya bisa bertemu juga dengan Pram. Beberapa kawan KBP, setahu saya, sempat lebih dulu beranjangsana ke rumah Pram di Utan Kayu, Jakarta.
Kabar kedatangan Pram menyebar lewat satu berita pesan singkat (SMS) berantai di gawai poliponik. Begitu mendengar Pram akan datang ke Bandung, malam itu juga saya segera bergegas ke Gedung Indonesia Menggugat (GIM). Disambut dengan iringan musik keroncong, malam itu Pram datang memakai batik dan topi khasnya. Tangan Pram menekan tongkat yang menyangga tubuhnya. Taya lihat juga Ibu Maemunah, Mbak Titi, Mas Yudhistira, dan Taufik Rahzen berjalan mengiringi Pram.
Sebelum orasi dimulai, para pengunjung berebutan ingin berfoto dengan Pram. Lokasi potret bersama Pram di antaranya di ruangan tamu GIM sebelah kanan. Pengunjung tambah berjubel ketika acara hendak dimulai dan meluberi ruangan utama hingga sebagian pengunjung duduk di lantai.
Saya, Wiku Baskoro, dan Bung Dien Iqbal sempat merekam orasi budaya Pram tersebut dan mentranskripnya di zine KompalKampil (Membaca Pramoedya) edisi 4/I/26 April 2003. Sekadar untuk menyimpan ulang memorinya, orasi Pram saya muat di buku yang saya susun, Pram dalam Kliping (Propublic, 2020). Dokumen lainnya yang berhasil disimpan yaitu beberapa foto Pram hasil jepretan fotografer Agus Bebeng.
Sepanjang saya mengenal Pram, ada suara nyinyir dan sinis baik terhadap Pram maupun komunitas pembacanya atau Pramis. Ada yang menyebut Klab Baca Pram seakan-akan menjadi ‘satu agama’, yang lain menyebut Pram si tua bangka nurus tunjung. Bahkan umumnya orang nyinyir terhadap kepopuleran Pram pascareformasi karena ia dicap terlibat PKI, organisasi terlarang di masa Orde Baru.
Setelah tiga tahun mengenal Pram lebih dekat, terutama melalui karya dan komunitasnya, saya berkesempatan beranjangsana ke rumahnya di Bojonggede, Bogor. Anjangsana berikutnya ke rumah itu pada tahun 2018 kiranya akan saya tuliskan dalam satu tulisan utuh.
Buat saya, Pram adalah sosok yang mengenalkan pentingnya menulis untuk kepentingan sejarah, pendekar kliping yang tak kenal menyerah, dan berani mengambil keputusan.
Baca Juga: MEMORABILIA BUKU (11): Kenangan Toko Buku Djawa
MEMORABILIA BUKU (10): Keakraban Pasar Buku Sabuga 2006
MEMORABILIA BUKU (9): Pameran Buku di Landmark Bandung sejak 2003 sampai Dihentikan Pandemi
Kronik Pramoedya Ananta Toer dan apresiasinya di Bandung
- 26-27 Mei 2000
Mangir. Pementasan teater STEMA ITB, naskah Pramoedya Ananta Toer, sutradara: A. Pepson, Pimpinan Produksi: Rika Marni. CCF Bandung, Jumat-Sabtu, 26-27 Mei 2000, Pukul 19.30.
Disertai Diskusi Panel “Demitologi Sejarah melalui Sastra pada Cerita Mangir bersama Nirwan Dewanto, Senin, 29 Mei 2000, Puku 19.30 di CCF Bandung.
- 23 April 2003
“Asia-Afrika! Buku, Tatanan Dunia Baru”
Memperingati Konferensi Asia Afrika dan Hari Buku Internasional. Orasi budaya: Pramoedya Ananta Toer. Gedung Indonesia Menggugat, 23 April 2003 (malam). Diskusi dimoderatori oleh Taufik Rahzen.
- 22-24 September 2003
Lomba Baca Cerpen Pramoedya. Gedung Indonesia Menggugat, 22 – 24 September 2003. Diikuti oleh 25 siswa. Juara I: Intan Anggita Pratiwie (SMU 2 Tasikmalaya), Juara II: Fidya Meditia Putri (SMU 5 Bandung). Juara III: Ratag J.G. Louise (SMU 1 BPK Penabur Bandung). Juara Harapan I (S. A. Nugroho (SMU 10 Bandung), Juara Harapan II: M.J. Dipanegara (SMU 10 Bandung), Juara III: Yesie Irawan (SMU 1 BPK Penabur Bandung). Tim Juri: Erwan Juhara (Yayasan Jendela Seni Bandung), Nenden Lilis Aisah (Dosen), Eriyandi Budiman (Sastrawan).
