RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #2: Dari Indische Bond, Insulinde sampai Indische Partij
Organisasi yang stagnan, perpecahan, dan perbedaan pandangan di kalangan anak muda Indo-Eropa di Hindia Belanda menjadi awal mula kelahiran Indische Partij.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
6 Desember 2022
BandungBergerak.id—Lahirnya Indische Partij tidak juga terlepas dari dua organisasi yang berdiri lebih dahulu, yakni Indische Bond dan Perkumpulan Insulinde. Indische Bond sendiri dibentuk oleh kalangan Peranakan Indo-Eropa di Batavia pada bulan Oktober 1898, sedangkan Insulinde didirikan di Bandung pada bulan Agustus tahun 1907 (Blumberger, 1934: 5, Blumberger, 1939: 33, Pringgodigdo, 1960: 24).
Blumberger (1939) menjelaskan bahwa kemunculan Indische Bond mempunyai tujuan khusus yang difokuskan terhadap masyarakat Indo-Eropa. Tujuan itu adalah untuk mengampanyekan kepentingan para anggotanya berupa dukungan material dan moral kepada masyarakat Eropa di Hindia Belanda yang membutuhkan. Bukan hanya itu. Indische Bond juga berupaya untuk mencapai semua tujuan tersebut dengan cara membuat percetakan, menerbitkan majalah, mendirikan berbagai toko serikat pekerja, mempromosikan pertanian kecil yang dikerjakan oleh orang Eropa; lalu mempromosikan pendidikan dan memprovokasi langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda (hlm. 30).
Agar dapat bergabung ke dalam anggota Indische Bond, calon anggota mesti berumur 19 tahun. Di samping itu Indische Bond juga mempunyai program yang memprioritaskan untuk melawan kemiskinan di antara para anggotanya, meskipun selanjutnya hal ini berlaku untuk semua rakyat Eropa di Hindia Belanda secara umum dengan usaha-usaha yang akan dijalankan; seperti mengolah lahan pertanian kecil, memajukan pendidikan, menciptakan sarana penghidupan baru bagi masyarakat Eropa, mendirikan bank pinjaman dengan sistem yang adil, membangun rumah anak-anak dan menjamin dana pemakaman (Blumberger, 1939: 30).
Dengan demikian semua program tersebut dijalankan selama bertahun-tahun, terutama di wilayah Jawa yang penduduknya cukup banyak. Bahkan agar program itu sesuai sasaran, para pengurus Indische Bond sangat berhati-hati dalam mengurus dan mengatur semua yang telah dijalankan itu. Umpamanya, dalam mendirikan dan mengelola koperasi; mengelola dana pemakaman; dan menggelar kursus untuk pegawai negeri. Selain itu, terdapat perhatian besar yang ditujukan pada praktik di bidang pertanian, yaitu dua desa pertanian dan hortikultura di wilayah Priangan dan Pekalongan (Blumberger, 1939: 30).
Di awal pembentukannya, Indische Bond dipimpin oleh Ch. Beynon, dengan didampingi sekretarisnya bernama H. Verleye (Blumberger, 1939: 29). Bahkan, di masa-masa selanjutnya, yakni tahun 1912, F.H.K. Zaalberg, redaktur koran Bataviaasch Niuwsblad, juga pernah memimpin perhimpunan orang Indo-Eropa itu. Selama lima tahun memimpin Indische Bond (1912-1917), Zaalberg dianggap gagal menyokong kepentingan sosial-politik masyarakat Indo-Eropa, kendati di awal kepemimpinannya sempat membawa Indische Bond hidup kembali (Blumberger, 1939: 40).
Krisis yang terjadi dalam tubuh Indische Bond mengakibatkan Douwes Dekker, Van der Poel dan Brunsveld van Hulten, perlu untuk merombak total perkumpulan itu. Hal ini disampaikan saat ketiga orang itu menghadiri rapat di Jakarta, pada tanggal 25 Agusutus 1912. Dengan berbagai alasan yang kuat Douwes Dekker dkk. menanamkan keyakinannya kepada para hadirin agar Indische Bond mendapat hasil yang baik demi kemajuan Hindia, sehingga diambillah keputusan dari rapat itu untuk membentuk suatu komisi peneliti. Komisi tersebut terdiri dari 7 orang antara lain, J.R. Agebeek, J.D. Brunseld van Hulten, G.P. Charli, E.C.L. Couvreur, E.F.E. Douwes Dekker, J. van Der Poel, dan R.H. Teuscher (Van Ham, 1913: 105, Mulyana, 2008: 74).
