MEMORABILIA BUKU (9): Pameran Buku di Landmark Bandung sejak 2003 sampai Dihentikan Pandemi
Tak disangka ketika awalnya datang ke pameran buku hanya sekadar pengunjung, kini malah turut ambil bagian menjadi pendagang buku.
Deni Rachman
Pemilik Lawang Buku, pegiat perbukuan, dan penulis buku Pohon Buku di Bandung.
12 September 2021
BandungBergerak.id - Berdagang buku dari pameran ke pameran selama hampir 20 tahun banyak memberi kesan dan pengalaman mendalam. Tak disangka ketika awalnya datang ke pameran buku hanya sekadar jadi pengunjung dan pengumpul katalog buku, kini malah turut ambil bagian di dalamnya: menjadi penjaja buku. Gedung Landmark yang berlokasi di Jalan Braga 129, sejak tahun 2003 menjadi tumpuan harapan dapur biar tetap berkepul sekaligus pelepas rindu temu antarpegiat buku.
Dari penelusuran jejak buku panduan Pameran Buku Nasional Ikapi Jabar, didapatkanlah informasi pameran buku di gedung Landmark ini sudah ada setidaknya dari tahun 1993. Sedangkan dari wawancara saya tahun 2008 dengan Dadi Pakar (Ketua Ikapi 1998-2002) sebelum beliau wafat, pameran buku yang digagas olehnya diadakan untuk pertama kali di eks Gedung Jaarbeurs (Kologdam, Jalan Aceh) dari tahun 1982-1984, setelah itu nomaden diadakan di BIP, Kings, Dezon, dan akhirnya di gedung Landmark.
Gedung yang dijadikan tempat berpameran ini bisa jadi tidak asal pilih. Dari sisi historis, menurut saya gedung ini memiliki tautan sejarah buku yang panjang di Bandung sejak tahun 1920-an. Kala itu, gedung yang bergaya arsitek Eropa-Indonesia dengan ciri khas ornamen batara kala di pilar-pilarnya ini merupakan toko buku van Dorp yang terkenal dan berjaya pada zamannya. Tak hanya toko buku, van Dorp juga menjadi penerbit dan distributor. Dan tak hanya di Bandung, van Dorp membuka tokonya di beberapa kota besar seperti Semarang, Surabaya, dan Malang (Van Dorp’s Boekencatalogus 1940-1941 terbitan tahun 1939). Gedung ini sempat menjadi bioskop Pop dan saat ini menjadi diskotik sekaligus gedung untuk pameran.
Sebelumnya, pameran buku yang diselenggarakan Ikapi cakupannya berskala nasional seperti yang saya temukan dari buku panduan Pameran Buku Nasional VIII 1991, bertempat di Plaza Bandung Indah (sekarang BIP), 19 – 23 September 1991; Pameran Buku Nasional 1993 (1 – 7 September); dan Pameran Buku Nasional 1995 (19 – 26 Agustus). Baru kemudian setidaknya sejak tahun 2003 yang saya alami langsung, pameran buku berubah menjadi skala Bandung dan Jawa Barat. Awalnya event bernama Pameran Buku Bandung berlangsung rutin setahun sekali, setiap bulan Agustus. Mulai tahun 2007 dan seterusnya, pameran buku diadakan 3-4 kali dalam setahun dengan nama berbeda-beda: Pameran Buku Bandung, Islamic Book Fair, Jabar Book Fair, Pesta Buku Diskon, Pesta Buku Bandung, dan Academic Book Fair.
Baca Juga: MEMORABILIA BUKU (8): Pertama Kali Ikut Pameran Buku, Ketemu Andrea Hirata dan Andy Rif
MEMORABILIA BUKU (7): Festival Buku Asia Afrika dan Komunitas Baca Asian African Reading Club
MEMORABILIA BUKU (6): Menjadi Reseller Penerbit Mizan, Ijazah Jadi Jaminan
MEMORABILIA BUKU (5): Menjadi Mitra Penerbit Kiblat, dari Diskusi sampai Ketemu Jodoh
Berburu Katalog Buku Stand Pameran
Salah satu yang mengasyikkan dari pameran adalah keseruan mengumpulkan katalog buku dari stand-stand peserta pameran. Sebelum saya terlibat ambil bagian menjadi peserta pameran, sejak kuliah saya kerap menghadiri ajang pameran di Landmark ini. Selain meminta katalog dan kartu nama kepada para penjaga stand, saya pun bisa mengobrol dengan penjaga stand. Sesekali saya sering bertanya beberapa isi buku yang dipamerkan dan buku jagoan apa saja yang jadi andalan stand tersebut. Keseruan lainnya adalah berburu buku obral dan buku yang terbitannya mulai langka/terbatas.
