Tenda Pengungsian yang Efektif untuk Korban Bencana Alam
Tenda pengungsian menjadi salah satu solusi untuk menampung sementara korban bencana alam. Namun di Indonesia tenda pengungsian dibangun apa adanya.
Jessica Valerie
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
11 Januari 2023
BandungBergerak.id— Gempa bumi adalah sebuah peristiwa berguncangnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi sehingga menciptakan gelombang seismik. Gempa bumi biasanya disebabkan pergerakan lempeng bumi, atau meletusnya gunung api. Gempa bumi diukur menggunakan alat Seismometer. Moment magnitude merupakan skala gempa bumi yang paling umum digunakan di seluruh dunia.
Gempa bumi pada tanggal 21 November 2022 dirasakan di sekitar wilayah provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta berpusat di Kabupaten Cianjur dengan kekuatan M5,6. Walaupun kekuatannya tidak terlalu besar, tapi gempa bumi tersebut mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan korban jiwa. Korban jiwa saat ini sudah mencapai 321 orang meninggal dan 11 orang hilang.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono di sejumlah media mengatakan, bukan gempa yang membunuh atau melukai korban, tapi struktur bangunan di wilayah tersebut yang tidak memenuhi standar keamanan bangunan tahan gempa serta lokasi rumah-rumah penduduk yang berada di daerah perbukitan menjadi peneybab tingginya angka korban jiwa. Mayoritas korban gempa Cianjur adalah anak. Dari semua korban jiwa akibat gempa tersebut 21 persennya balita, serta 23 persen anak berumur 6-16 tahun.
Selain korban jiwa, gempa tersebut juga menyebabkan banyaknya rumah penduduk yang rusak sehingga korban terpaksa mengungsi dan tinggal di tenda pengungsian. Tenda pengungsian tersebut berasal dari pemerintah serta sumbangan individu untuk korban gempa. Walaupun tenda pengungsian sudah memberikan rasa aman seperti rumah tempat tinggal, tetapi masih ada beberapa elemen dari tempat tinggal yang belum bisa dipenuhi oleh tenda seperti privasi dan higienitas.
Baca Juga: Bahasa Prokem dan Eksistensi Bahasa Indonesia
Di Balik Selubung Pendidikan Sekolah Yayasan
Taman Vertikal Solusi Rumah Minim Lahan dan Ramah Lingkungan
Tenda Pengungsian di Indonesia
Para korban bencana alam, seperti korban gempa bumi di Cianjur, lebih memilih tinggal di tempat pengungsian daripada kembali ke rumah masing-masing. Para korban masih merasakan ketakutan akan adanya gempa susulan. Tenda pengungsian menjadi salah satu solusi untuk menampung sementara korban bencana alam. Namun tenda pengungsian di Indonesia saat ini umumnya masih menggunakan tenda apa adanya. Dengan menggunakan media terpal sebagai penutup tenda, dan bambu sebagai struktur rangka.
Tenda dengan penutup terpal banyak tersebar di sepanjang jalan. Para pengungsi lebih memilih untuk mendirikan tenda di dekat jalan agar bisa lebih cepat mengetahui bantuan yang datang, karena selain kehilangan tempat tinggal warga juga kesulitan mendapat bahan makanan.
Tenda pengungsian yang digunakan warga setempat dibangun menggunakan bahan yang tersedia apa adanya. Tenda tersebut tidak menyediakan rasa privasi bagi para penggunanya karena memuat banyak orang dalam satu tenda.
Tidak sedikit dari korban gempa Cianjur yang mengalami kesulitan mendapat bahan makanan, obat-obatan, hingga selimut untuk rehat. Akibatnya beberapa pengguna tenda pengungsian terserang penyakit. Sedikitnya sejumlah warga yang tinggal di tenda pengungsian terpaksa dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) karena diare dan gatal-gatal, di antaranya anak-anak.
