BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #9: Direktur Sementara Sipatahoenan
Mochamad Enoch diangkat sebagai direktur sementara Sipatahoenan untuk mengurai kekusutan pengelolaan administrasi surat kabar tersebut. Menomorsatukan kerja tim.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
27 November 2022
BandungBergerak.id - Fakta penting yang barangkali baru kita tahu adalah bahwa Mochamad Enoch pernah mengurusi administrasi sekaligus menjadi direktur sementara surat kabar Sipatahoenan.
Saya baru mengetahuinya dari pernyataan dalam tulisan “Doea poeloeh lima taoen dina kadinesan (29 Juli 1912-29 Juli 1937). R. Mochamad Enoch, Directeur Regentschapswerken Bandoeng” (Sipatahoenan, 31 Juli 1937). Di situ dikatakan, “Ti barang mimiti Sipatahoenan pindah ka Bandoeng (1931) nepi ki taoen 1936 sapandjang djoeragan Oto Iskandar di Nata aja di Batawi, djrg, Moch. Enoch noe ngapalaanana (wd. Directeur)” (Sejak Sipatahoenan dipindahkan ke Bandung [1931] hingga 1936, selama Oto Iskandar di Nata ada di Batavia, Moch. Enoch yang menjabat direkturnya).
Membuka-buka Sipatahoenan tahun 1931, saya menemukan kabar ihwal pengangkatan Mochamad Enoch sebagai administratur Sipatahoenan. Saya menemukannya dalam Sipatahoenan edisi 16 Juni 1931. Di situ ada pengumuman bertajuk “Bewara ti Directie”.
Latar belakang pengangkatan itu adalah kekusutan administrasi Sipatahoenan di bawah A.S. Tanoewiredja, yang sebelumnya pernah berkali-kali menjadi redaktur bahkan pemimpin redaksi Sipatahoenan, tetapi kemudian diberhentikan. Redaksi mengimbau agar pelanggan berhati-hati mengirimkan wesel pos. Jangan mengirim ke alamat salah seorang pegawai Sipatahoenan, melainkan kepada Administratie Sipatahoenan Tasikmalaja.
Pihak redaksi juga mengingatkan langganan agar benar-benar memperhatikan kuitansi Sipatahoenan. Jangan sampai mereka menerima kuitansi palsu karena yang asli bertanda tangan Ahmad Atmadja atau Soeleman, yang diberi mandat mengelola keuangan Sipatahoenan. Kepada agen-agen, redaksi mewanti-wanti agar mengirimkan uang hanya dalam bentuk wesel pos.
Sepeninggal A.S. Tanoewiredja, administrasi Sipatahoenan akan diawasi, selain oleh pengurus Paguyuban Pasundan cabang Tasikmalaya, juga oleh Moch. Enoch dari Bandung (“Ajeuna Administratie kadjabi ti ditalingakeun koe Bestuur Tjabang Pasoendan Tasik téh, ditalingakeun deui koe Djrg. Moch. Enoch ti Bandoeng”).
Kasus A.S. Tanoewiredja
Sebelum membahas pengalaman Mochamad Enoch turut mengelola Sipatahoenan, saya akan berbagi ihwal kasus yang menimpa A.S. Tanoewiredja, sebagaimana yang sudah selintas disebutkan.
Jawabannya bisa kita simak dari berita Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie edisi 3 November 1931 dan Sin Tit Po edisi 5 November 1931, yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Melayu. Intinya, A.S. Tanoewiredja diduga telah melakukan penggelapan uang Sipatahoenan.
Dalam Sin Tit Po disebutkan “Toean S. Tanoewiredja, bekas redacteur dari soerat kabar Sipatahoenan, soeda diadoeken oleh hoofdbestuur dari perkoempoelan Pasoendan kerna Toean Tanoewiredja ditoedoeh lakoeken penggelapan”. Kata Sin Tit Po selanjutnya, “Sementara itoe Toean Tanoewiredja mendjadi redacteur dari soerat kabar Galih Pakoean jang terbit di Batavia”.
Dari berita tersebut, kita jadi tahu bahwa setelah Tanoewiredja diberhentikan dari Sipatahoenan, ia kemudian bekerja menjadi redaktur surat kabar Galih Pakoean terbitan Batavia. Bahkan, sebelumnya sebagai eks pemimpin redaksi Sipatahoenan, ia dikabarkan telah dilamar oleh pengurus perkumpulan TBTO di Garut agar mau mengemudikan surat kabar yang akan diterbitkan oleh mereka.
Kabar tersebut diwartakan Kiauw Po edisi 30 September 1931. Di situ disebutkan “Dalem soerat kabar Sipatahoenan ada dikabarken jang TBTO di Garoet ada kandoeng niatan aken menerbitken soerat kabar, jang menoeroet pendengerannja aken dikemoediken oleh Toean Tanoewiredja ex. Hoofdrecteur dari Sipatahoenan”.
