• Buku
  • BUKU BANDUNG #50: Memotret Harapan Warga Pinggiran di Usia 200 Tahun Bandung

BUKU BANDUNG #50: Memotret Harapan Warga Pinggiran di Usia 200 Tahun Bandung

Buku foto yang menceritakan Bandung langka sekali. Dalam 200 Portraits + Hopes of Bandung People (2011), Prabowo Setyadi menyajikan harapan-harapan warga pinggiran.

Sampul buku foto 200 Portraits + Hopes of Bandung People (2011) karya Prabowo Setyadi. Buku ini memuat 200 foto hitam putih warga biasa dengan lembar kertas berisi identitas dan harapan mereka. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Virliya Putricantika3 Oktober 2022


BandungBergerak.id - “Semoga Bandung berdampingan dengan anak jalanan.” Begitu kalimat yang dituliskan Egi (7), seorang anak jalan dari Rumah Belajar Sahaja di kawasan Ciroyom, Kota Bandung, di selembar kertas yang kemudian dia pegang erat. Sebuah potret hitam putih karya jurnalis foto Prabowo Setyadi mengabadikan harapan bocah cilik itu.

Ada 10 anak jalanan lain yang dipotret Bowo. Sama seperti Egi, mereka, yang terlalu dini merasakan kerasnya hidup dengan mencari uang sebagai pengamen, membawa harapannya masing-masing. Meski sederhana, tulisan anak-anak ini mewakili potret kesenjangan sosial yang ada di kota mereka tinggal, Bandung.

Foto-foto karya Bowo, yang dikumpulkan dan diterbitkan dalam buku 200 Portraits + Hopes of Bandung People (2011), menjadi dokumentasi sosial yang penting. Kita bisa bertanya, setelah satu dasawarsa, apakah pesan dan harapan anak-anak jalanan itu masih relevan?

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, tercatat sebanyak 558.172 orang anak di kota ini per 2020 lalu. Di persimpangan-persimpangan jalan, kita dengan mudah menemui anak-anak yang mencari uang dengan beragam cara. Keberadaan mereka sering dituding sebagai penyebab kegagalan pemerintah mencapai target dalam ajang penghargaan tahunan Kota Layak Anak.

Potret buram kondisi anak-anak Kota Bandung tercermin dari data kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Pada 2020, tercatat sebanyak 431 kasus yang ditangani, atau melonjak lebih dari 70 persen dibandingkan jumlah kasus tahun sebelumnya. Sebagian besar kasus berupa kekerasan psikis. Karena data ini hanya mencakup kasus kekerasan yang dilaporkan dan lalu ditangani, jumlah kasus sebenarnya diyakini jauh lebih banyak.

Demikianlah masalah selalu ada. Namun begitu juga dengan harapan. Selain anak-anak jalanan, buku foto 200 Portraits + Hopes of Bandung People menghadirkan juga harapan ratusan warga lainnya dengan beragam latar belakang. Mulai dari penjaga makam, penjaga portal kereta, hingga jurnalis. Semua dalam potret hitam putih.

Buku foto 200 Portraits + Hopes of Bandung People (2011) karya Prabowo Setyadi menampilkan warga dari beragam latar belakang. Termasuk anak-anak. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Buku foto 200 Portraits + Hopes of Bandung People (2011) karya Prabowo Setyadi menampilkan warga dari beragam latar belakang. Termasuk anak-anak. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Aspirasi Warga Pinggiran

Prabowo Setyadi menyiapkan buku foto 200 Portraits + Hopes of Bandung People sebagai kado hari jadi Kota Bandung yang genap berumur 200 tahun pada 2010. Ke-200 foto warga biasa tersusun ke dalam 21 bagian buku berukuran saku setebal 260 halaman ini. Semua menampilkan wajah subjek sembari memegang kertas putih berisi identitas dan harapan.

