• HAM
  • Pekerjaan Rumah Pemerintah Indonesia Menegakkan HAM Perempuan

Pekerjaan Rumah Pemerintah Indonesia Menegakkan HAM Perempuan

Ratusan rekomendasi dari Universial Periodic Review (UPR) dinilai sebagai bukti luputnya Indonesia menangani masalah-masalah HAM.

Aksi Kamisan Bandung yang digelar setiap hari Kamus menunut penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, salah satunya penuntasan kasus Munir, Senin (19/7/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Sherani Soraya Putri13 Desember 2022


BandungBergerak.id - Indonesia baru saja mengikuti Universial Periodic Review (UPR) di Jenewa pada 9-10 November 2022. Forum internasional ini mengkaji sejauh mana capaian dan tantangan implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan di Indonesia.

Isu kesetaraan gender menjadi prioritas utama dalam forum UPR. Dari hasil 269 rekomendasi, 93 di antaranya terkait perempuan dan perlindungan anak.

Rekomendasi tersebut berdasarkan kacamata yang digunakan oleh pemerintah 47 negara dan majelis hukum PBB. Mereka melakukan pemantauan langsung maupun membaca catatan masyarakat sipil Indonesia yang melakukan pemantauan HAM secara berkala dan komprehensif.

Ratusan rekomendasi dari UPR dinilai sebagai bukti luputnya Indonesia menangani masalah-masalah HAM. Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Roby Kholifah mengingatkan bahwa pemerintah agar menyikapi rekomendasi UPR secara serius. Salah satunya dengan meratifikasi berbagai kerangka hukum yang diperlukan bagi penegakan HAM.

Di antaranya, UPR mengingatkan Indonesia agar memberikan perhatian lebih terhadap persoalan hukuman mati maupun hak para imigran. Kemudian, pentingnya pendampingan terhadap korban pelanggaran HAM dan menguatkan keberdayaan mereka.

Roby juga mengatakan Indonesia perlu merespons situasi di Papua yang berhubungan dengan pemenuhan hak kemanusiaan. Kemudian dalam menanggapi persoalan berbasis gender dan kekerasan seksual, Indonesia harus menegakkan pendidikan publik dalam konteks pencegahan serta perlindungan terhadap korban, khususnya pascadisahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Roby mengusulkan agar Indonesia mempertimbangkan perlindungan hukum bagi pembela HAM. Selanjutnya, pemerintah diminta lebih serius memenuhi penegakan HAM perempuan dan anak.

Roby berharap Indonesia menjalankan semua rekomendasi UPR dengan menggunakan standar HAM internasional.

“Bukan tidak boleh standar lokal, karena standar internasional sudah disepakati internasional. Walaupun ada tantangan di tingkat internal, itu bukan alasan Indonesia menciptakan standar sendiri,” ujar Roby, dalam acara memperingati hari HAM 10 Desember 2022.

Di sisi lain, Roby mengkhawatirkan kebebasan sipil Indonesia mengalami kemunduran. Menurut laporan CIVICUS tahun 2022 tentang People Power Under Attack dari 197 negara di mana Indonesia termasuk di dalamnya, bahwa 8 dari 9 orang di dunia tinggal di sebuah negara yang memiliki pembatasan mengenai kebebasan berekspresi, berasosiasi, dan berserikat.

Situasi tersebut dikuatkan dengan munculnya pasal-pasal yang menghambat kebebasan berekspresi di dalam KUHP. Maka Roby mendorong reformasi pada KUHP agar dilakukan secara serius, karena di dalamnya mengandung potensi pembatasan dan kriminalisasi kebebasan berekspresi.

Kepala Direktorat Instrumen HAM, Kemenkumham RI Farida Wahid menyatakan pihaknya saat ini sedang melakukan pengkajian atas rekomendasi UPR, khususnya mengenai HAM Perempuan.

Salah satu langkah yang akan diambil Komnas HAM ialah mengkaji peraturan di Indonesia yang diskriminatif terhadap perempuan.

“Pekerjaan rumah pemerintah saat ini, sedang menganalisis semua peraturan yang mendiskriminasi perempuan maupun kelompok rentan, dan isu-isu intoleransi. Kami sedang membuat satu index yang bicara terkait ketiga kelompok hak, yakni hak sipil politik, HAM dalam ekonomi dan sosial budaya, dan hak kelompok rentan. Selain itu juga isu perempuan di isu lingkungan, dan lain sebagainya,” jelas Farida Wahid.

Baca Juga: Ramai-ramai (Masih) Menolak Pengesahan RKUHP
Surat Terbuka Komite Aksi Solidaritas untuk Kasus Munir kepada Komnas HAM
Wajib Jilbab di Sekolah Negeri Yogyakarta Bertentangan dengan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Pemerintah Menanggapi Rekomendasi UPR

Koordinator Hak-Hak Kelompok Rentan, Direktorat HAM dan Kemanusiaan, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Nadia Amalia mengatakan Universial Periodic Review merupakan proses peninjauan HAM, di mana pelbagai negara anggota Dewan HAM PBB dapat memberikan masukan dalam pelaksanaan HAM di Indonesia. Menurutnya, Kemenlu telah melakukan pelbagai upaya kerja sama dengan beberapa pihak dalam menindaklanjuti hal tersebut.

“Indonesia sudah menerima rekomendasi, Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) tahun ini, dan UPR. Dalam hal ini Kemlu terus mendorong diseminasi Informasi pada semua pemangku kepentingan untuk isu perempuan, seperti dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kemlu mengawal, walaupun sudah ada Kelompok Kerja (Pokja) di masing-masing tempat,” ujar Naila, Sabtu (10/12/2022).

Pascapelaksanaan UPR, mulai tahun depan Kemlu akan melaksanakan proses konsultasi dengan pemerintah terkait tiga rekomendasi isu utama, yakni kesetaraan gender, HAM Papua, dan hukuman mati ke Dewan HAM PBB, dengan tenggat waktu 13 Februari 2023.

Naila menjelaskan bahwa UPR dapat dijadikan sebagai medium melihat hubungan multilateral dan domestik, untuk memastikan Indonesia berkomitmen menjalankan pelbagai usulan penegakan HAM yang melibatkan partisipasi masyarakat sipil.

Naila menegaskan, UPR bukan pengadilan HAM, melainkan proses untuk membangun pemahaman bersama untuk mencari titik temu dalam rangka menyelesaikan isu HAM di Indonesia.

“Kita harus melihatnya sebagai proses yang positif, tidak bicaranya benar salah atau mengadili,” terang Naila.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//