NGULIK BANDUNG: Palagan Medan Prijaji di Bandung (Bagian 4)
Medan Prijaji dipaksa tutup. Keuangan perusahaan seret karena pemegang saham menarik modalnya tiba-tiba.
Ahmad Fikri
Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman
17 November 2022
BandungBergerak.id - Belum genap setahun beroperasi di Bandung, harian Medan Prijaji tiba-tiba berhenti terbit. Koran De Preanger-bode tanggal 12 Oktober 1911 menerbitkan berita pendek bahwa sehari sebelumnya harian Medan Prijaji disita. Tidak ada penjelasan rinci selain spekulasi penyebabnya karena kesulitan keuangan.
Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 17 Oktober 1911 memberitakan situasi yang dialami koran yang dipimpin Tirto Adhi Soerjo tersebut. Medan Prijaji berhenti terbit karena semua aset milik penerbit NV Medan Prijaji disita salah satu bank yang menjadi kreditur terbesarnya. Dua pengacara menangani kasus tersebut, Tuan Dankmeijer di Bandoeng dan Tuan Van Hinloopen Labberton di Batavia.
Ada yang ganjil di sana. Bataviaasch nieuwsblad menyebutkan meski penjelasan resmi penyebab penyitaan tersebut adalah kesulitan keuangan, namun pembukuan perusahaan yang menaungi koran Medan Prijaji justru menunjukkan keuntungan yang baik.
Koran De locomotief tanggal 19 Oktober 1911 juga memberitakan hal senada. Penyitaan aset milik NV Medan Prijaji karena masalah keuangan tidak masuk akal. Bisnis percetakan koran tersebut justru moncer.
De locomotief memuji Tirto Adhi Soerjo dan Hadji Mohamad Arsad karena dinilai berhasil mengoperasikan bisnis penerbitan serta koran Medan Prijaji. Keduanya sukses menerbitkan lembaran saham dengan nilai 10 Gulden dan berhasil mengumpulkan modal yang relatif besar. Sedikitnya dari penjualan saham tersebut terkumpul hingga 50 ribu Gulden.
Pemilik saham Medan Prijaji beragam. Mulai dari individu, bank, hingga koperasi. Salah satunya koperasi pertanian milik bumiputra yakni Krido Mardi Kismo yang dipimpin Raden Moeso memiliki saham yang lumayan besar di sana.
Bisnis penerbitan yang dijalankan NV Medan Prijaji berjalan baik-baik saja. Pembukuan perusahaan menunjukkan keuntungan yang diperoleh tiap bulannya.
Tiba-tiba saja pemegang saham melaporkan kehilangan uang mereka. Kabar yang simpang siur membuat pemodal lainnya ketar-ketir. Hingga ramai-ramai mendesak pengembalian uang mereka yang ditanam di sana.
Permintaan pengembalian dana dalam jumlah besar dan mendadak membuat keuangan perusahaan terpuruk. Kreditur besar yang khawatir rugi lebih besar langsung mengambil jalan hukum dengan meminta penyitaan aset NV Medan Prijaji. Buntutnya harian Medan Prijaji terpaksa berhenti terbit sementara.
Di waktu yang sama, Tirto Adhi Seorjo juga harus melayani gugatan hukum yang dilayangkan Bupati Rembang gara-gara pemberitaan Medan Prijaji. Kini, Tirto Adhi Soerjo harus menghadapi gugatan perdata yang dilayangkan pemilik saham NV Medan Prijaji (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 20 Oktober 1911).
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Palagan Medan Prijaji di Bandung (Bagian 1)
NGULIK BANDUNG: Palagan Medan Prijaji di Bandung (Bagian 2)
NGULIK BANDUNG: Palagan Medan Prijaji di Bandung (Bagian 3)
Dituduh Menipu
Koran Sumatra-bode tanggal 25 Oktober 1911 memberitakan Tirto Adhi Soerjo menghadapi tuduhan penipuan. Dia dituduh menghilangkan 50 ribu Gulden uang milik pemegang saham serta 30 ribu Gulden dalam bentuk obligasi yang dititipkan pemodal untuk NV Medan Prijaji. Agar Medan Prijaji tetap terbit, Tirto Adhi Soerjo menyerahkan koran tersebut pada wakilnya, Madhie. Meski terseok, Medan Prijaji bertahan tetap terbit.
Serangan pada Tirto Adhi Soerjo makin menjadi. Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 28 Oktober 1911 memberitakan serangan fisik yang dialami menyebabkan Tirto Adhi Soerjo harus menjalani perawatan medis. Seorang Belanda berinisial G.V.H. menyerang Tirto Adhi Soerjo dengan cambuk anjing.