Untuk memastikan kebenarannya, Kiauw Po mewawancarai Tanoewiredja dan mendapatkan jawaban bahwa “ia belon taoe denger tentang itoe soerat kabar, malahan sama sekali belon pernah trima soerat tawarannja dari bestuur TBTO”. Bahkan, katanya, “maski betoel sekarang ia dalem keadaan werklos tida nanti aken pegang itoe pekerdjaan”.
Dengan demikian, meskipun keadaan dirinya sedang mengganggur (werklos), A.S. Tanoewiredja berani menolak pinangan perkumpulan TBTO dari Garut sekaligus dapat dipastikan hingga akhir September 1931 itu dia belum menjadi redaktur dan pemimpin redaksi surat kabar Galih Pakoean. Barangkali dia bergabung dengan surat kabar berbasis di Batavia itu pada bulan Oktober 1931.
Lalu, bagaimana kelanjutan kasus Sipatahoenan yang menjeratnya? Ternyata ada buntutnya. Karena dalam Kiauw Po edisi 1 Juni 1932, saya mendapatkan berita pemerikasan Tanoewiredja di pengadilan Tasikmalaya pada 26 Mei 1932. Dalam berita bertajuk “Toean A.S. Tanoewiredja contra Sipatahoenan” itu disebutkan “pada 26 Mei j.l. Landraad di Tam. telah preksa perkaranja Ex. Hoofdredacteur Sipatahoenan sekarang Directeur-Hoofdredacteur Galih-Pakoean jang terdakwa memake oeang kepoenjaan Sipatahoenan semoea berdjoemblah f 445.04 dan 40 riem kertas harga f 104,- boeat dirinja sendiri, atas keroegian Sipatahoenan”.
Karena konon keterangan-keterangan untuk pengadilan belum cukup, keputusan diundurkan ke tanggal 23 Juli 1932.
Baca Juga: BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #8: Anggota Dewan Kabupaten, Kota, dan Provinsi
BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #7: Cucu Patih Karawang
Bantuan Jajaran Redaksi
Pengalaman Mocahamad Enoch selama mengelola surat kabar ia tuangkan dalam buku peringatan sepuluh tahun Sipatahoenan (10 Taoen Dagblad Sipatahoenan, 1933). Judul tulisannya “Nepi ka 10 taoen” (Hingga sepuluh tahun). Tulisan sambutan itu terdiri atas lima paragraf.
Pada paragraf pertama, Enoch menyatakan tidak mau berbangga hati saat mengelola Sipatahoenan, karena ia mendapatkan bantuan pula dari mitranya di jajaran direksi surat kabar tersebut (“djisim koering moal rek pandjang tjarita, da bisi kaasoep kana paribasa ngeupeul ngahoeapan maneh, da poegoeh djisim koering pribadi dibantoe koe para kantja dina rengrengan directie ieu soerat kabar, noe moelasarana oge”).
Pada paragraf berikutnya, ia menunjukkan perasaannya mengenai kepindahan Sipatahoenan dari Tasikmalaya ke Bandung dengan menyatakan, “ari tadina mah ngarasa salempang djeung hoream, rek nampa pindahna Sipatahoenan ti Tasikmalaja ka Bandoeng teh, boeboehan lain ahli noe maranti, ngaloeloegoean bedjrif soerat kabar teh” (semula saya merasa khawatir dan malas, saat hendak menerima kepindahan Sipatahoenan dari Tasikmalaya ke Bandung, sebab bukan ahli dalam bidang pengelolaan surat kabar).
Namun, karena dikerjakan secara bersama-sama dan diawasi betul-betul, Enoch menganggap Sipatahoenan dapat berkembang dengan pesat, bahkan lebih maju daripada sebelum dibawa pindah ke Bandung (“Tapi koe lantaran dipigawena babarengan tea, sarta dititenan noe saenjana, henteu boeroeng bae geuning pinanggih djeung kamadjoeanana, malah djisim koering bisa njeboetkeun, geus leuwih madjoe ti batan samemeh pindah ka Bandoeng”).
Dalam dua paragraf selanjutnya, Mochmad Enoch berdoa semoga Tuhan Yang Maha Suci mengabulkan Sipatahoenan kian bertambah maju dan memenuhi kewajibannya serta bermanfaat besar bagi kepentingan orang Sunda dan tanah airnya. Selanjutnya kepada para personil Sipatahoenan, ia berharap agar memenuhi kewajiban disertai sikap yang kian bersungguh-sungguh. Di bawah tulisannya diberi keterangan “kalawan asmana Ex-Directie Sipatahoenan” (atas nama mantan direksi Sipatahoenan).
Dengan demikian, bila dikaitkan fakta dalam tulisan “Doea poeloeh lima taoen dina kadinesan”, Mochamad Enoch menjadi direktur sementara Sipatahoenan paling tidak antara Juni 1931 hingga April 1933. Selebihnya, barangkali ia tetap membantu Sipatahoenan, meskipun tidak lagi menjadi direktur, meskipun Oto Iskandar di Nata masih menjadi anggota Volksraad di Batavia hingga 1936.