• Cerita
  • Seruan Perang Melawan Rentenir dari Hotel Berbintang

Seruan Perang Melawan Rentenir dari Hotel Berbintang

Berbagai program, dengan nama berbeda-beda, sudah diguliran pemerintah, tapi jerat rentenir masih meraja-lela di lapangan. Apa yang bisa diharapkan warga?

Seorang pedagang kaki lima dipotret di depan gerobak bandreknya, Kamis (5/7/2021), di Bandung. Kondisi ekonomi yang terus memburuk selama pandemi Covid-19 membuat PKL dan para pekerja di sektor informal lain rentan terjerat utang pada rentenir. (Foto: Acep Maulana/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki7 Oktober 2021


BandungBergerak.id - Pemerintah Kota Bandung menyerukan perang melawan rentenir dari sebuah hotel berbintang di Jalan Asia Afrika. Di lapangan, warga mengeluhkan kondisi hidup sulit akibat pandemi yang membuat mereka terjerat utang ke rentenir atau penyedia jasa pinjaman online (pinjol).

Pembahasan terkini tentang isu rentenir oleh Pemkog Bandung berlangsung dalam kegiatan diskusi kelompok terfokus (FGD) bertajuk “Strategi Peningkatan Ekonomi Masyarakat melalui Peran Satgas Anti Rentenir Kota Bandung” di Hotel Savoy Homann, Rabu (6/10/2021). Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana menghendaki agar Bandung terbebas dari praktik ekonomi ilegal tersebut.

"Kita harus bergerak lebih cepat dari rentenir,” katanya, dikutip dari siaran persnya.

Yana menyinggung beberapa strategi yang akan diambil Pemkot Bandung untuk mempersempit ruang gerak rentenir di tengah masyarakat. Selain menghidupkan lagi koperasi-koperasi simpan pinjam, ia juga secara khusus meminta agar Bank Bandung semakin aktif mempromosikan program pinjaman modal usaha sehingga warga semakin mudah mengaksesnya.

Isu rentenir bukan isu baru di Kota Bandung. Pemkot juga sudah membahasnya berkali-kali. Imbauan Yana tentang koperasi simpan pinjam dan Bank Bandung juga pernah dilontarkan oleh pejabat-pejabat sebelumnya. Yang tak ketinggalan disampaikan adalah pencapaian-pencapaian.

Dalam catatan BandungBergerak.id, pada awal Januari 2019, misalnya, Wali Kota Bandung Oded M. Danial pernah melontarkan pujiannya terhadap kinerja Satuan Tugas (Satgas) Anti Rentenir yang terbentuk pada 14 Desember 2017. Disebutkan, sebanyak 1.100 pengaduan telah tertangani. Sebagian kecil lewat pengalihan utang ke mitra Satgas, yang lainnya diklaim telah terselesaikan secara mandiri.

Pada pertengahan Juli 2018, wali kota waktu itu Ridwan Kamil juga menyebut tentang pentingnya peran PD BPR Kota Bandung dalam menopang perekonomian warga. Salah satu layanan yang dia jagokan ketika itu adalah Kredit Melawan Rentenir, disingkat Melati. Lewat Kredit Melati dan dua jenis layanan kredit lain, yakni Kredit Mesra dan Kredit Bagja, diklaim sudah 16 ribu warga kota terlayani.

Nama program dan kebijakan melawan rentenir boleh bergonta-ganti, namun di lapangan, nasib warga tidak mengalami perbaikan signifikan. Maman Halid (46), seorang pedagang kaki lima penjual bolu kukus di kawasan Dipatiukur, Bandung, mengaku baru saja lolos dari jeratan utang berbunga tinggi. Ketika itu, tidak ada pilihan selain berutang karena penjualannya anjlok dihantam pandemi Covid-19.

Pada pertengahan Juli 2020, Maman mengakses salah satu layanan pijaman usaha bermodalkan KTP dan SIM. Besar pengajuannya senilai 5 juta rupiah dengan tenor sepanjang 5 bulan. Uang yang cair hanya 4,7 juta, dengan bunga sebesar 2 persen per bulannya.

Tagihan terus menggendut, sementara penghasilan berjualan tidak kunjung membaik. Setiap kali menjelang tenggat pembayaran, teror berupa telepon dan pesan WhatsApp berdatangan secara beruntun ke telepon Maman. Muncul juga ancaman berupa penyebaran data pribadi dan teror ke orang-orang terdekat. Beberapa nomor penagih sudah diblokir, tapi datang lagi ancaman dari nomor yang lain.

“Saya harap usaha (strategi) pemerintah bisa direalisasikan secara nyata di lapangan,” ujar Maman ketika disambangi di lokasi dagangnya, Rabu (6/10/2021) siang.

Kesaksian tentang jerat rentenir juga diperoleh BandungBergerak.id dalam beberapa reportase lapangan sebelumnya. Sri Jamrud (50), seorang penjual kopi dan bunga tak jauh dari Simpang Dago, misalnya, terpaksa meminjam uang ke rentenir di bulan-bulan awal pandemi. Pengajuan pinjaman ke bank-bank konvensional selalu ditolak, sementara di rentenir yang diminta darinya hanya selembar KTP.

Baca Juga: Data Jumlah Penduduk Miskin Kota Bandung 2005-2020, Kembali Bertambah Akibat Pandemi
DATA BICARA: Pandemi Berlarut-larut, Jumlah Penduduk Miskin dan Penganggur Terbuka di Kota Bandung Bisa Kembali Melambung
CERITA ORANG BANDUNG (31): Sri Jamrud di antara Kopi, Bunga, dan Jerat Utang

Jerat Pinjol

Selain rentenir yang menggunakan pola lama, tidak sedikit warga Bandung yang terbelit utang lewat layanan pinjaman online (pinjol). Seorang korban teror pinjol, Zailani (33), mengaku identitas pribadinya pernah muncul di beberapa hoaks yang tersebar di jejaring pesan WhatsApp. Ia mengetahui informasi ini dari seorang kawan.

Dalam pesan tersebut, Zailani dituduh sebagai pelaku penipuan yang melarikan diri dengan membawa uang tunai sebesar 12 juta rupiah. Padahal ia mengaku hanya pernah meminjam uang tunai sebesar 6,8 juta rupiah dengan tenor selama 8 bulan dari sebuah aplikasi penyedia jasa pinjol.

Zailani sudah melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian, tapi belum ada perkembangan. Sampai hari ini, dia masih terus menerima teror berupa pesan Whatsapp yang disertai ancaman. Juga beberapa temannya.

“Ini yang bikin saya stres,” katanya ketika ditemui di rumah produksinya di kawasan Tubagus Ismail.

Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) Kota Bandung melaporkan lonjakan jumlah pengaduan terkait pinjol selama pandemi Cavid-19 hingga 34 persen.  Latar belakang kebutuhan korbannya beragam, mulai dari modal untuk usaha, urusan kesehatan, hingga kebutuhan sehari-hari.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//