• Berita
  • Berpulangnya Hati Nurani DPR dan Pemerintah atas Pengesahan RKUHP

Berpulangnya Hati Nurani DPR dan Pemerintah atas Pengesahan RKUHP

Gelombang penolakan terhadap RKUHP yang disuarakan rakyat tak didengar DPR dan pemerintah. Massa di Bandung menyerukan turun ke jalan.

Massa aksi memegang poster saat unjuk rasa menentang pengesahan RKUHP di depan gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, Selasa, 6 Desember 2022. Mereka menuntut pemerintah merevisi sejumlah pasal di RKUHP yang mengancam kebebasan berpendapat masyarakat sipil dengan hukuman penjara. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau6 Desember 2022


BandungBergerak.id - Puluhan warga sipil di Bandung kembali menggelar aksi penolakan terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (6/12/2022). Mereka menggelar aksi di depan gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.

Massa aksi berasal dari berbagai elemen masyarakat sipil, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, pegiat Aksi Kamisan Bandung, pelajar, mahasiswa, dan pers mahasiswa. Mereka membawa beragam spanduk berisi pasal-pasal kontroversial KUHP. Massa aksi juga melontarkan kritikan bahwa KUHP berisi pasal-pasal karet.

Diiringi lagu-lagu perjuangan seperti Darah Juang, massa memasang poster “Tolak RKUHP” dalam ukuran besar di gerbang masuk gedung.

“Koruptor diringankan menjadi paling singkat 2 tahun penjara, pasal 605,” tertera dalam salah satu poster.

Sorak sorai massa aksi mengelegar: “RKUHP semua bisa kena!”, “Semua bisa kena, semua bisa dipenjara!”.

Salah satu peserta aksi dalam orasinya mengungkapkan penolakannya terhadap KUHP yang telah disahkan. “Tolak KUHP yang telah disahkan hari ini,” ungkapnya lewat pengeras suara.

“KUHP yang terburu-buru dan tidak jelas. Poin-poin pemberangusan kebebasan masih ada. Poin itu penghinaan terhadap lembaga negara dan presiden. Kebijakan yang dikeluarkan tidak pernah prorakyat,” sambungnya.

Orator aksi terus membakar semangat. Menurutnya, RKUHP mengatur kebebasan berekspresi, melarang aksi-aksi demonstrasi, karena itu semua harus menolaknya.

“Apakah kawan-kawan akan turun aksi?” tanya salah satu peserta aksi.

“Turun!” dijawab oleh massa aksi.

“Selama masih ada rakyat miskin kita mesti tetap harus melawan.”

Ayu Mohtarom salah satu peserta dari Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) LBH Bandung, dalam orasinya mengutuk DPR yang kehilangan hati nurani karena mengesahkan RKUHP. Ia menilai pasal-pasal bermasalah akan mempersempit ruang gerak masyarakat.

“Innalillahi wainnailhi rojiun, telah meninggal dan berpulang hati nurani DPR dan pemerintah, ruang gerak kita semakin dibatasi, ruang edukasi semakin dibatasi oleh pemerintag, urusan privat kita dibatasi. Urusan privat kita semakin diurusi,” ungkap Ayu Mohtarom, dalam orasi.

Bahkan menurut Ayu, edukasi seksual pun bisa dipenjara karena KUHP. Padahal edukasi seksual penting antara lain untuk kesehatan.

“Kita mengkritik berdiri bersama menolak RKUHP, meski telah disahkan,” katanya.

Pelajar Bersuara

Aksi penolakan KUHP juga diikuti oleh pelajar. Salah satunya Sultan (19). Ia merasa perlu ikut andil dalam penolakan terhadap undang-undang bermasalah tersebut. Ia pernah merasakan buruknya undang-undang sapu jagat Omibus Law yang berdampak pada orang tuanya seorang buruh pabrik yang terkena PHK.

Sejak RKUHP digodok oleh DPR dan pemerintah, Sultan mengaku resah. Ia tahu bahwa RKUHP mengandung pasal-pasal yang membahayakan masyarakat. Karena itu menurutnya KUHP tersebut harus ditolak.

“[Saya] Ngewakilin orang tua. Alasan turun ke jalan karena semua juga bisa kena. Meskipun saya masih pelajar mungkin kalau saya diam terus tahun-tahun ke depannya saya jadi pekerja atau sudah jadi dewasa [bisa kena]. Makanya saya kesadaran sendiri,” ungkapnya kepada BandungBergerak.id, di lokasi.

