• Kolom
  • BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #8: Anggota Dewan Kabupaten, Kota, dan Provinsi

BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #8: Anggota Dewan Kabupaten, Kota, dan Provinsi

Mochamad Enoch dipindahkan ke Bandung sejak 1929, saat diangkat menjadi direktur pekerjaan umum. Ia dikenal sebagai sosok yang biasa terus terang.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Ruang sidang dewan Kabupaten Garut. Antara 1926-1929, Enoch menjadi anggota dewan dan komisaris dewan Kabupaten Garut. (Sumber: Jubileum-verslag regentschapsraad Garoet, 1926-1936)

9 November 2022


BandungBergerak.idPaling tidak sejak 1926 hingga 1941, Mochamad Enoch sempat diangkat menjadi anggota dewan kabupaten dan kota di Priangan, ditambah menjadi anggota dewan Provinsi Jawa Barat. Semuanya dimungkinkan karena keterlibatan dia sebagai anggota dan pengurus Paguyuban Pasundan.

Dalam tulisan kali ini, saya akan menjejaki riwayat Mochamad Enoch dalam bidang politik itu, yang juga seiring-sejalan dengan riwayat pekerjaannya di Departemen Pekerjaan Umum (BOW). Ia terpantau pertama kali menjadi anggota dewan kabupaten pada 1926 di Kabupaten Garut.

Saya menemukan jejak-jejaknya dari Jubileum-verslag regentschapsraad Garoet, 1926-1936 (1936: 1). Di situ antara lain disebutkan Enoch - W.H. van der Veen, Heringa, W. Ament, J.A.J. de Jongh, Hibbeler, Tjie Hoay Seng, Tjee Boen Tjong, Sastrawinata, Bratawinangoen, Soerianatamadenda, Nawaladiredja, Pranawinata, Wirahadikoesoemah, Mangoen, Mangoenprawira, Anwar Sanoesi, Soekantawidjaja, Djajamihardja, Soetisna, Soemadipradja, Hadji Hadori, Hadji Oemar Djoened, Mohamad Idjrai, Soeriakartaprawira, Djajawinata, Joedadibrata dan Djajadipoera – diangkat menjadi anggota dewan Kabupaten Garut oleh residen Priangan Timur pada 19 Januari 1926.

Enoch bahkan diangkat menjadi anggota komisaris dewan (“College van Gecommitteerden”) bersama P.K. Heringa, M. H. Soetisna dan R. Wirahadikoesoema. Berhubung dipindahkan kerjanya, sejak 1929, ia mengundurkan diri dan digantikan oleh M. Slamet Atmosoediro (Jubileum-verslag regentschapsraad Garoet, 1926-1936, 1936: 11).

Dapat dipastikan keterlibatan Enoch di dewan Kabupaten Garut merupakan bukti aktifnya dia sebagai anggota Paguyuban Pasundan. Dari berita Sipatahoenan (17 Mei 1927) diketahui bahwa Enoch adalah bestuur atau pengurus Paguyuban Pasundan cabang Garut (“Ti Garoet bestuur Tjabang Pasoendan djoer. Moch. Enoch ...”).

Saat itu, Enoch menghadiri acara ceramah R. Otto Soebrata dalam Openbare Vergadering Tjabang Pasoendan Tasikmalaja di HIS Pasoendan, Minggu, 17 April 1927. Bahan ceramahnya mengenai “Provinciale Raad, Regentschapraad, djeung hal desa”. Setelah ceramah itu, Enoch menyampaikan mosi.

Mosinya ditandangani oleh Mochamad Enoch, Darnakoesoemah, Sastra Prawira, dan lain-lain. Maksudnya meminta kepada pemerintah agar aturan sluitpost harus berdasarkan kepentingan masing-masing dewan kabupaten; supaya plaatselijke pemerintah dan urusan provinsi diserahkan kepada dewan kabupaten; dan agar anggota komisaris kabupaten mendapatkan uang duduk paling tidak sebesar sepuluh gulden per hari.

Mosi tersebut selain dimuat dalam Sipatahoenan edisi 17 Mei 1917 juga dimuat kembali pada edisi 24 Mei 1927, dengan judul sama: “Motie”.

Tahun 1930 dan 1934, Paguyuban Pasundan mencalonkan Enoch sebagai anggota Volksraad. (Sumber: Sipatahoenan, 29 Desember 1930)
Tahun 1930 dan 1934, Paguyuban Pasundan mencalonkan Enoch sebagai anggota Volksraad. (Sumber: Sipatahoenan, 29 Desember 1930)

Anggota Komisaris Dewan Kabupaten Tasikmalaya

Pada akhir 1927, Mochamad Enoch tercatat sebagai anggota dan bahkan pengurus Paguyuban Pasundan cabang Tasikmalaya. Ini antara lain terbaca dari kehadirannya dalam Openbare Vergadering Pasoendan Tjabang Tasikmalaja pada 4 Desember 1927 (Sipatahoenan, 13 Desember 1927).

