Antusias Anak-anak Kampung Cibogo Atas Mendaur Ulang Sampah Plastik Jadi Wayang
Anak-anak yang masih polos, akan bersikap biasa saja ketika membuang sampah sembarangan. Mereka perlu mendapat edukasi, di antaranya dengan membuat sampah plastik.
Penulis Reza Khoerul Iman20 September 2022
BandungBergerak.id – Suasana Kebun Masagi di Kampung Cibogo Atas, Kota Bandung, tampak agak ramai oleh anak-anak. Minggu (18/9/2022) siang itu, mereka berkumpul membawa keresek dan botol plastik bekas. Mereka akan diajarkan membuat mainan wayang terbuat sampah plastik.
Wajah mereka bereri-seri begitu Ari Nugraha tiba. Ari adalah pendiri komunitas Wayang Plastik (Watik) yang akan mengajarkan anak-anak membuat wayang plastik. Di tengah antusiasme anak-anak, Ari mulai mempersiapkan barang-barang keperluan membikin wayang plastik, mulai dari sampah plastik, cat warna, kuas, lem, dan lain-lain.
Pelajaran membuat wayang plastik pun dimulai. Anak-anak mulai mengerubuti Ari dan memperhatikan intruksi-intruksi yang disampaikannya mengenai cara membuat wayang plastik. Pelajaran itu disertai celoteh riang khas anak-anak.
Melihat keseruan itu, sejumlah anak lain kemudian ikut bergabung memperhatikan Ari. Suasana tambah hangat.
Tidak butuh waktu lama bagi Ari untuk menjelaskan dan mengajari anak-anak bagaimana membuat wayang dari plastik. Bahan yang digunakan bisa didapat dalam kehidupan sehari-hari. Karena sampah plastik bertebaran di mana-mana.
Imajinasi liar anak-anak kemudian dipacu oleh Ari ketika ia meminta setiap anak melakukan seperti apa yang telah ia tunjukkan tadi. Ada yang menggambar tong sampah, bendera, orang, dan beragam gambar lainnya. Ada juga yang menggambar tokoh-tokoh yang terdapat di dalam film atau gim.
Salah satunya gambar milik Adit yang merancang banyak karakter, seperti tokoh yang dilihatnya di televisi, gim, hingga sesosok hantu gendorowo.
Ari bersama tim Watiknya merasa senang melihat tingginya antusiasme anak-anak Kampung Cibogo Atas. Edukasi terkait pengolahan sampah plastik dan pengenalan wayang kepada anak-anak memang menjadi salah satu sasaran utama Watik sejak komunitas ini perma kali didirikan.
Salah satu tim Watik lainnya, Noviany Riska turut menaggapi bahwa di tengah krisisnya permasalahan sampah di Kota Bandung dan edukasi yang belum efektif, kegiatan seperti ini menjadi solusi dalam mengurangi sampah, mengolahnya, dan memberikan edukasi terkait permasalahan lingkungan.
“Saya yang pernah mengajar untuk sekolah dasar mengetahui kalau anak itu polos dan gak banyak tahunya, seperti gak tahu kalau mereka tinggal di Indonesia atau bersikap biasa saja ketika buang sampah di mana saja. Jadi menurutku kegiatan Watik ini menjadi solusi untuk mendidik anak-anak agar lebih peduli dengan lingkungannya,” tutur Noviany kepada BandungBergerak.id.
Kebun Masagi, Ruang Aktivasi Milik Warga Kampung Cibogo Atas
Kondisi lingkungan Kampung Cibogo Atas sebelum tahun 2019 bisa dikatakan cukup mengkhawatirkan. Permasalahan sampah ada di mana-mana, sungai tercemari oleh limbah dari masyarakat, dan warga kekurangan sosialisasi atau edukasi terkait lingkungan hidup.
Ketua RT 04 di RW 04 Kampung Cibogo Atas, Dian Nurdiyanah, mengaku tak bisa tinggal diam melihat kondisi lingkungannya yang memprihatinkan. Ia sadar bahwa membereskan permasalahan sampah sudah menjadi kewajibannya.
Terlebih sebelum menjadi Ketua RT, Dian sudah menjadi aktivis lingkungan di Kota Bandung sehingga ia merasa semakin terdorong untuk meminimalkan permasalahan lingkungan di daerahnya.