Meskipun tidak menggunakan teknik pengambilan gambar yang khusus, Bowo berhasil melakukan pendekatan personal pada setiap subjek. Kita sebagai penikmat buku disodorkan pada kenyataan bahwa setiap subjek foto di buku ini merupakan masyarakat kebanyakan yang tidak memiliki otoritas, namun tidak kehilangan nyala untuk bertahan hidup. Masyarakat yang, mengutip sosiolog Budi Radjab dalam pengantar buku, "mengembangkan strategi hanya untuk bertahan hidup dan tidak untuk bergerak maju". 

Menurut Radjab, warga pinggiran secara umum dipaksa hidup dalam situasi demikian, tanpa diberikan pilihan lain. Mereka selamanya terperangkap dalam ruang sempit yang menyediakan akses yang teramat ciut. 

"Semoga (buku foto ini) ini dapat menjadi alarm bagi institusi negara dan organisasi besar, serta menggugah mereka untuk mengembangkan langkah-langkah maju yang efektif dan berkelanjutan dalam menyediakan peluang bagi warga pinggiran," tulis Radjab. 

Jurnalis senior Frino Bariarcianur Barus, dalam esainya yang dimuat di buku, menyebut Bowo sebagai "satu dari sedikit fotografer di Bandung yang memilih untuk beraksi sebagai seorang advokat bagi publik". Komitmennya mengembangkan praktik jurnalisme warga di Jatiwangi, Majalengka, bahkan membuat kuliahnya telantar. Inilah konsekuensi menjadi seorang jurnalis yang memihak.

"Pada akhirnya fotografi bukanlah tentang urusan peralatan, tapi memiliki kedewasaan untuk memihak," tulis Frino yang mendirikan portal beritaseni.com. 

Lewat ketekunan dokumentatifnya, Prabowo Setyadi merekam aspirasi warga pinggiran yang suaranya sering luput didengarkan. Mereka yang masih menyimpan harapan untuk tidak “tenggelam” di tengah laju pembangunan sebuah kota. Harapan agar kotanya menjadi tempat yang lebih aman, lebih tenteram, dan lebih sejahtera. Sorot mata setiap subjek dalam buku ini, yang menatap penuh harap ke arah kamera, menjadi gambarannya.

“Dan 200 warga bandung inilah yang memiliki kekuatan paling besar untuk bertahan hidup sejauh harapan yang mereka miliki,” tulis Bowo dalam pengantar bukunya.

Ada 200 sosok yang ditampilkan dalam buku foto 200 Portraits + Hopes of Bandung People, tapi sayangnya hanya ada 20 suara perempuan di sana. Jika ada lagi jurnalis foto yang mau bertekun seperti Bowo, kesadaran tentang keseteraan gender bisa menjadi pertimbangan. Ia niscaya akan memberikan perspektif lain dalam potret-potret yang dihasilkan. Dan dengan demikian memberikan sudut pandang baru juga dalam usaha menceritakan Bandung.

Bagaimanapun, 200 Portraits + Hopes of Bandung People adalah buku Bandung yang jenisnya sangat langka. Masih sedikit sekali jumlah buku yang menceritakan kota ini lewat pendekatan visual. Lebih khusus lagi, cerita foto jurnalistik.

Kita berharap, karya-karya lain segera bermunculan. Karya yang dikerjakan secara tekun, yang memberikan tempat terhormat bagi orang-orang pinggiran. 

Baca Juga: BUKU BANDUNG #49: Melacak Pengaruh Kopi dan Sistem Priangan pada Kebudayaan Sunda
BUKU BANDUNG #48: Hitam Putih Kota Kembang
BUKU BANDUNG #47: Buku Kecil Membahas Peristiwa Besar KAA 1955

Informasi Buku

Judul: 200 Portraits + Hopes of Bandung People

Penulis: Prabowo Setyadi

Penerbit: Ruangfoto, Bandung

Cetakan: I, 2011

Tebal: 260 halaman 

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//