Tempat Pengungsian di Jepang
Negara Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di Asia Timur. Jepang merupakan negara kepulauan ketiga terbesar dengan jumlah 6.852 pulau, setelah Filipina dengan 7.641 pulau, dan Indonesia dengan 13.466 pulau. Jepang terletak di atas Lingkaran Api Pasifik atau Ring of Fire di pertemuan tiga lempeng tektonik. Hal ini menyebabkan Jepang rawan gempa bumi dan letusan gunung api. Gempa bumi dengan kekuatan tinggi bisa menyebabkan tsunami. Banyaknya bencana ini alam ini mempengaruhi ekonomi, pembangunan, dan kehidupan sosial dalam negara tersebut.
Banyak jenis bencana alam yang sering terjadi di negara tersebut, antara lain tsunami, gempa bumi, angin topan, dan letusan gunung merapi. Sama seperti di Indonesia, pemerintah Jepang juga langsung memberikan bantuan pertama yaitu dengan mengerahkan tenda pengungsian bagi para korban bencana alam yang kehilangan rumah tinggalnya.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang wilayah Hiroshima, Ehima, Okayama, Kyoto, dan area lainnya di Jepang menyebabkan sekitar 200 orang tewas. Firma arsitektur di Jepang yaitu Shigeru Ban Architects berkolaborasi dengan Voluntary Architect’s Network dan relawan lainnya bersama-sama membangun shelter dengan sistem partisi dengan menggunakan bahan daur ulang yakni tabung kertas dan tirai kain. Sistem partisi ini walaupun dibangun dengan tujuan untuk menciptakan tempat pengungsian yang nyaman dengan memberikan ruang privasi bagi para pengungsi korban bencana. Setiap shelter mampu menampung satu hingga dua orang dengan luas empat meter persegi.
Penggunaan material kertas dan kain, menghasilkan struktur shelter yang ringan. Merakit shelter juga bisa dilakukan dengan mudah. Cukup dengan membuat lubang pada tabung kertas kemudian lubang tersebut menjadi penopang tabung lainnya hingga berbentuk mirip dengan struktur rumah kecil. Setelah struktur tersebut jadi, kemudian dipasangkan tirai kain pada bagian atas sebagai pemisah dengan shelter lainnya yang bertujuan untuk memberikan privasi penghuninya.
Shigeru Ban Architects sudah menggunakan model struktur ini untuk membantu para korban bencana alam di berbagai wilayah di Jepang. Termasuk pengungsi gempa bumi dan tsunami 2011 di negara itu. Tak hanya di Jepang, struktur shelter ini juga telah digunakan di Meksiko, Kenya, dan Ekuador untuk menampung korban bencana alam.
Apa yang Bisa Diterapkan Indonesia dari Jepang?
Indonesia sebagai negara berkembang pasti masih perlu belajar dari negara lain termasuk dalam hal menangani korban bencana alam. Tenda pengungsian di Indonesia misalnya, masih menggunakan terpal dan batang bambu karena warga menggunakan material apa adanya agar segera mendapat tempat tinggal sementara.
Indonesia sebagai negara yang juga rawan dengan terjadinya bencana alam perlu menggunakan shelter model sistem partisi seperti yang dikembangkan firma Shigeru Ban Architects di Jepang. Shelter tersebut mempunyai keunggulan menggunakan bahan yang bisa didaur ulang dan bisa ditemukan dengan mudah, bisa dirakit dengan cepat sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dan orang yang banyak, serta tidak memerlukan dana banyak. Struktur shelter ini juga bisa memberikan rasa privasi bagi para korban bencana dan rasa kenyamanan yang hampir sama dengan rasa rumah tinggal mereka.
Sistem partisi tersebut bisa menjadi solusi dari masalah yang dirasakan para pengguna shelter bencana alam di Indonesia. Selain dari sisi kenyamanan dan privasi, tingkat kehigienisan pun juga terjaga sehingga para korban bencana alam bisa dijauhkan dari penyakit. Selain dari keunggulan tersebut, sistem partisi ini juga mudah dirakit dan dibongkar. Material yang digunakan pun merupakan material yang mudah untuk didaur ulang sehingga tidak akan menambah limbah. Tetapi kekurangan dari sistem partisi ini adalah terbatasnya daya tampungnya. Tiap shelter hanya bisa digunakan satu atau dua orang saja, sehingga harus banyak tenda yang didirikan atau membangun shelter dengan ukuran lebih besar untuk memuat banyak orang.