• Buku
  • BUKU BANDUNG (5): Kisah Para Produsen Sarapan Bandung Tempo Dulu

BUKU BANDUNG (5): Kisah Para Produsen Sarapan Bandung Tempo Dulu

Buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng menghadirkan kisah para produsen dan ragam menu sarapan ala Eropa di Bandung tempo dulu sebagai bagian dari sejarah kota.

Sampul buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng karangan Sudarsono Katam yang diterbitkan oleh Khazanah Bahari. Buku ini menyajikan kisah para produsen sarapan Bandung tempo dulu yang menjadi bagian dari perkembangan sebuah kota. (Foto repro: Hernadi Tanzil)

Penulis Hernadi Tanzil13 Juni 2021


BandungBergerak.id - Sejarah kota tidak hanya bisa ditelusuri melalui buku-buku literatur atau bangunan-bangunan kunonya saja. Dari kulinernya pun kita bisa melihat bagaimana sebuah kota berkembang dari masa ke masa, menyertai gerak dinamika kehidupan masyarakat kota tersebut. Buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng (2014) mencoba mengungkap sejarah kecil (petite histoire) perkembangan Kota Bandung melalui menu-menu sarapan (ontbijt) di masa Hindia Belanda.

Meski sudah lama menetap di Bandung, orang-orang Belanda tidak bisa meninggalkan kebiasaan sarapan ala Eropa setiap paginya, yaitu mengudap susu dan roti. Kebiasaan ini ternyata menular juga ke para menak Bandung, pegawai pemerintahan, dan orang-orang yang bergaul akrab dengan orang-orang Belanda.

Menurut buku Bandung Awal Revolusi 1945-1946 karya John Smail (Komunitas Bambu, 2013), penduduk Eropa yang tinggal di Bandung pada tahun 1930-an sebanyak 20.000 orang atau sekitar 12 persen dari total penduduk kota Bandung yang saat itu berjumlah 167.000 orang. Sedangkan menurut buku Statistisch Zakboekje voor Nederlandsch-Indie terbitan tahun 1939, penduduk keturunan Eropa di Bandung pada tahun 1930 sebanyak 19.700 orang.

Untuk memenuhi kebutuhan sarapan sekitar 20 ribu orang Eropa atau Belanda di masa itu, berdirilah berbagai produsen beragam jenis menu sarapan (ontbijt) di Kota Bandung. Sudarsono Katam, penulis buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng, mencatat ada 22 produsen ontbijt yang berada di Kota Bandung.

Begitu mashyurnya para produsen ontbijt di Bandung sampai-sampai ada yang jadi pemasok resmi untuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Ratu Belanda berupa kue khas kerajaan yang diberi nama Koningin Emmataart dan Wilhelminataart. Siapa yang menyangka di antara para produsen ontbijt di masa Hindia Belanda ternyata ada yang hingga kini masih berproduksi sehingga memperkaya ragam dan kekhasan jenis kuliner Bandung.

Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng mengungkap apa saja menu-menu onbijt yang pernah ada di Bandung dan produsen-produsen mana saja yang hingga kini masih berproduksi. Tidak ketinggalan, disajikan juga napak tilas bekas bangunan produsen yang sudah lama tutup.

Empat Bagian Buku
Setebal 161 halaman, buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng dibagi dalam empat bagian besar, yaitu Menu Ontbijt, Produsen Roti dan Kue, Produsen Isi Roti, dan Produsen Minuman Sarapan. Pada bagian Menu Ontbijt dijelaskan berbagai macam menu sarapan pagi di masa itu, antara lain roti-rotian (roti tawar, roti kadet, roti krenten), ontbijtkoek, kentang, havermout, nasi olahan, dan lainnya. Sedangkan untuk isi rotinya sendiri, ada antara lain roomboter, keju, pindakaas (selai kacang), palmsuiker (gula merah), telur, dan daging olahan. Untuk minuman onbijt terdapat susu murni, susu kental manis, susu tanpa lemak, susu tepung, kopi, cacao, teh, dan lain-lain. Semua menu-menu di atas diberi keterangan detail mengenai bahan dan penyajiannya.

Di bagian Produsen Roti dan Kue, terungkap bahwa Pemerintah Hindia Belanda memberikan konsesi kepada para produsen roti dan kue di Kota Bandung untuk membuat makanan sesuai dengan standar kualitas makanan orang Belanda.  Yang perlu dicatata, tidak semua produsen roti dan kue di Bandung didirikan oleh orang Belanda, seperti Merbaboe, Maison Bogerijen, Maison Vogelpoel, Lux Vincet, dan Valkenet. Namun ada juga produsen, baik dalam skala besar maupun menengah, yang didirikan oleh orang-orang Tionghoa, seperti Jap Tek Ho, Khoe Pek Goan, dan Tan Kim Liang.