Setumpukan katalog berhasil dibawa pulang ke kosan untuk mulai dipilih buku mana saja yang menarik hati dan yang dapat memenuhi rasa ingin tahu. Karena saya selama bersekolah SD dan SMP di daerah sulit mendapatkan buku-buku, rasa haus buku ini seringkali muncul. Ingin rasanya bisa memborong banyak buku di pameran. Ketika di katalog ditemukan buku yang langka ditemukan di toko buku besar maupun di pasar buku, saya langsung beri tanda centang. Keesokan harinya setelah mantap dengan pilihan judul buku dan kemampuan isi dompet, saya bergegas ke lokasi pameran. Sedari pagi saya bisa asyik masyuk seharian berkutat di pameran, hingga tak terasa waktu sudah beranjak petang. Senang dan bahagia rasanya bisa pulang membawa berkantong-kantong buku, meski dengan begitu saya harus rela mengurangi uang makan.
Berburu Buku Panduan Pameran
Seperti yang diceritakan di muka, buku panduan pameran menjadi berguna tak hanya saat hari H pameran berlangsung. Namun juga menjadi informasi awal untuk membuka lagi ingatan bahwa pameran tersebut menjadi satu bagian kronik sejarah perbukuan. Buku panduan pameran mendokumentasikan apa, siapa, dan isi pikiran para pegiat buku pada zamannya.
Buku panduan pameran pertama yang saya koleksi yaitu saat Pameran Buku Bandung tahun 2003. Saat itu saya menjadi penjaga stand penerbit Mizan. Bertema Buku Kubu Ilmu, buku besar seukuran A4 itu berisi sambutan mulai dari Ketua Ikapi Jabar sampai Gubernur Jabar, susunan acara, denah stan, daftar peserta, daftar penerbit anggota Ikapi Jabar, susunan pengurus Ikapi Jabar, susunan panitia pameran, artikel, iklan, foto kenangan, dan ucapan terima kasih.
Di halaman artikel, tercantum tulisan karya Edi Warsidi, Rahmat Taufik Hidayat, Dhipa Galuh Purba, Erwan Juhara, Eriyanti Nurmala Dewi, Bambang Trim, dan Dadan Sutisna. Sedangkan dari buku panduan pameran sejak 1991 hingga tahun 2019, saya menemukan artikel karya Hernowo, Ahmad Mansur Suryanegara, Saini KM, Putut Wijanarko, Kusnaka Adimihardja, Jakob Sumardjo, JS Badudu, Sofia Mansoor-Niksolihin, Dadi Pakar, Hawe Setiawan, Mahpudi, Rus Rusyana, Ahda Imran, Junaiarso Ridwan, Safrina Noorman, dan Atep Kurnia. Saya mendapatkan kesempatan mengisi buku panduan Pesta Buku Bandung 2011 lewat artikel Menjajal Jalur Wisata Buku.
Di buku panduan sering dimuat juga album foto pameran sebelumnya. Tokoh Kuncen Bandung Haryoto Kunto pernah hadir di acara pembukaan pameran dan musisi Braga Stone pernah turut hadir menghibur pengunjung saat penutupan pameran buku tahun 1994. Saya amati panitia mencoba menyuguhkan unsur edutainment, tampak dalam beberapa pameran buku diselenggarakan sajian acara unik seperti festival makanan Sunda, pameran Mummy Firaun, pameran pedang Nabi, dan pameran buku antik koleksi Fadli Zon.
Apa Siapa di Pameran Buku
Pameran apa yang sangat berkesan? Tentu buat saya adalah pameran yang pertama kali diikuti dan pameran dengan omzet penjualan terbesar. Pameran yang saya ikuti, tahun 2003, ketika saya diminta menjadi penjaga stan Mizan. Dilanjutkan setahun kemudian diminta menjadi penjaga stan gabungan penerbit Kiblat dan Pustaka Grafiti. Di pameran itu, saya mengenali rantai marketing sebagai bagian dari ekosistem buku. Pameran menjadi ujung tombak penjualan langsung kepada konsumen alias pembaca. Pameran menjadi semacam ajang pesta bertemunya seluruh pelaku rantai perbukuan mulai dari penulis, percetakan, penerbit, asosiasi, reseller, dan pembaca. Riuh hiruk-pikuk atau sepinya pameran bisa menjadi indikator kualitatif pemasaran buku.
Saat menjaga stand, saya bisa mengenali aneka judul buku mulai buku terbaru, best-seller, hingga yang obral. Di stan gabungan Kiblat dan Grafiti saya juga bisa sambilan membaca buku Catatan Pinggir karya Goenawan Muhamad dan buku Mitologi Yunani. Istilah ‘penjaga’ sebetulnya menurut saya masih terasa kurang pas, karena peran penjaga stan sejatinya adalah sales promotion girl/boy yaitu memasarkan dan mengajak supaya buku yang dipamerkan bisa terjual. Peran lainnya adalah menginformasikan seputar buku dan profil stan yang ia jaga. Terkadang saya sering melihat pasifnya para penjaga di beberapa stan, ia terdiam bahkan asyik sendiri membaca buku, bukannya malah berinteraksi dan mengajak pengunjung mampir ke dalam stan. Perilaku lain yang kurang pas saat pameran misalnya ada para penjaga stan yang merokok ketika melayani konsumen.