Sementara itu, Altof perwakilan peserta aksi mengungkapkan aksi kali ini sebagai respons penolakan RKUHP yang telah disahkan menjadi KUHP. Ia mengaku kaget dengan sikap terburu-buru DPR yang mengesahkan KUHP hanya dalam waktu 59 menit sidang paripurna. Tak ada diskusi panjang di sana. Padahal banyak pasal-pasal karet.

Dengan disahkannya RKUHP menjadi KUHP ia semakin kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan DPR.

“Negara bilang KUHP yang baru ini merupakan pembaruan, dan pas disahkan banyak pasal yang mungkin sangat kolonial, banyak pasal karetnya. Bisa kena siapa saja pasal karetnya,” ungkapnya.

Ia menyoroti pasal yang menghukum demonstran, lalu membandingkannya dengan pasal yang meringankan bagi koruptor.

Baca Juga: RKUHP: Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Penguasa
Kembali Gelar Aksi Tolak RKUHP
Ramai-ramai (Masih) Menolak Pengesahan RKUHP

Massa aksi memegang poster saat unjuk rasa menentang pengesahan RKUHP di depan gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, Selasa, 6 Desember 2022. Mereka menuntut pemerintah merevisi sejumlah pasal di RKUHP yang mengancam kebebasan berpendapat masyarakat sipil dengan hukuman penjara. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Massa aksi memegang poster saat unjuk rasa menentang pengesahan RKUHP di depan gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, Selasa, 6 Desember 2022. Mereka menuntut pemerintah merevisi sejumlah pasal di RKUHP yang mengancam kebebasan berpendapat masyarakat sipil dengan hukuman penjara. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Suara dari Perempuan dan Papua

Amel, warga sipil yang turut dalam aksi menolak KUHP menyatakan bahwa KUHP membahayakan ruang gerak perempuan. Padahal selama ini, ia dan perempuan lainnya telah memperjuangkan persoalan emansipasi.

Salah satu pasal yang dalam KUHP yang bertentangan dengan emansipasi adalah mengenai jam malam bagi perempuan. Aturan pidana ini menurut Amel konyol dan tidak masuk akal.

“(Pasal jam malam) Itu juga kayak ga logis aja, kenapa pulang malam (dilarang). Gak semua kita ngelayap karena pulang malam, gak semua cewe ngelayap. Jangan mengkonotasikan yang pulang malam negatif karena kita ada yang kerja, logisin dikit lah,” kata Amel.

Amel menyatakan RKUHP semakin mengekang perempuan. Ia juga menyoroti pemidanaan pada pendidikan seksual yang menurutnya sama tidak masuk aklnya dengan aturan jam malam.

“Dampaknya ke perempuan kita kan sudah emansipasi, jatuhnya kayak lebih makin terkekang, sama suara kita itu ga bisa menyampaikan pendapat. Sama kayak nanti apalagi kayak seks edukasikan itu kan penting untuk self awareness jadi dampak ke cewek itu memungkinan besar bakal banyak korban, akibat kurang seks edukasi,” papar Amel.

Peserta aksi lainnya menyuarakan kondisi masyarakat Papua. Selama ini, masyarakat Papua tak pernah benar-benar dapat bersuara. Ditambah hadirnya KUHP semakin mengekang masyarakat.

“Di Papua ketika kami mengkritik, ketika kami melawan kami dituduh makar. Ketika kami berbicara soal demokrasi dan hak perempuan kami dikriminalisasi, dengan tuduhan kami sudah melakukan makar,” ungkapnya dalam orasi.

“RKUHP bukan lagi menjadi instrumen penting dalam negara tapi hanya sebagai sampah yang dibuang. Maka dari itu saya berharap gerakan yang dibangun dari kesadaran dari rasa ketertindasan bisa mempersatukan kita untuk terus turun ke jalan,” lanjutnya.

Ia menegaskan siapa pun bisa terkena KUHP, entah itu jurnalis, kaum miskin kota, buruh, pelajar, dan lain-lain. “Kita harus bersatu untuk menggagalkan KUHP yang telah disahkan,” tandasnya.

Sementara itu, hingga berita ini ditulis massa melanjutkan aksinya di kawasan Dago Cikapayang. Di tempat yang sama, LBH Bandung membuka posko konsultasi hukum jalanan terkait pengesahan KUHP oleh DPR.

Hari sebelumnya, Senin (5/12/2022), penolakan terhadap RKUHP disuarakan para jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung. AJI telah meriset sedikitnya terdapat 17 pasal di dalam RKUHP yang membahayakan kebebasan pers.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//