Seperti sebelumnya, Enoch mengajukan mosi dan menguraikan bahasan mengenai “controle dessa schoolfonds”. Menurutnya, schoolopziener telah menerangkan tentang bangunan sekolah desa saat membahasa schoolfonds desa. Ia memohon agar schoolfonds tidak hanya diserahkan kepada bupati, melainkan juga kepada komisaris dewan kabupaten. Iuran uangnya tidak berbarengan diserahkan saat pembangunan sekolah dimulai.

Mochamad Enoch pun mengajak hadirin untuk menolak keberadaan atau bertambahnya perkebunan tebu di Pasundan, terutama di Priangan. Karena akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan pertanian bumiputra, yaitu kondisi tanah akan kian jelek, harga sewa sawah untuk tebu tidak seberapa. Ia menyatakan “noe boga pabrik tiwoe oentoengna dina sabaoe f 1300, keur bangsa oerang noe njewakeun kira-kira sapersapoeloehna” (pemilik pabrik tebu meraup keuntungan dari tiap bahu tanah sebanyak 1.300 gulden, sementara bagi bangsa bumiputra yang menyewakannya kira-kira sepersepuluhnya).

Dalam Sipatahoenan (17 Januari 1928), jelas tertulis Enoch adalah anggota dan pengurus Paguyuban Pasundan cabang Tasikmalaya. Dalam tulisan bertajuk “Congres Pasoendan di Garoet (Samboengan)” dua kali dinyatakan “Djoer. Moh. Enoch oetoesan ti Tasikmalaja” dan “Djoer. Moch. Enoch wakil Tjabang Pasoendan Tasik”. Saat itu Moch. Enoch hadir pada kongres Paguyuban Pasundan di Garut antara 25-26 Desember 1927, sebagai hasil rekomendasi pertemuan di Paguyuban Pasundan cabang Tasikmalaya pada 4 Desember 1927.

Pada pertemuan di Garut itu, Enoch membahas mengenai HIS yang akan dibuat Standenschool dan mengulangi pembahasan mengenai perkebunan tebu yang hendak masuk ke Tatar Sunda. Ia antara lain menyatakan, “Moen aja kebon tiwoe gemoekna tanah beak sarta goreng moen diparean deui, ka sawah anoe deukeut ka kebon tiwoe ngawaloeratkeun” (Bila ada perkebunan tebu maka zat hara tanah akan habis dan jelek bila ditanami padi. Demikian pula kepada padi yang berdekatan dengan perkebunan tebu akan menimbulkan masalah”).

Efek lebih jauhnya, menurut Enoch, “Pikeun djelema mah, meh saperti djelema noe leungit kamerdikaanana salin djadi djelema toekang koeli, sarta koerang tedana, ka pihak noe ngoeroes matak leungit rasa kabangsaanana” (Untuk manusia, hampir seperti orang yang hilang kemerdekaannya, berubah menjadi orang tukang kuli, serta kekurangan makanan, dan kepada pihak yang mengurusnya menyebabkan hilangnya rasa kebangsaannya). Seperti di Garut, Mochamad Enoch juga menjadi anggota dewan Kabupaten Tasikmalaya sekaligus komisaris dewannya. Salah satu buktinya adalah kehadiran Enoch dalam Openbare Vergadering Raad Kabupaten Tasikmalaya pada 20 Februari 1928 (Sipatahoenan, 6 Maret 1928). Bahkan disebutkan, ia baru saja diangkat menjadi anggota dewan kabupaten. Dalam berita dikatakan: “Ngalebetkeun (toelating) lima lid anjar nja eta Dr. Syrier sareng Djr. Moch. Enoch (benoeman) sareng Djr. Tanoekoesoemah, Djr. Imang Mangkoeratmadja sareng Djr. Ahmad Atmadja (lid dipilih)”.

Bila membaca keterangan itu, Mochamad Enoch menjadi anggota dewan Kabupaten Tasikmalaya bukan hasil pemilihan umum seperti halnya Ahmad Atmadja, melainkan melalui pengangkatan. Ini memang dinyatakan dalam laporan, “Djr. Moch. Enoch hatoer noehoen ka Djr. Voorzitter parantos moerstel andjeunna soepados dibenoem djadi lid sareng ka Toean Goepernoer, wireh parantos kersa ngabenoem andjeunna” (Tuan Moch. Enoch menghaturkan terima kasih kepada ketua dewan yang telah merekomendasikan dirinya agar diangkat menjadi anggota dewan dan kepada gubernur [Jawa Barat] yang telah mengangkatnya).

