• Kolom
  • SAWALA DARI CIBIRU #2: Merawat Tradisi, Menyemai Selebrasi

SAWALA DARI CIBIRU #2: Merawat Tradisi, Menyemai Selebrasi

Tulisan ini hadir semacam ziarah merawat ingatan kolektif antara tahun 2002-2006 yang terus berusaha menghadirkan tradisi (membaca, menulis, diskusi, dan penelitian)

Ibn Ghifarie

Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.

Proses Taaruf Generasi Baru (TGB) yang diselenggarakan LPIK UIN SGD Bandung. (Sumber: Istimewa dari Penulis)

10 November 2022


BandungBergerak.idSaya menerima kiriman tulisan Hafiz tentang Sawala dari Cibiru #1: LPIK Bukan Sekedar Lembaga Kajian Keislaman, dengan pengantar singkat: Ke depannya saya bersama kawan-kawan dari Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman akan menulis kolom mingguan tentang tradisi keilmuan filsafat di kampus UIN Bandung. Sebagai pembuka berikut saya tulis pengalaman saya bergabung dengan LPIK. Ditambah dengan sejarah terbentuknya UKM yang telah berdiri sejak tahun 1996 itu.

Ingatan saya kemudian tertuju pada TGB, Sekre, DPR, pamflet, Lateral, maca, nulis bareng, majalah, buku, kelas filsafat, wacana Islam, sosiologi, milangkala, musikalisasi puisi, perpus, Surat Kabar Kampus, sampai (tukang) koran.

Pengantar dari Hafidz kujawab dengan singkat:

Wss. Alhamdulillah. Ashiap ngarojong abdi.

Siap, Bang Bul. Unggal dinten Kemis.

Kanggo seratan kadua ku Bang Bul, nya.

Mangga, abdi milarian bahana heula.”

Hehe. Siap, Bang Bul.

Sambil membuka-buka berkas, dokumen saat masih aktif di LPIK, tiba-tiba anakku yang kedua yang kini duduk di kelas 2 SD, Aa Akil, bertanya:

Bah, kenapa cari buku-buku harus di sini? Tidak di lemari buku atau meja di kamar?

Muhun A, ieu milari buku-buku nu tos lami, manawi aya di dieu.

Aa boleh bantu?

Mangga.

Tumpukan majalah, buku, dibuka, dipilih satu-satu untuk mencari jejak LPIK dan berharap masih ada.

Aa terus bertanya; Apa itu Suaka, Ulumul Qur'an, Prisma, Warta, Tempo, Gatra, Humanika, Horison, Basis.

Hore, nemu buku Pelangi Mizan. Asyik ada gambar-gambar, komiknya. Bah, ada Pikiran Rakyat, Kompas, Tribun, tapi disobek-sobek?

Muhun, ieu bahan kangge kliping seratan nu tos dimuat PR, Kompas, Tribun, digunting tapi teu acan dihijikeun janten buku, sapertos kumpulan majalah Tempo.

Pamflet Taaruf Generasi Baru (TGB) yang diselenggarakan LPIK UIN SGD Bandung. (Sumber: Istimewa dari Penulis)
Pamflet Taaruf Generasi Baru (TGB) yang diselenggarakan LPIK UIN SGD Bandung. (Sumber: Istimewa dari Penulis)

Ziarah Ingatan Kolektif

Tulisan ini hadir semacam ziarah merawat ingatan kolektif antara tahun 2002-2006 yang terus berusaha menghadirkan tradisi (membaca, menulis, diskusi, dan penelitian). Terutama dalam proses kreatif menulis yang bisa dibaca jejaknya pada Buletin (Lateral), Surat Kabar Kampus (Suaka).

Aktivitas menulis bisa dimulai saat ingin mengikuti Ta'aruf Generasi Baru (TGB) bertajuk penulisan TGB telah dimulai.

Tuang dan muntahkan segala apa yang telah kau telan--buku, jurnal, atau bacaan alternatif lainnya—ke dalam tulisan.

Jangan sampai gejolak pemikiranmu yang gemilang itu membengkak dan membusuk dalam benak untuk selama-lamanya.

Dan ingat, tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai. Entah itu selesai dimuat di media, atau selesai dimuat di tong sampah! 17-23 Januari 2022.