Koran De Preanger-bode tanggal 28 April 1912 memberitakan persidangan kasus penyerangan terhadap Tirto Adhi Soerjo tersebut. Koran itu menyebutkan penyebab serangan tersebut adalah pemberitaan koran Medan Prijaji yang menyerempet istri terdakwa. Terdakwa datang ke kantor Medan Prijaji untuk meminta koran tersebut meminta maaf secara terbuka. Terdakwa yang melihat Tirto Adhi Soerjo di sana langsung memukulinya dengan cambuk.
Pengadilan kemudian menjatuhkan hukum denda atas penyerangan tersebut (Algemeen Handelsblad, tanggal 11 Juni 1912).
Ulah anak buah Tirto Adhi Soerjo di koran Medan Prijaji memperburuk keadaan. Adalah Raden Mas Angawinata, mantan Kepala Bagian Penagihan Koran Medan Prijaji diketahui melakukan serangkaian penipuan.
Rangkaian penipuan oleh Angawinata diberitakan koran De Preanger-bode tanggal 12 Januari 1912. Angawinata meniru cara penggalangan dana yang dilakukan Medan Prijaji. Bedanya, Angawinata mengaku dirinya sebagai kuasa perwakilan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Preanger.
Angawinata sengaja mendirikan koran Soeara Kaadilan. Dia pun mendirikan perkumpulan Taman Bersoedara untuk melancarkan aksi penipuannya. Perkumpulan yang diklaimnya sanggup melindungi petani kecil dari penindasan tuan tanah sukses membuatnya kaya.
Angawinata meminta para calon anggota perkumpulannya untuk menyetor iuran anggota 6 Gulden setahun. Kemudian untuk mendapatkan perlindungan perkumpulan, anggota wajib menyetor uang deposito sebesar 24,5 Gulden yang kemudian akan mendapatkan surat kuasa tanda perlindungan dari perkumpulan, yang otomatis juga mendapat perlindungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Banyak petani di desa-desa yang tertipu. Ulah Angawinata tersebut memperburuk citra Tirto Adhi Soerjo.
Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 12 Januari 1912 juga memberitakan kasus penipuan yang dilakukan Angawinata tersebut. Koran itu menyebutkan Angawinata adalah kaki tangan Tirto Adhi Soerjo untuk melakukan penipuan pada rakyat kecil yang tidak mengerti hukum. Banyak penduduk desa yang tertipu.
Koran Bataviaasch nieuwsblad mendesak Tirto Adhi Soerjoa agar dipenjara. Dua putusan pengadilan residen dinilainya tidak cukup membuat jera. Putusan pertama ditujukan pada Tirto Adhi Soerjo selaku direktur, lalu satu putusan lagi ditujukan selaku komisaris NV Medan Prijaji, isinya sama yakni paksaan untuk mengembalikan uang pemegang saham yang hilang. Seluruh aset dan properti milik NV Medan Prijaji dan Tirto Adhi Soerjo disita.
Aset NV Medan Prijaji Disita
Koran De Preanger-bode tanggal 24 Juni 1912 mengumumkan penyitaan dan pelelangan aset milik Medan Prijaji di sebuah rumah di Soeniaradjaweg tanggal 28 Juni 1912. Tirto Adhi Soerjo yang sedang tidak ada di tempat mengirim protes lewat kawat. Protes tersebut tidak didengar. Barang-barang yang ada di dalam rumah di Soeniaradjaweg dibawa keluar dan dijual di muka umum (De Preanger-bode, 9 Juli 1912).
Kasus perdata yang menjerat NV Medan Prijaji dan Tirto Adhi Seorjo merembet pada majalah Sarotomo yang berafiliasi dengan Sarekat Islam di Solo. Koran De expres tanggal 12 Juli 1912 memberitakan percetakan Buning menolak mencetak majalah Sarotomo karena khawatir tidak dibayar. Sarotomo saat itu dikelola langsung oleh Tirto Adhi Soerjo.
Tirto Adhi Soerjo memutuskan mundur dari majalah Sarotomo agar majalah tersebut tidak terseret perkara yang menjerat Medan Prijaji. Hadji Samanhudi kemudian mengambil alih Sarotomo dan memindahkannya ke Solo.
Koran De Preanger-bode tanggal 21 Juli 1912 memberitakan mundurnya Tirto Adhi Soerjo dari majalah Sarotomo. Berbarengan, Medan Prijaji juga dikabarkan kembali ditutup. Koran tersebut diberitakan tidak akan muncul lagi.
Koran De expres tanggal 12 Agustus 1912 memberitakan Tirto Adhi Soerjo yang dikabarkan kembali ke Buitenzorg lalu menghilang di sana. Mahdi (Madhie) wakilnya yang menggantikan Tirto Adhie Soerjo memimpin Medan Prijaji dijatuhi hukuman oleh pengadilan karena tuduhan penggelapan.
*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dan Komunitas Djiwadjaman.