Tahun 2005, saya memberanikan diri menyewa stan. Pertama kali memilih stand di tengah-tengah gedung. Saat itu untuk mensiasati biaya stand yang tidak murah, saya berpatungan dengan penerbit Oase milik Dede Kaswar. Barulah di tahun 2008, LawangBuku menyewa stand secara mandiri dan secara tetap mulai berlokasi di balkon gedung hingga sekarang. Soal stand LawangBuku di balkon ini sering menjadi kelakar kawan-kawan stan lain, seolah-olah LawangBuku sudah menjadi kuncen area balkon.
Pameran dengan hasil omzet terbesar yaitu pameran di tahun-tahun 2008-2009. Ukuran sukses besar omzet penjualan 1 stan kecil minimal bisa meraih target penjualan di atas 30 juta. Tahun sesudahnya omzet pameran buku cenderung stagnan dengan pendapatan fluktuatif di kisaran 15 – 20 juta. Bisa mendapatkan omzet 15 juta saja sudah bersyukur. Baru di tahun 2018, omzet penjualan kembali menembus angka 30 juta. Dilihat dari sisi pengunjung menurut saya ini jadi satu anomali, setelah hampir 10 tahun baru kali itu mendapatkan jumlah pengunjung begitu penuh berjubel.
Dari kesuksesan dan terselenggaranya pameran buku di Landmark, selain peran utama pengurus dan panitia Ikapi Jabar tentu saja ada tim kecil yang menangani teknis pameran. Siapa yang tak kenal Pak Agus Rosidin dan Pak Imat Mursalin. Kedua person ini sudah tak asing lagi di telingan para penghuni stan pameran Landmark. Pak Imat tercatat menjadi panitia pada tahun 1993, sementara Pak Agus di tahun 1995. Hanya Pak Aguslah yang saat ini masih bertahan, dengan ramah, setia, dan sabar selalu menyapa dan menghadapi keluhan kami.
Beberapa kejadian di pameran sering saya alami, mulai seringnya kehilangan buku terutama buku yang berseri, upaya penipuan calon pembeli dengan dalih membeli memakai uang 100 ribuan, terjadinya gempa, stok buku yang kehujaan saat diantar ke tempat loading in, hingga sempat menjadi Juara ke-2 stand terbaik. Kesan-kesan di pameran yang tak bisa diceritakan satu persatu mungkin akan dikisahkan di bagian tulisan yang terpisah. Mengingat nyaris dua tahun ini seluruh pameran terhenti akibat terimbas pandemi Covid-19, kesan-kesan itu menjadi kerinduan tersendiri. Semoga tulisan ini membantu mengobati kerinduan akan pameran buku.
Berikut ini beberapa pameran buku di Landmark yang pernah saya ikuti:
- Pameran Buku Bandung, 5-11 Agustus 2003 [stand guide Mizan]
- Pameran Buku Bandung, 5-11 Agustus 2004 [stand guide Kiblat]
- Pameran Buku Bandung 2005 [stand bawah]
- Pesta Buku Bandung, 29 Januari – 4 Februari 2008 [stand F Balkon]
- Islamic Book Fair 29 April – 5 Mei 2008 [stand F Balkon]
- Pameran Buku Bandung, Buku untuk Peradaban, 30 Juli – 5 Agustus 2008 [stand E Balkon]
- Pesta Buku Bandung, 4-10 Februari 2009 [stand 121 Balkon]
- Pameran Buku Bandung 5-11 Agustus 2009 [stand 120 Balkon]
- Pesta Buku Bandung 17-23 Februari 2010 [stand 126 Balkon]
- Islamic Book Fair, 6-14 Mei 2010 [stand 126 Balkon]
- Pesta Buku Bandung 9 – 15 Februari 2011 [stand 88 Balkon]
- Bandung Islamic Book Fair, 11 – 17 Mei 2011 [stand 88 Balkon]
- Pameran Buku Bandung, 29 November – 5 Desember 2011 [stand 88 Balkon]
- Pesta Buku Bandung, 1 – 7 Februari 2012 [stand 88 Balkon]
- Pameran Buku Bandung, 2 – 8 Oktober 2012 [stand 90, 91 Balkon]
- Pesta Buku Bandung, 13 – 19 Februari 2013 [balkon]
- Pameran Buku Bandung, 2 – 8 Oktober 2013 [balkon]
- Pameran Buku Bandung, 29 Agustus – 4 September 2014 [balkon]
- Pesta Buku Bandung, 30 Januari – 5 Februari 2015 [stand 86 balkon]
- Pesta Buku Bandung, 29 Januari – 4 Februari 2016 [stand balkon]
- Pesta Buku Bandung, 2 – 8 Maret 2017 [stand 90 Balkon]
- Jabar Book Fair, 28 Juli – 3 Agustus 2017 [stand 90 Balkon & Familia Kreativa]
- Pesta Buku Bandung, 1 – 7 Maret 2018 [stand 90 Balkon]
- Jabar Book Fair, 1 – 7 Agustus 2018 [stand 90 Balkon]
- Pameran Buku Juara, 6 – 12 November 2018 [stand 90 Balkon]
- Pesta Buku Bandung, 4 – 10 April 2019 [stand 90 Balkon]
Salambuku!