Untuk mengatasi permasalahan itu, Dian sadar tidak bisa melakukannya sendiri. Oleh karenanya ia memanfaatkan perannya sebagai ketua RT untuk merangkul warga sekitar dengan membuat berbagai program yang bersangkutan dengan kebersihan dan mendirikan Komunitas Masagi pada awal masa pagebluk.
Dian menyebut Komunitas Masagi dibuat untuk menjadi wadah bagi masyarakat sekitar untuk berkarya dan melakukan edukasi terutama terkait permasalahan lingkungan dan sosial. Pada akhirnya perkumpulan tersebut menjadi ruang aktivasi milik warga Kampung Cibogo Atas.
“Komunitas Masagi ini saya bentuk waktu awal pandemi untuk menyikapi pandemi. Waktu itu dari pada diam terus di rumah, ya sudah kami bergerak saja dengan membuat perkumpulan kecil untuk melakukan kegiatan di bidang sosial dan lingkungan. Kegiatannya ada bersih-bersih, berkebun, diskusi, hingga program berkarya dengan mengolah sampah,” ungkap Dian.
Tidak mudah menjangkau anak-anak. Langkah awal yang dilakukan Dian yaitu dengan mengedukasi para orang tuanya dan mendorong para orang tua untuk melibatkan dan mengedukasi kembali kepada anak-anaknya.
Setelah melewati proses cukup panjang, akhirnya anak-anak kini antusias mengikuti kegiatan edukasi lingkungan, seperti membuat wayang dari sampah plastik. Menurutnya, anak-anak di Kampung Cibogo Atas senang menerima ajakan membuat wayang plastik. Terlebih minggu lalu mereka telah menyaksikan pertunjukan dongeng wayang plastik yang cukup membuat mereka terpukau.
Antusias sejumlah anak pada pertunjukan minggu lalu ternyata bukan omong belaka, sebanyak enam orang anak membuktikan antusias mereka dengan datang lebih awal, menunggu diajarkan bagaimana cara membuat wayang yang telah mereka saksikan pada pertunjukan minggu lalu.
“Berawal dari permasahan lingkungan itu kami semakin gencar melakukan berbagai kegiatan lingkungan. Ya, ini juga istilahnya dari warga untuk warga dan yang terpenting untuk kebaikan anak-anak di masa depan nanti,” ucap Dian.
Dengan kegiatan ini, Dian berharap mereka menjadi sedikit tahu terkait permasalahan lingkungan, khususnya tentang sampah.
Wayang Plastik
Bermula pada tahun 2019, Ari bersama dua kawannya, Repsi dan Zipra, menginisiasi program wayang plastik di Sanggar Seni Rupa Kontemporer. Setidaknya ada dua permasalahan yang menginisiasi mereka untuk membuat program ini, yaitu wayang dan plastik.
Wayang yang pada hari ini hanya dikenal dan diminati oleh segelintir orang, membuat mereka terdorong untuk memperkenalkannya pada segmen lain, yaitu pada anak-anak. Diharapkan mereka mengenal produk budaya tutur yang cukup melegenda tersebut.
“Hari ini anak-anak sudah jarang banget yang tahu kisah-kisah nusantara kayak Malin Kundang, Lutung Kasarung, atau kisah-kisah lainnya. Itu jarang banget, malah sekarang mereka lebih aktif mengkonsumsi tayangan televisi. Hal itu kita lihat dari hasil workshop hari ini yang representasi cerita atau visual mereka lebih ke animasi yang ada di televisi,” ucap Ari.
Namun biaya untuk membuat wayang cukuplah besar. Melihat banyaknya botol dan keresek yang ada di sanggar, mereka kemudian terpikirkan untuk membuat wayang dari barang bekas.
Penggunaan barang bekas tersebut pada akhirnya membuat wayang plastik hadir untuk memberikan edukasi terkait permasalahan lingkungan dan melestarikan kisah-kisah nusantara yang kian hari kian terlupakan.
Walau sempat terdampak pagebluk, kini Watik mulai kembali hadir di tengah masyarakat dengan berbagai rencana-rencana baru dan karya-karya baru. Mereka berharap Watik dapat menginspirasi berbagai orang untuk melestarikan lingkungan sekitarnya dan dapat mendorong orang lain untuk melakukan aksi kreatif lainnya.