Salah satu produsen ontbijt yang terbesar dan terkenal adalah pabrik roti Valkenet, yang tersohor bukan hanya di Bandung saja, melainkan di seluruh Hindia Belanda sebagai pabrik roti yang paling modern. Pabrik Valkenet di masa itu telah menggunakan pemanggang listrik dengan sistem rantai berjalan. Biskuit, kue kering, roti Valkenet didistribusikan ke seluruh Hindia Belanda sehingga pabrik ini memiliki cabang di beberapa kota besar. Untuk menjalin kerja sama dengan Belanda, pabrik ini bahkan membuka cabang di 's-Gravenhage, Belanda.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 tentang  pengambilalihan modal dan badan usaha milik orang Belanda, banyak toko dan produsen roti di Kota Bandung berpindah kepemilikan dari orang Belanda kepada kaum pribumi. Termasuk di antaranya Maison Bogerijen (Braga Permai) dan Het Snoephuis (Sumber Hidangan) yang hingga kini masih terus berproduksi di lokasi yang sama di Jalan Braga.

Produsen isi roti yang hingga kini masih beroperasi di Bandung antara lain  roomboter dan keju yang diproduksi oleh Bandoengsche Melk Centrale (BMC) di Jalan Aceh,  produsen daging olahan Schroder's Food Trading Company yang kini menjadi pabrik & toko daging Badrananya di Jalan Merdeka, serta peternakan ayam dan telur Missouri yang kini terletak di Jalan Patuha.

Bagaimana dengan produsen minuman sarapan? Hampir seluruh minuman sarapan orang Belanda di Kota Bandung diproduksi di Bandung dan kawasan sekitarnya, di antaranya susu yang diproduksi oleh Bandoengsche Melk Central (BMC). Juga ada produsen kopi Aroma yang kini menjadi incaran para wisatawan penikmat kopi yang bertandang ke Bandung. Kopi ini masih diproduksi dengan mesin-mesin kuno di lokasi yang sama, dan dikemas dalam kemasan tempo dulu yang menjadi ciri khasnya.

Di bagian ini juga tersaji informasi tentang produsen air mineral. Ternyata air mineral juga sudah dikonsumsi oleh penduduk Bandung di zaman Hindia Belanda. Pada tahun 1923 didirikan pabrik air mineral Malabar di Jalan Naripan 61 yang kini bekas bangunannya ditempati oleh Toko Buku Rohani Kalam Hidup. Selain Malabar, ada juga pabrik air mineral Preanger, Buddha, dan Nova.

Selain keempat bagian di atas, buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng yang dilengkapi dengan foto-foto ini juga menyertakan 10 buah lampiran. Di sana diperoleh beberapa informasi rinci mengenai nasib bangunan dan metamorfosis produsen ontbijt, jejak langkah pendiri Indische Partij, KAR Bosscha, serta kebun gandum di zaman kolonial di kawasan Pangalengan.

Baca Juga: BUKU BANDUNG (4): Romantika Anak SMA di Angkot Bandung dalam Komik Bangor
BUKU BANDUNG (3): Membaca Kautamaan Istri, Menimbang Ulang Kepahlawanan Dewi Sartika
BUKU BANDUNG (2): Angin Bandung Menyanyikan Tuhan
BUKU BANDUNG (1): Menyingkap Budaya Tionghoa Bandung melalui Sebuah Tragedi

Bagian dari Sejarah Kota

Secara keseluruhan buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng sangat menarik. Usaha memahami sejarah kota melalui menu sarapan orang-orang Belanda di Bandung dikerjakan sang penulis, Sudarsono Katam, lewat pemaparan secara mendetail. Walau ada beberapa data yang tampaknya kurang lengkap, tapi sebagai buku yang pertama kali membahas mengenai produsen makanan sarapan orang-orang Belanda di Bandung, apa yang telah tersaji di dalamnya sangatlah bermanfaat.

Buku Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng penting bagi siapa saja yang gandrung akan buku-buku sejarah, terlebih mereka yang menggemari sejarah Bandung. Walau mungkin dianggap hal yang sepele, riwayat produsen menu onbijt di Bandung tidak dimungkiri telah menjadi bagian dari sejarah kecil perkembangan kota Bandung.

Saya sependapat dengan penulis yang mengatakan bahwa buku ini dimaksudkan untuk menambah dan melengkapi literatur-literatur sejarah Kota Bandung. Bukan bagi pengamat sejarah kota saja, melainkan bagi siapa saja yang mencintai Bandung. Dengan bertambahnya informasi tentang Bandung, warga diharapakan bakal semakin mencintai kotanya lalu mewujudkannya dengan cara melestarikan warisan-warisannya.

Informasi Buku

Judul : Produsen Ontbijt Walanda Bandoeng
Penulis : Sudarsono Katam
Penerbit : Khazanah Bahari, Bandung
Cetakan : II, Juli 2014
Tebal : 161 hlm
ISBN : 978-602-97719-4-7

Editor: Redaksi

COMMENTS

//