• Cerita
  • Berjalan Kaki Menceritakan Kuliner Legendaris di Kota Bandung

Berjalan Kaki Menceritakan Kuliner Legendaris di Kota Bandung

Bandung kaya akan kuliner legendaris. Keberadaan mereka hingga hari ini bukan hanya urusan rasa, tapi juga warisan sejarah yang berharga.

Para peserta Ngaleut Kuliner yang diselenggarakan Komunitas Aleut melintas di depan Warung Kopi Purnama, salah satu restoran legendaris di Kota Bandung, Sabtu (12/11/2022) pagi. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman13 November 2022


BandungBergerak.id – “Guys, ternyata yang bikin lotek Alkateri spesial (adalah) dia punya paria dan isinya lebih beragam. Dibungkusnya juga unik kayak es krim cone,“ seru Yunita kepada teman-temannya, seraya menawarkan lotek legendaris yang dapat diperoleh di persimpangan Jalan Alkateri dan Jalan ABC, Kota Bandung itu.

Sabtu (12/11/2022) pagi itu, Yunita bersama 14 orang lainnya mengikuti kegiatan “Ngaleut Kuliner” bersama Komunitas Aleut. Berjalan kaki menyambangi sejumlah toko makanan lawas di jantung kota, perut para peserta dibuat cepat keroncongan. Apalagi Yunita belum sarapan.

Perjalanan dimulai dari toko kue dan roti Canary Bakery di Jalan Braga. Di toko yang dulu dikenal sebagai Restoran Baltic in, Yunita dan kawan-kawannya asyik menjajal roti, kue, dan es krim, sembari mendengarkan paparan sejarahnya.

Terkadang pada saat menyantap makanan, kerut wajah mereka terlihat jelas, seperti sedang memikirkan sesuatu. Seperti halnya Naufal, salah seorang pemandu dari Komunitas Aleut, ia mengaku pada saat menjajal tempat kuliner di Kota Bandung sembari diceritakan sejarahnya membuat dirinya menjadi memikirkan dan membandingkan segala hal. Inilah aktivitas khas Ngaleut yang memancing rasa ingin tahu peserta.

“Kalau aku sih jadi selalu mikir apa yang ngebedain makanan ini sama makanan lain yang sejenis. Kenapa makanan ini bisa bertahan dengan jangka waktu selama itu, padahal sesederhana itu menunya? Jadi kaya yang selalu kepikiran kenapa, kenapa, dan kenapa gitu di otak, tuh,” ungkap Naufal, salah seorang pemandu dari Komunitas Aleut.

Di Jalan Braga, masih ada dua tempat kuliner legendaris lain yang mereka kunjungi. Yang terdekat adalah Sumber Hidangan. Het Snoephuis, begitu orang-orang terdahulu mengenalnya. Kata het artinya manis dan snoep bermakna makanan manis. Sementara itu, huis adalah rumah. Bisa diartikan, inilah restoran dengan kekhasan sajian berupa aneka ragam makanan manis.

Tempat kuliner legendaris lain di Jalan Braga adalah Braga Permai atau yang dahulu dikenal dengan nama Maison Bogerijen. Sebuah restoran yang konon katanya menyediakan makanan-makanan khas kerajaan Negeri Kincir Angin.

Baca Juga: Cerita Sebuah Kota, Suka Duka Komunitas Aleut dalam Memandu Edukasi Sejarah di Bandung
BUKU BANDUNG (5): Kisah Para Produsen Sarapan Bandung Tempo Dulu
BUKU BANDUNG #46: Braga Jantung Parijs van Java

Bukan Hanya Urusan Rasa

Perjalanan menjajal tempat-tempat kuliner legendaris berlanjut. Para peserta diajak memasuki lorong-lorong gang di perkampungan Braga untuk menuju Kopi Aroma di Jalan Banceuy. Semerbak aroma kopi yang sedang disangrai menyambut. Dari toko kopi yang khas dengan antrean pembeli ini, rombongan berjalan kaki ke Kopi Purnama di Jalan Alkateri.

Di sepanjang perjalanan, para peserta Ngaleut tidak jarang menemuka sesuatu di luar apa yang menjadi tujuan awal. Contohnya, para pedagang keliling yang menjual kembang tahu dan getuk jiwel. Kedua makanan tradisional yang dijual dengan berkeliling tersebut memiliki cerita yang tidak kalah menariknya.

Dengan caranya masing-masing, kuliner legendaris dan nakanan tradisional keliling bisa bertahan dari gerusan zaman sampai hari ini.

“Masyarakat sekarang sedang mengalami masa romantisme terhadap hal-hal yang klasik, vintage, retro, dan juga hal-hal yang sifatnya sederhana. Hal inilah yang saya liat dari makanan legendaris,” kata Naufal, yang juga merupakan mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Menurut Naufal, usaha melestarikan dan mengapresiasi kuliner-kuliner legendaris di Kota Bandung, harus dikerjakan secara serius. Dengan menelusuri jejak kuliner lawas, orang bisa memahami kehidupan masyarakat Bandung di masa lalu.

Kuliner legendaris bukan hanya soal waktu, rasa, dan hal-hal teknis yang mengiringi proses produksi. Lewat kegiatan Ngaleut, para peserta menyadari bahwa kuliner legendaris mengandung juga warisan sejarah yang ingin disampaikan penjual kepada pembeli melalui kualitas hidangan yang tersaji.

Yunita bahkan mengartikan kuliner legendaris sebagai produk seni. Setiap orang yang menyadarinya dapat melihat bagaimana masa lalu bekerja.

“Dengan kuliner, kita bisa menggunakannya sebagai jalan masuk melihat budaya masyarakat saat itu. Lalu jika dikoneksikan dengan masa kini, kita bisa mengetahui pembanding kondisi strata sosial, ketersediaan sumber daya manusia, hubungan masyarakat, perjuangan usaha, dan lainnya,” jelasnya.

Ada banyak cara mengapresiasi warisan kuliner legendaris. Berjalan kaki sembari menceritakan sejarahnya, sebagaimana dilakukan para peserta Ngaleut akhir pekan ini, salah satunya.  

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//