Setelah dibentuk komisi peneliti, mereka kemudian mengambil berbagai tindakan untuk bersiap-siap mendirikan perkumpulan yang baru. Oleh karena itu, di bawah kepemimpinan Douwes Dekker, komisi peneliti menggelar rapat di Bandung pada tanggal 6 September 1912. Selain mendapat kunjungan massa yang sangat banyak, rapat itu pun membicarakan berbagai poin penting dalam mendirikan organisasi baru. Antara lain, Van der Poel membahas keanggotaan organisasi baru yang sedang dipersiapkan; Teuscher menjelaskan hak Hindia Putera terhadap tanah Hindia; Brusveld van Hulten membahas masa depan Hindia Putera; sedangkan Douwes Dekker memfokuskan perhatiannya pada persaudaraan di kalangan Hindia Putera. Maksud dari penyebutan Hindia Putera ini ialah seseorang yang dilahirkan, menetap sampai disemayamkan di kawasan Hindia. Dengan rencana-rencana dan persiapan itu, maka berdirilah perhimpunan baru dengan nama Indische Partij (Van Ham, 1913: 105, Mulyana, 2008: 74).
Baca Juga: RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #1: Cikal Bakal Kemunculannya di Bandung
SAWALA DARI CIBIRU #4: Jalan Filsafat untuk Membaca Kritis
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #19: Persis Mendapatkan Badan Hukum
Lahirnya Indische Partij
Sebelum terbentuknya Indische Partij, kemunculan Insulinde juga merupakan respons terhadap kegagalan Indische Bond. Kalangan sejarawan sepakat bila hadirnya perkumpulan Insulinde pada tahun 1907 itu berasal dari paham Indische Bond yang sudah tidak relevan. Pringgodigdo (1960), misalnya, menyebutkan bahwa lahirnya Insulinde sebagai reaksi atas pemahaman usang dari mayoritas pengurus Indische Bond ketika itu. Bahkan sebetulnya, Insulinde masih mempunyai prinsip yang tidak berbeda jauh dari Indische Bond, yaitu untuk masyarakat Eropa yang lahir di Hindia Belanda (hlm. 25).
Hal ini sejalan dengan tulisan-tulisan Douwes Dekker (1913) dalam Nota betreffende de Geschriften van Douwes Dekker yang merujuk pula pada koran De expres 13 November 1913. Di situ disebutkan jika pada tahun 1907 beberapa anggota Insulinde mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal van Heutsz agar orang Indo-Eropa diberikan hak kepemilikan individu secara turun-temurun dengan legalitas yang dikeluarkan oleh Direktur Dalam Negeri. Artinya, di sini Insulinde mempunyai prinsip yang menekankan pada hak dan kebutuhan hidup masyarakat Indo-Eropa di Hindia Belanda, terutama dari segi ekonomi, sosial maupun politik.
Selain itu, polemik yang terjadi sebagai buntut ketidaksepahaman terhadap Indische Bond berlaku juga pada Douwes Dekker. Dalam Nota betreffende de Geschriften van Douwes Dekker dijelaskan jika sebelum pertemuan tanggal 25 Agustus 1912 yang digelar di Jakarta, Douwes Dekker disinyalir sudah lama ingin mendirikan Indische Partij, lantaran melihat Indische Bond yang sedang dalam kondisi stagnan.
Sebagai pemimpin Indische Bond, Zaalberg memandang bila rencana Dowes Dekker itu dianggap sebagai kebohongan yang disembunyikan. Padahal dengan diadakannya pertemuan tersebut seharusnya semua hal dapat dibicarakan secara terbuka, sehingga mengakibatkan perpecahan di antara Douwes Dekker dengan pimpinan Indische Bond itu. Perpecahan ini digambarkan juga pada sebuah berita yang berisi pembelaan terhadap tuduhan Zaalberg. Dengan kata penutup yang konon diungkapkan oleh Douwes Dekker, bahwa “Kehilangan teman saya Zaalberg adalah kekecewaan yang menyedihkan bagi saya. Tetapi kekecewaan apa pun saya akan siap menanggungnya” (Nota betreffende de Geschriften van Douwes Dekker).