Dalam pertemuan tersebut dilangsungkan pemilihan anggota komisaris dewan dan Enoch terpilih menjadi salah satu di antaranya, dengan raihan 20 suara (“Djr. Moch. Enoch dipilih djadi rengrengan Koemetir, kenging 20 soeara”). Sebagai anggota dan komisaris dewan Kabupaten Tasikmalaya, Enoch hadir pada “Pasamoan Raad Kaboepaten Tasikmalaja” tanggal 22 November 1928 (Sipatahoenan, 4 Desember 1928).

Keanggotan dan posisinya sebagai komisaris dewan Kabupaten Tasikmalaya tidak lama. Sebab pada 12 Desember 1928 pengurus Pasundan cabang Tasikmalaya mengumumkan bahwa Moch. Enoch pindah kerja ke Subang (Sipatahoenan, 11 Desember 1928). Dalam pengumuman dikatakan, “Hatoer oeninga ka sadaja, Djoeragan Moeh. Enoch, Hoofdzichter Irrigatie di Tasikmalaja dialihkeun ka Soebang (Karawang). Andjeunna di Tasikmalaja djadi lid rengrengan Koemetir Raad Kaboepaten, djadi lid Hoofdbestuur Pasoendan sareng djadi Penningmeester Pasoendan Tjabang Tasikmalaja”.

Membaca pengumuman tersebut, kita jadi mafhum pula bahwa menjelang akhir 1928 Enoch sudah menjadi anggota pengurus pusat Paguyuban Pasundan merangkap bendahara Pasundan cabang Tasikmalaya. Sementara sebagai komisaris dewan Kabupaten Tasikmalaya hanya dijabatnya selama sekitar sepuluh bulan.

Tambahan, selama bekerja dan aktif di Paguyuban Pasundan cabang Tasikmalaya, Enoch sempat didaulat sebagai anggota dewan redaksi Langlajang Domas, yang terbit pertama kali pada 28 Juni 1927. Media tersebut merupakan suplemen koran Sipatahoenan, berkala terbitan Pasundan cabang Tasikmalaya. Selengkapnya anggota dewan redaksi Langlajang Domas adalah Soeriadiradja, Mochamad Enoch, Soetisna Sendjaja dan Bakrie Saeraatmadja (Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, No. 28, 1927). 

Baca Juga: BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #7: Cucu Patih Karawang
BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #6: Keberanian Menantang Belanda

Sebagai anggota dewan, Enoch suka berterus terang. Dengan begitu, ia kerap “di-bully” anggota bangsa Belanda. (Sumber: Sipatahoenan, 9 Desember 1930)
Sebagai anggota dewan, Enoch suka berterus terang. Dengan begitu, ia kerap “di-bully” anggota bangsa Belanda. (Sumber: Sipatahoenan, 9 Desember 1930)

Terkenal Tukang Terus Terang 

Saya belum menemukan data masa kerja Mochamad Enoch di Subang, termasuk aktivitasnya baik sebagai anggota dan pengurus Paguyuban Pasundan maupun anggota dewan Kabupaten Karawang. Saya baru mendapatkan datanya lagi setelah Enoch dipindahkan ke Bandung sejak 1929, saat diangkat menjadi direktur pekerjaan umum Kabupaten Bandung.

Aktivitasnya sebagai pengurus Paguyuban Pasundan terlacak lagi sejak awal 1930. Dalam rapat pengurus besar Paguyuban Pasundan di Moehammadijah-school, Kemayoran, pada 17 Januari 1930, Enoch terpilih menjadi anggota “Commissie voor Sociale aangelegenheden” (Bataviaasch Nieuwsblad, 20 Januari 1930). Pada 26 Januari 1930, ia sudah tercatat sebagai anggota Paguyuban Pasundan cabang Bandung (Bataviaasch Nieuwsblad, 27 Januari 1930), bahkan diangkat menjadi salah seorang pengurusnya, yaitu komisaris (De Koerier, 28 Januari 1930).

Pertengahan 1930, Mochamad Enoch menjadi kandidat anggota dewan Kota Bandung, bersama Rd. Ating Atmadinata, Mas Darnakoesoema, Mas Hoed, Rd. Insoen, Rd. King Soelaeman Natawijogja, Soekria Prawiraamidjaja, Entol Rafioedin, dan Rd. Saboer Soerianingrat (De Locomotief, 18 Juni 1930). Rupanya Enoch memang terpilih, karena ia menjadi salah seorang anggota komisi pemakaman bumiputra (“Commissie Inlandsche Begraafplaatsen”) bersama dengan R.S. Prawiraamidjaja (De Koerier, 27 September 1930).