Disertai:
Malam Anak Bangsa Membaca Pramoedya. Monolog & Anugerah para Pemenang Lomba. Gedung Indonesia Menggugat, 24 September 2003 (malam). Penampil monolog: Iman Soleh, Ayi Kurnia, Dedi Warsana. MC: Ima Rochmawati. Performance Art: Yoyoyo Yogasmana & Frino Bachrianur. Penampil music: Mukti-mukti. Pembaca cerpen Tai Lalat: Nenie Muhidin.
- 29 Mei 2004
Bahas Buku Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra. Tobucil, Jln. Kyai Gede Utama No.8 Bandung, Pukul 15.30.
- 28 Mei 2005
Mengenang Jejak Langkah Pramoedya. Toko Buku Malka. Dihadiri: Maemunah (istri Pram), Astuti Ananta Toer & Yudhistira Ananta Toer (anak-anak Pram).
- 8 Juni 2006
Stok Buku Bandung - Pameran & Festival Buku, Gedung Indonesia Menggugat.
Diskusi Pramoedya dan Angkatan Muda. Moderator: Argus (Kerabat Indonesia). Pembicara: Daniel Mahendera (Pramoedya Institute). Pukul: 15.30-18.00.
Renungan dan Do’a 40 Hari Meninggalnya Pramoedya Ananta Toer. Pukul 19.00 – selesai.
- 21-22 Desember 2006
Nyai Ontosoroh. Pementasan teater BERSAMA. Adaptasi dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, naskah: Faiza Mardzoeki. Sutradara & Pimpinan Produksi: Yunis Kartika. STSI Bandung, 21-22 Desember 2006, pukul 20.00-21.30.
Disertai:
Pameran Poster Cover Buku dan Buku-buku Karya Pramoedya Ananta Toer, 21-22 Desember 2006, pukul 09.00-20.00.
Diskusi Publik “Proses Kreatif Adaptasi Novel ke Pementasan Teater”
Pembicara: Arthur S. Nalan (Ketua STSI), Faiza Mardzoeki (Penulis Naskah), Yunis Kartika (Teater Bersama). Moderator: Daniel Mahendra. Kamis, 21 Desember 2006, pukul 15.30-18.00 WIB.
Diskusi Publik “Pramoedya, Karyanya, dan Tokoh-tokoh Perempuan di dalamnya”
Pembicara: Dien F. Iqbal (Dosen Psikologi UNPAD), Desi Budiyanti (Jaringan Relawan Independen), Nenden Lilis (Sastrawati/ Dosen Fakultas Bahasa dan Seni UPI Bandung). Moderator: Daniel Mahendra.
- Juli 2013
Reading Grup Tetralogi Buru-Pramoedya Ananta Toer. Inisiator: Andrias Arifin, Gun Agustian, Rama Prabu. Kegiatan setiap Kamis malam, berpindah-pindah tempat (Ultimus, TB Reading Lights, Kosan Iiw, Kosan Agnes). Sumber informasi: Andrias Arifin.
- 10-11 Maret 2017
Bunga Penutup Abad. Pementasan Teater. Adaptasi dari novel Pramoedya Ananta Toer. Sutradara & penulis naskah: Wawan Sofwan. Pemain: Reza Rahadia, Heppy Salma, Chelsea Islan,Lukman Sardi. Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat. Pukul 20.00.
- 15 Januari – 26 Februari 2020
Tadarusan Buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Penyelenggara: Asian African Reading Club. Tempat: Museum Konperensi Asia-Afrika. Setiap Rabu, pukul 16.45-20.00.
Disertai:
Nonton Bareng Film Dokumenter: Jalan Raya Pos. Karya: Bernie IJdis. Pembahas: Oky Syeiful R. Harahap. Museum KAA, 12 Februari 2020, pukul 16.45-20.00.
- Juni 2020
Reading Grup Arus Balik (via Zoom). Penyelenggara: Pamatri Literasi Forum TBM Jabar. Rekaman bisa dilihat di saluran YouTube: Pamatri TV.
Salambuku!