• Berita
  • Kembali Gelar Aksi Tolak RKUHP

Kembali Gelar Aksi Tolak RKUHP

Pemerintah dan DPR makin intens membahas RKHUP. Kelompok sipil lintas organisasi dan komunitas kembali menggelar aksi menolak pengesahan RKHUP.

Perwakilan organisasi dan kelompok sipil menggelar aksi penolakan pengesahan RKUHP di depan Gedung Sate, Bandung, Senin, 28 November 2022.(Foto: Emi La Palau)

Penulis Emi La Palau29 November 2022


BandungBegerak.id—Rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat di respon dengan berbagai penolakan. Yang terbaru aksi perwakilan organisasi dan kelompok sipil menggelar aksi penolakan pengesahan RKUHP di depan Gedung Sate, Bandung, Senin, 28 November 2022.

Mengenakan payung hitam, massa menggelar aksi di depan kantor Gubernur Jawa Barat. Sore itu jalanan masih basah setelah diguyur hujan. Satu demi satu bergantian menyuarakan penolakan RKHUP.

“Semua bisa kena, pasal-pasal karet yang akan disahkan pemerintah, itu sebagai penanda bahwa kawan-kawan tidak boleh ngomong,” ujar salah seorang orator pada aksi itu.

Salah satu penggerak aksi Kamisan Bandung, Fay mengatakan, aksi tersebut kembali digelar untuk menolak rencana pengesahan RKUHP. Pembahasan DPR dan pemerintah makin gencar belakangan ini. Sementara pasal yang krusial yang mengancam demokrasi masih ada dalam rancangan RKUHP,

“UU ini akan bisa mengkriminalisasi siapa pun, ya kita ketahui, semua bisa kena,” kata Fay pada BandungBergerak.id di sela aksi itu.

Fay menyoroti pasal penghinaan terhadap pemimpin negara yang belum dihapuskan dalam RKUHP. Pasal tersebut dikhawatirkan menjadi alat pemerintah memberangus kritik.

“Kita ketahui bersama bahwa si RKUHP ini lagi-lagi hanya menjadi alat mereka untuk bagaimana melanggengkan kekuasaan itu sendiri. Seolah mereka anti kritik dan juga mengesampingkan lagi-lagi  dari kebanyakan UU mereka mengesampingkan rakyat. Padahal rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi di negara demokratis.”

Heri Pramono, perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengungkapkan hal senada. Pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP dikhawatirkan makin memperburuk situasi karena  masih mempertahankan prinsip-prinsip kolonial.

“Yang kita pertanyakan sebenarnya semangat RKUHP ini kan sudah lama jauh karena kita sudah bosan dengan hukum kolonial, ya kita bisa bayangin dulu kolonial memakai RKUHP ini sebagai alat penjajah. Tapi sekarang yang katanya ingin reformasi RKUHP malah masih mengikuti hukum-hukum ala kolonial,” kata Heri.

“Kita mempertanyakan mental pemerintah sekarang ini sebagai penguasa penjajah era baru atau ingin mereformasi hukum  yang baru.”

Pasal lain yang krusial adalah pasal hukuman mati. Mesti bukan menjadi pasal primer, pasal tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yakni hak untuk hidup yang tidak boleh dikurangi atau dihilangkan.

RKUHP juga masih mencantumkan pasal-pasal terkait kohabitasi, yang berpotensi menerobos ruang privat sipil. Heri mencontohkan pasal ancaman pidana 1 tahun penjara bagi pelaku hubungan seksual di luar nikah.

“Itu kan terlalu offside bagi saya, ketika negara mengurusi satu hal yang sangat privat bagi negaranya,” ujar Heri.

Baca Juga: Dari Bandung Menyusuri Kampung-kampung Pinggiran di Cianjur yang Terdampak Gempa
Aksi Guru Honorer Lulus Passing Grade Minta Kejelasan Nasib
Lagi-lagi Teror untuk Eva Eryani di Tamansari

Merampas Hak-hak Minoritas dan Perempuan

Maulida Zahra Kamila, dari bidang Advokasi dan Penanganan Kasus LBH Bandung menyoroti pasal-pasal dalam RKUHP yang akan berdampak pada perempuan korban kekerasan seksual. RKUHP masih mengatur pasal pidana pada kasus perkosaan, yang dikhawatirkan tumpang tindih dengan UU Tidak Pidana Kekerasan Seksual.

“Apalagi perempuan, kayak menurut aku udah dalam sistem sekarang pun KUHP sebegini pun sudah sulit, ditambah RKUHP ya kelompok-kelompok minoritas lainnya pun aku rasa akan semakin sulit,” ujar Maulida.

RKHUP juga berpotensi melanggar HAM karena masuk terlalu jauh mengatur ruang-ruang privat masyarakat.

“Kelompok rentan apapun pasti disulitkan banget, mau disabilitas, mau perempuan, teman dengan identitas gender apapun itu jadi persoalan baru karena kemungkinan turunan-turunannya bakal jadi lebih mendiskriminasi ke teman-teman yang rentan.”

Ressy Rizki Utari, salah satu peserta aksi punya kekhawatiran yang sama. RKHUP pada akhirnya akan berdampak pada perempuan. RKUHP dinilainya berbahaya terhadap masyarakat yang rentan, dan tidak punya kuasa.

“Yang sangat mudah untuk dipersekusi, itu perempuan justru menjadi kaum yang paling mungkin kedepannya sangat mudah dipidana dengan pasal-pasal yang sekarang ada di RKUHP.”

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//