Sejak mendapatkan data ihwal keterusterangan Mochamad Enoch kepada Hazeu dan inspektur jawatan kereta api pada 1913-1914, saya kian yakin ia sosok pemberani. Ini pun terbukti saat dia menjadi anggota dewan. Dia sangat berani mengungkapkan pendapat di muka dewan kabupaten atau kota, bahkan tanpa tedeng aling-aling. Itu sebabnya di kalangan orang Sunda, Enoch dikenal sebagai simbol terus terang. Dalam Sipatahoenan (20 Maret 1930) disebutkan, “Malah saoer noe poksang mah, moen di oerang mah Moh. Enoch kitoeh” (Bahkan kata orang yang biasa berterus terang, seperti Moch. Enoch di antara kita).

Menjelang akhir Oktober 1930, Enoch dicalonkan menjadi anggota dewan rakyat (Volksraad) perwakilan Paguyuban Pasundan. Selengkapnya, calon dari Pasundan adalah R. Oto Iskandar di Nata, Atik Soeardie, R. Idih Prawira di Poetra, R. Mohamad Enoch, R. Loekman Djajadiningrat, dan Momo Soetisna Sendjaja (Deli Courant, 22 Oktober 1930). Susunan calon tersebut terus bertahan hingga akhir 1930 (Sipatahoenan, 29 Desember 1930).

Namun, karena keberanian menyatakan pendapat itulah yang menyebabkan Enoch kerap “di-bully” oleh anggota kulit putih termasuk koran yang mereka kelola. Pendapatnya dipelintir menjadi berlainan dengan maksud sebenarnya yang hendak disampaikan.

Kasusnya kentara ketika ia dituduh tidak menyetujui pertambahan waterleiding (sistem perpipaan air) di Gemeente Bandung. Padahal maksud Enoch adalah: “Kana maksoedna poersetel B en W pikeun ngotjorkeun tjai ti sawatara liang tjinjoesoe geusan nambahan kakoeranganana tjai, koering katjida ngaroedjoekanana. Sabab sakoemna pangeusi Gemeente koedoe meunang tjai beeresih noe satoetjoekoepna” (Terhadap maksud permohonan B en W untuk mengalirkan air dari beberapa lubang mata air agar mencukupi air yang kurang, saya sangat setuju. Sebab semua penghuni Gemeente Bandung harus mendapatkan air bersih secukupnya) (Sipatahoenan, 9 Desember 1930).

Meski tidak terpilih sebagai anggota Volksraad, Enoch dijagokan lagi Paguyuban Pasundan untuk menduduki kursi dewan rakyat se-Hindia Belanda itu pada November 1934. Dalam Sipatahoenan (9 November 1934), susunan kandidat dari Paguyuban Pasundan tertulis: R. Oto Iskandar di Nata, Atik Soeardi, R. Mohamad Enoch, R. Soeriadiradja, dan R. Enoeh.

Setahun sebelumnya, antara 2-4 November 1933 dan 1 Desember 1933 ada pemilu untuk dewan Provinsi Pasundan atau Jawa Barat (“Provinciale-Raad Pasoendan”). Hasilnya, Enoch bersama R.T.A. Soeriaaatmadja, R. Pandi Prawiradinata, R.A.A. Soeriamihardja, R. Soenarja, R. Soedarma Soeriaradja, R.A.A. Soeriadjajanegara, R.T.M.M. Soeriakartalegawa, R. Djoendjoenan Setiakoesoemah, R. Rg. Mohamad Soerianatanegara, M. Atik Soeardi, R. Prawotokoesoemo, dan R. Enoeh, ditetapkan sebagai anggota dewan Provinsi Jawa Barat berdasarkan keputusan pemerintah tanggal 30 Desember 1933 (Sipatahoenan, 9 Januari 1934).

Ternyata, setelah saya memeriksa koran Sipatahoenan hingga 1941, Mochamad Enoch tetap terpilih lagi dan lagi baik sebagai anggota dewan Kota Bandung maupun Provinsi Jawa Barat. Misalnya dalam berita bertajuk “Roepa-roepa garapan Propinsi” (Sipatahoenan, 13 Maret 1941) dan saat hadir serta menyampaikan pendapat dalam rapat dewan Kota Bandung pada malam 27 Agustus 1941 (Sipatahoenan, 28 Agustus 1941).

Editor: Redaksi

COMMENTS

//