Dengan Format Kepenulisan TGB: I. Tulisan harus sesuai dengan PUEBI dan tanda baca dengan benar; 2. Minimal tulisan 4.000 karakter tanpa spasi (ingat, bukan kata!); 3. Font menggunakan Times New Roman, ukuran font 12 (termasuk subjudul), font judul utama 14, dan spasi 1,5; 4. Menggunakan kertas A4, margin 2,5 cm tiap tepi (kanan, kiri, atas dan bawah); 5. Plagiasi tak boleh lebih dari 20 persen; 6. Sumber menggunakan footnote; 7. Daftar pustaka; sumber minimal 5 (minimal dari 2 buku).

Tulisan dikumpulkan ke mentor masing-masing dengan menggunakan format PDF dan juga bentuk fisiknya (print out) (Pamflet TGB 2022/Istimewa).

Bedanya dengan pamflet saat pertama masuk LPIK tahun 2002, informasi kepenulisan TGB ditempelkan pada papan pengumuman mading (majalah dinding) yang ada di Sekre, bukan melalui media sosial (Instagram, Facebook). Kondisinya berjejer tak beraturan dengan tulisan yang dimuat di Surat Kabar Kampus, Koran, Resensi Buku, Tulisan Melting Pot, iklan sedot WC, bukan area pamflet, rental mobil, dan motor.

Memang pintu Sekre selalu terbuka untuk siapa yang ingin berbagi ilmu, pengetahuan, wawasan, cerita. Posisi LPIK tepat di depan Masjid Ikomah, samping pohon mangga yang sekarang ditempati parkir motor Fakultas Ushuluddin. Sebelumya, Kompleks UKM ini pernah dijadikan gedung Fakultas Sains dan Teknologi (awal berdiri) yang berada di lantai 1, sejajar dengan Perguruan Silat Pusaka Saputra Paku Banten (PSPB). Sedangkan di lantai II, tepat di atas LPIK itu Lembaga Pres Mahasiswa Suaka.

Depan pintu masuk LPIK dipenuhi aneka jajanan mahasiswa, seperti bakso tahu, siomay, Mang Asep, mie ayam, Mang Elang, mie baso, soto madura, warkop. Mereka kemudian dipindahkan ke belakang Takhosus (Perumahan Dosen Luar Negeri, khususnya Timur Tengah) dan menempati kantin biru (catnya berwarna biru, sekarang tidak ada, sudah berubah jadi lahan parkir motor), kantin putih (catnya berwarna putih), kantin Ma'had UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Suasana Diskusi dan Sorogan Tulisan pada acara yang diselenggarakan LPIK UIN SGD Bandung. (Sumber: Istimewa dari Penulis)
Suasana Diskusi dan Sorogan Tulisan pada acara yang diselenggarakan LPIK UIN SGD Bandung. (Sumber: Istimewa dari Penulis)

Teror Wacana

Ketika tulisan selesai dibuat dan diserahkan kepada panitia, apakah langsung diterima jadi anggota? Tidak, tapi mahakarya itu harus dipresentasikan di hadapan kawan sesama anggota baru, panitia, pengurus, post (sebutan untuk alumni), hingga pembina.

Biasanya jadwal mempertahankan tulisan dilakukan setelah selesai materi dekonstruksi yang diberikan oleh Pendeta Soni Wibisono. Setelah itu dilanjutkan dengan "teror wacana" yang diakhiri dengan pemilihan Ketua Angkatan.

Momen ini sangat ditunggu-tunggu karena menjadi media silaturahmisilatur al-fikri, dan silat al-dzikri antarkeluarga besar. Berbagi peran dilakukan. Ada yang bertugas menguliti, membongkar dari segi isi, gaya tulisan, metodologi, biasanya diberikan kepada post (alumni). Untuk pengurus ditugaskan meneror mentalnya, dengan sikap, perilaku, seperti menyobek kertas tulisan peserta menjadi pemandangan biasa, tidak aneh. Keluar kata-kata membentak dengan nada tinggi; Ini tulisan apa? Tidak jelas? Masa mahasiswa nulis begini, referensi cuma 2? Bukan buku Babon lagi? Mau jadi apa kalau mahasiswa tidak bisa menulis?

Untuk mencairkan suasana tegang, biar otot-otot sarap tidak kaku, biasanya salah satu dari panitia ada yang ditugaskan memberikan: air putih, kopi, teh, sambil berkata santai minum dulu, ngopi, ngerokok, tergantung peserta baru sukanya apa.

