Ini Kesaksian Mahasiswa Korban Kekerasan pada Demo Menolak KUHP di Bandung
Kericuhan terjadi dalam aksi unjuk rasa memprotes pengesahan KUHP di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Mahasiswa dan polisi jadi korban.
Penulis Emi La Palau16 Desember 2022
BandungBergerak.id—Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, Kamis, 15 Desember 2022, yang menuntut dicabutnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berujung ricuh. Puluhan mahasiswa ditangkap dan dibawa ke Polrestabes Bandung.
Tercatat ada 31 mahasiswa ditangkap polisi terkait aksi unjuk rasa tersebut. Satu per satu mahasiswa tersebut dibebaskan polisi. Pada Jumat, 16 Desember 2022, sekitar pukul19.30 WIB seluruh mahasiswa yang ditangkap sudah dibebaskan.
Sebagian mahasiswa yang sempat ditangkap polisi setelah pecah kericuhan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat tersebut mengalami tindakan represif dengan ditendang, serta dipukul menggunakan pentungan. Beberapa ada yang mesti dilarikan ke rumah sakit.
Salah satunya Uje, mahasiswa salah satu kampus swasta di Bandung bertugas sebagai tim medis dalam aksi unjuk rasa tersebut. Ia menjadi korban kekerasan saat polisi membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPRD Jawa Barat.
Di tengah kericuhan Uje sempat terjatuh setelah menghirup gas air mata yang ditembakkan polisi. Ia yang mempunyai riwayat asma merasakan dadanya sesak sebelum terjatuh. Saat itu polisi mendekati dan memukulinya.
“Padahal saya udah ngomong, sebenarnya saya dari tim medis Pak, kenapa harus dipukulin. Bukannya dari tim medis itu gak boleh di apa-apain ya Pak, kata saya gitu. Tapi tetep aja dipukulin sama polisi-polisinya,” ujar Uje pada BandungBergerak.id di Polrestabes Bandung, Jumat, 16 Desember 2022.
Uje mengatakan, ada beberapa polisi yang memukulinya. Ia juga sempat dipaksa mengakui dirinya dan beberapa kawannya berbuat keonaran. Namun, ia tak mau. Karena ia hanya bertugas sebagai tim medis.
“Dipertanyain hal yang tidak saya lakuin gitu, bahwa saya ngelempar apa-apa, saya mulai keributan gitu. Padahal saya sudah bilang Pak saya ini tim medis Pak, bukannya yang kayak gituan,” ujarnya.
Uje sempat dilarikan ke Rumah Sakit Halmahera Bandung. Kepalanya bocor, pelipisnya sobek. Lengan dan perutnya lebam.
“Di rahang geser, alis robek, sama kepala, sama bagian perut juga sama tangan-tangan lebam semua. Dipukulinnya entah pakai tongkat atau apa, saya juga sempat di injak pake sepatu sama mereka.”
Belum tuntas menerima perawatan di rumah sakit, Uje dibawa polisi ke Polrestabes Bandung. Ia dibawa polisi dalam kondisi belum sadar betul dan hanya mengenakan pakaian seadanya.
“Tugas saya cuman bantuin temen-temen yang luka-luka aja, tapi kenapa saya harus sampai diginikan. Itu saja pertanyaan saya. Sempat disuruh ngaku kalau saya yang mulai duluan. Di rumah sakitnya di omongin.”
Freky, mahasiswa hukum salah satu kampus swasta di Bandung punya cerita yang sama. Ia mengaku menjadi korban kekerasan polisi.
Ketika kericuhan pecah sekitar pukul 19.30 WIB, ada lemparan molotov. Massa mahasiswa kemudian dipukul mundur dengan semprotan air dari mobil water cannon. Polisi kemudian mulai mengejar mahasiswa.
“Dari situ banyak yang berlarian, saya juga ikut lari, awalnya di trotoar tapi karena desakan, saya lompat ke jalan nah di situ saya ketangkep dan dipukulin dan langsung tidak sadar,” ujar Freky saat ditemui di Polrestabes.
“Lokasinya di pertigaan sebelum ke DPRD Jabar. Saya kena pukul di bagian dagu sobek, tangan sobek, di bagian kepala benjol ada tiga termasuk di belakang telinga. Sama gigi patah. Sesudah dipukulin, itu udah gak inget lagi, pingsan. Bangun-bangun udah di gedung DPRD. Tidak lama dibawa ke mobil untuk diobatin ke rumah sakit. Tapi pas di mobil saya juga masih dipukulin pake tangan.”
Freky sempat dilarikan ke rumah sakit karena luka-lukanya yang cukup parah. Sempat menjalani perawatan sebelum dibawa kembali ke Polrestabes Bandung sekitar pukul 23.00 WIB.
Polisi sempat menuduhnya menggunakan baju hitam, padahal Freky saat itu mengenakan jas almamater.
Baca Juga: Aliansi Sipil untuk Kebebasan Berekspresi Kecam Tindakan Represif Polisi Menangani Demonstrasi Anti-UU KUHP di Bandung
Aksi Menolak KUHP di Bandung Berujung Ricuh, Sejumlah Mahasiswa Ditangkap Polisi
KUHP Berpotensi Memicu Kriminalisasi, Mengancam Demokrasi, dan Kemerdekaan Pers
Versi Polisi ada 14 Bom Molotov
Kasatreskrim Polrestabes AKBP Arief Prasetya mengungkapkan, dari pantauan CCTV dalam rentang waktu 17.18 WIB sampai 18.42 WIB terjadi 14 kali pelemparan yang diduga molotov ke arah Gedung DRPD saat aksi unjuk rasa tersebut. Rekaman CCTV tersebut menjadi salah satu barang bukti yang dikumpulkan polisi. Polisi juga menemukan barang yang diduga molotov berupa botol yang berisi cairan bensin.
“Kemudian untuk barang bukti yang kami amankan yaitu satu buah flashdisk berisi rekaman CCTV di depan gedung DPRD,” ujar AKBP Arief Prasetya.
Polisi sendiri mengaku mendapat laporan dugaan tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dan atau melawan seorang pejabat yang sedang melaksanakan tugas yang sah. Pasal 170 KUHP dan atau Pasa 212 KUHP.
Arief mengatakan, polisi mengamankan 29 mahasiswa dari berbagai universitas, dan 2 orang yang bukan mahasiswa. Ia menyebutkan sejumlah korban akibat kericuhan tersebut, termasuk anggota polisi.
“Adapun berapa korban yang luka akibat kejadian tersebut, ya ada 7 anggota Polri, lukanya banyak kemudian lebam karena lemparan batu dan lain-lain, kemudian dari mahasiswa ada tiga kemudian sekuriti ada satu orang.”
Sementara itu salah satu koordinator aksi, Alby membantah peserta unjuk rasa membawa molotov. Menurutnya, pembawa molotov membaur dalam massa aksi. Ia menduganya sebagai reaksi spontan di lapangan atas tindakan aparat menggunakan water canon untuk membubarkan massa aksi.
Alby mengaku hanya melihat 2 molotov, tak sebanyak klaim polisi.
“Pelemparan bom molotov itu berasal dari massa aksi yang membaur antara mahasiswa dan entitas masyarakat lain, itu merupakan reaksi spontan di lapangan atas tindakan aparat menggunakan water canon untuk membubarkan massa aksi,” ungkapnya.
“Saya tidak bisa mengkonfirmasi jumlah karena kondisi medan aksi yang sudah chaos, 2 yang jelas saya lihat.”