Posisi duduk pada saat "teror wacana" ini dibuat melengkung bak lingkaran, dipandu oleh panitia untuk antre menunggu giliran mempresentasikan mahakarya yang dilakukan tepat di tengah-tengah ruangan. Ibarat nasi tumpeng yang siap dihidangkan, peserta presentasi diserbu untuk jadi santapan bersama-sama.

Waktu itu, September 2002 TGB dilaksanakan di Pesantren Al-Wasilah Garut yang diikuti 11 peserta. Saat pembukaan panitia menyambut dengan ramah, sederhana, sambil berkata, "Meskipun sedikit, bukan halangan untuk tetap menyelenggarakan TGB, sebab kalian orang pilihan, terbaik. Dalam sejarahnya, Nabi itu banyak, tapi yang jadi Ulul Azmi bisa dihitung dengan jari. Mudah-mudahan yang hadir di sini, termasuk ke dalam kategori itu," tegasnya.

“Islam Menurut Cak Nur" jadi tulisan andalan untuk dipresentasikan. Ya, memang karena saat itu sedang gandrung terhadap pemikiran Nurcholish Madjid. Sampai-sampai untuk sekadar melengkapi tulisan ikut-ikutan ngampus di Ciputat, Paramadina.

Tujuannya untuk membiasakan sambil berusaha mempertahankan tulisan, cakap beretorika, pandai membaca. Hasil koreksi, masukan dari panitia, pengurus, post, pembina sangat ditunggu-tunggu oleh peserta, agar jadi bahan guna ditulis kembali dan disetorkan ke panitia yang kelak dimuat pada Buletin Lateral.

Walhasil, yang jarang membaca, menulis, diskusi dipaksa untuk ikut terlibat dalam merawat tradisi agung ini. Awalnya berat, tapi setalah dijalani, dirasakan, dinikmati jadi kekuatan bersama dalam membangun kerja intelektual.

Baca Juga: SAWALA DARI CIBIRU #1: LPIK Bukan Sekadar Lembaga Kajian Keislaman
SUARA SETARA: Perempuan dalam Lanskap Kultur Sunda
Proyek Double Track Cicalengka, Kerusakan dan Manfaat Bagi Warga Sekitar

Mahakarya yang dimuat Surat Kabar Kampus Suaka, UIN SGD Bandung. (Sumber: Istimewa dari Penulis)
Mahakarya yang dimuat Surat Kabar Kampus Suaka, UIN SGD Bandung. (Sumber: Istimewa dari Penulis)

Sorogan Tulisan

Pasca-TGB, bagi yang jarang ngumpul, nongkrong, seminggu, bahkan sebulan tidak silaturahmi ke Sekre karena takut ditanya hasil revisian tulisan yang belum beres, pengurus akan bertandang ke kosannya  (rumah kontrakan) guna memberikan buku, majalah, kliping koran, agar dibaca. Sehingga tulisan yang tertunda bisa didiskusikan, dilanjutkan, diselesaikan.

Ingat, aktivitas menulis harus dibarengi dengan membaca agar otak mendapatkan asupan nutrisi lebih bergizi. Pasalnya, membaca merupakan kegiatan bervitamin. Kendati tidak semua orang suka membaca. Namun, mengajak orang suka membaca itu butuh proses dan perjuangan. Aktivitas diskusi merupakan aktualisasi dari hasil membaca dan menulis yang memiliki potensi lebih produktif saat ngobrol ngaler-ngidul. Ini yang terus ditanam, dirawat dan dilakukan oleh pengurus, post, pembina.

Sebagai bukti saat berjibaku dengan tugas-tugas kuliah, ditambah revisian hasil "teror wacana" yang menuntut segala diselesaikan, kerap terjadi saling meminjam buku secara bergiliran untuk merangsang tulisan. Buku-buku yang dipinjamkan ini seperti Dunia Sophie karya Jostein Gaarder; Islam Mazhab Masa Depan Menuju Islam Non Sekatarian; Dari Teologi ke Ideologi karya Prof Afif Muhammad (Guru Besar Ushuluddin, pembina); Pede Aja Lagi, Simbiosa, Bandung; Cinta Nggak Gitu Deh; Gua Juga Bisa, Simbiosa; Serial Al-Quranku Keren karya Bambang Q-Anees (dosen muda Ushuluddin, pembina); Islam Aktual, Rekayasa Sosial, Rindu Rasul, Islam Alternatif, Dahulukan Akhlak Di Atas Fikih, Meraih Kebahagiaan karya Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat, cendekiawan, pembina).

Uniknya, proses penyelesaian tulisan dilakukan dengan cara sorogan (menyodorkan tulisan dengan datang langsung) ke pengurus, post, pembina.

Pengurus biasanya menerima sorogan setiap hari Selasa mulai petang hingga malam hari. Tempatnya jarang di Sekre. Alasannya biar menyatu dengan alam. Konon, inspirasi datang terkadang di bawah pohon rindang (DPR). Ketika terjadi pembatasan kegiatan di ruang terbuka, hingga kematian DPR, para penghuni diskusi jalanan sorogan tulisan ini jadi garda terdepan menolak kebijakan kampus.

Alurnya dibuat berjenjang. Tulisan yang sudah dikoreksi pengurus diperuntukkan supaya dimuat Buletin Lateral (tahap 1); hasil mahakarya yang sudah final dengan post dikirimkan ke Surat Kabar Kampus, Suaka (tahap 2); tulisan bareng-bareng hasil revisi pembina jadi tiket untuk dipublikasikan ke koran: Galamedia, Tribun, Pikiran Rakyat, Republika, Media Indonesia, Kompas (tahap 3). Penulisnya tetap satu orang, tidak berubah jadi dua, berjamaah. Ada kaderisasi, waktunya bergiliran tampil menonjolkan seseorang, jadi intelektual publik.

Suasananya santai, akrab, tidak ada lagi istilah "teror wacana", semuanya melebur jadi satu keluarga besar. Diskusi Selasa senja, sorogan tulisan dilakukan secara berkelompok, melingkar di DPR. Tulisannya, langsung dikoreksi oleh pengurus, mulai dari isi, gaya selingkung, penyikapan isu aktual, sampai ditambah catatan untuk menambahkan, memperkaya teori, dan memberikan solusi. Hasilnya jadi bank naskah untuk giliran dimuat pada Buletin Lateral.

Berbeda jadwal dengan post yang biasanya dilakukan akhir pekan, Sabtu, karena sudah bekerja dari Senin-Jumat, harus berbagi waktu dengan keluarga. Sorogan tulisan sering digelar di depan Sekre, di bawah pohon mangga sambil ditemani lilin untuk penerang saat malam tiba.

Jika dalam pertemuan ini ada yang tidak membawa tulisan, maka post (Wawan Gunawan, Ahmad Sahidin, Dani Wardani, Cian Ibnu Sina) selalu memberikan tulisan pembina yang sudah dimuat di Suaka, Pikiran Rakyat, Kompas untuk dibaca secara lantang, selesai membaca ditulis ulang sesuai bahasa sendiri.

Giliran dengan pembina, proses sorogan tulisan selalu dilaksanakan di rumahnya. Baba Icon (Ahmad Gibson Albustomi di Gomlay), Kang Beqi (Bambang Q-Anees di Viku). Biasanya bergilir di malam Kamis, semalam suntuk. Sama prosesnya jika tidak ada yang membawa tulisan, pasti disuruh membaca Cacatan Pinggir Goenawan Mohamad, Majalah Prisma, Basis, Ulumul Qur'an, Haji Hasan Mustapa. Pada pertemuan minggu depannya baru ditagih hasil bacaannya yang ditulis kembali sesuai pemahaman dan bahasa sendiri dengan tetap mencantumkan sumber tulisannya.

Kuatnya keinginan untuk terus menulis semakin menggebu-gebu saat dapat kiriman tulisan baru dari pengurus, post (alumni), pembina. Rasanya ingin membaca berjamaah dan ikut segera membedah mahakarya yang sudah dimuat.

Sepanjang yang saya tahu, dengan melihat berkas, dokumen yang bisa ditemukan di perpus pribadi, inilah daftar maha karya yang dimuat Suaka dari tahun 2003-2006:  

Tuhan Seakan Melakukan Big Sale, Wawancara dengan Prof Afif Muhammad; Puasa: Metamorfosa Bagi Yang Percaya oleh Bambang Q-Anees; Tragedi Bali dan Muramnya Masa Depan Manusia oleh Radea Juli A Hambali (Suaka Edisi Januari/2003); Aspirasi Politik Mahasiswa oleh Cian Ibnu Sina (Suaka Edisi/2003); Afif Muhammad, Plagiat itu Kriminal Akademis (Suaka Edisi September 2003); Menguak Dongeng Sangkuriang oleh Ahmad Sahidin (Suaka Khusus 2004); Dilematis antara Sipil dan Militer oleh Cian Ibnu Sina (Suaka Khusus 2004); Menggagas Pendidikan Transformatif oleh Maskanto Ase (Suaka Edisi 12/V/2004); Sisi Lain Makna "Tuhan" oleh Ibn Ghifarie (Suaka Edisi 14/XI/2004); Membangun Kemitraan dengan Alam oleh Asep Bunyamin (Suaka News Edisi 19/IV/2005); Heryanto dan Gerakan Neo Liberal oleh Dede Rahmat (Suaka News Edisi 23/VII/2005); Ziarah Sebutir Peluru oleh Badru Tamam Mifka (Suaka Edisi Maret/2006); Tuhan Pun Tertawa, Muhamad Menangis dan MUI Marah oleh Ibn Ghifarie (Suaka Edisi Maret/2006).

Hadirnya gagasan, pemikiran Cak Nur, Cak Nun, Gus Dur, Buya Syafii, Kuntowijoyo, Romo Magnis Suseno di koran menjadi bacaan wajib yang menginspirasi dan asupan nutrisi bergizi untuk dikutip, dijadikan bahan tulisan.

Termasuk mahakarya pembina mulai dari Prof Afif Muhammad: Penarikan Zakat Negara Perlu Akuntabilitas Publik (Media Indonesia, 1 Desember 2002); Ahmad Gibson Albustomi: Islam-Sunda Bersahaja di Kampung Naga (Pikiran Rakyat, 30 Januari 2003), Nguyang, Penafsiran Lokalitas Sunda atas Islam (Pikiran Rakyat, 18 Maret 2003), Si Kabayan (Pikiran Rakyat, 23 Oktober 2004), Bambang Q-Anees: Yang Muda Yang Nyunda (Kompas, 2 Desember 2006).

Sungguh berbahagia, senang rasanya saat tulisan dimuat pada Buletin Lateral, Surat Kabar Kampus Suaka yang difotokopi untuk diperbanyak, dibagikan ke teman dekat, pengurus, post, pembina, bahkan sengaja ditempelkan pada papan pengumuman, mading. Dengan harapan ada yang menanggapi dari kalangan kawan-kawan.

Makan besar, botram dengan lauk pauk seadanya, bakso tahu, siomay menjadi bentuk rasa syukur atas perayaan, keberhasilan dimuatnya mahakarya. Sejatinya, kita dituntut agar lebih akrab dengan aktivitas literasi, mulai dari membaca, menulis, diskusi, sampai melakukan penelitian yang hasilnya dipublikasikan pada jurnal.

Mudah-mudahan dengan giat melakukan aktivitas menulis termasuk dalam kategori pertanda orang-orang beradab. Pramoedya Ananta Toer pernah memberikan saran, “Semua harus ditulis. Apa pun jangan takut tidak dibaca atau diterima penerbit. Yang penting tulis, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna."

Memang kebiasaan tulis-menulis tak selamanya hadir tanpa sebab. Melainkan harus dipaksa, dibina secara terus menerus supaya terlatih. Salah satunya melalui LPIK dengan penulisan TGB, sorogan tulisan. Banyaknya bacaan, seringnya berdiskusi dan membiasakan diri untuk tetap menulis apa yang dirasakan, dialami, diamati diharapkan dapat membuahkan tulisan yang renyah, bergizi, dan enak dibaca.

Dari sinilah aktivitas menulis tak selamanya muncul dalam dunia kesendirian, tapi selalu terkait dengan budaya membaca, diskusi, dan merenung yang sudah diatur sistemnya.

Dengan demikian, LPIK hadir sebagai kampus utama yang memberikan ruang terbuka untuk terus membaca, berfikir, menulis, diskusi. Mudah-mudahan tetap istiqomah.

Saat tengah menyelesaikan tulisan, tiba-tiba Hafiz berkabar: “Assalamualaikum, Bang Bul. Dupi seratan kanggo dinten Kemis, aman?Kanggo minggon ayeuna mah ku Bang Bul heula weh.”

*Tulisan Sawala dari Cibiru merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan UKM Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK)

Editor: Redaksi

COMMENTS

//