• Budaya
  • Berkenalan dengan Delapan Desa Wisata Jawa Barat melalui Urban Village D’Fest 2022

Berkenalan dengan Delapan Desa Wisata Jawa Barat melalui Urban Village D’Fest 2022

Urban Village D’Fest rutin diselenggarakan Telkom University. Acara ini diharapkan mendapat sokongan dari pemerintah.

Kesenian wayang yang dilakukan oleh anak-anak asli dari Gegesik Kulon pada Urban Village D’Fest 2022 di Telkom University, Kabupaten Bandung, Sabtu (7/1/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya11 Januari 2023


BandungBergerak.idSekitar pukul 10.00 WIB, parade Urban Village D’Fest 2022 dimulai, Sabtu (7/1/2023). Satu persatu maskot dari masing-masing daerah dipanggil. Dengan gemasnya, maskot-maskot itu berjalan dan melambaikan tangan kepada pengunjung yang sedang berdiri di Lapangan Parkir Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Telkom University.

Senyum tersunging dari bibir pengunjung ketika melihat tingkah dari maskot-maskot tersebut. Salah satu pengunjung yang nampak antusias adalah Abdullah. Meski sudah menginjak usia 57 tahun, Abdullah sengaja menyempatkan datang dari Cimahi untuk menyaksikan acara ini.

Teriknya matahari tidak menghalangi Abdullah dan istrinya mendatangi satu persatu stand desa wisata yang ada.

“Awalnya saya tahu dari WA (WhatsApp), ada yang membagikan di grup,“ ucap pengajar IPS di salah satu SMP di Bandung Barat ini.

Kegiatan seperti ini memang baru pertama kali diikuti oleh Abdullah. Baginya, acara ini penting untuk memperkenalkan desa wisata ke masyarakat kota. Ia menyarankan agar kegiatan tak terhenti begitu acara usai.

“Semoga bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dan dinas pariwisata setempat,” lanjut Abdullah.

Selain Abdullah, ada pula Sasa, pelajar SMA BPPI Balendah. Bersama tiga kawannya, Syifa, Intan, dan Alya, Sasa mengunjungi satu persatu stand desa wisata. Bagi, keempat pelajar ini, semua stand menarik karena membawa ciri khas dari masing-masing daerah.

Sasa mengaku tidak rugi jauh-jauh datang ke Urban Village 2022. Selain karena pengetahuan yang didapat, Sasa mengaku senang karena banyak sekali permainan dan merchandise yang bisa dibawa.

“Harapannya, diadain lagi, pastinya. Terus, lebih dibanyakin lagi stand-nya. Lebih seru lagi, lebih menarik lagi! Semoga makin baik,” harap Sasa.

Produk topeng dan wayang khas Gegesik Kulon pada Urban Village D’Fest 2022 di Telkom University, Kabupaten Bandung, Sabtu (7/1/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Produk topeng dan wayang khas Gegesik Kulon pada Urban Village D’Fest 2022 di Telkom University, Kabupaten Bandung, Sabtu (7/1/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Dari Pusat sampai Pinggiran, Delapan Desa Wisata Hadir di Urban Village D’Fest 2022

Sejak tahun 2014, Urban Village D’Fest rutin diselenggarakan oleh program studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Marketing Communication Telkom University. Dalam rentang waktu tersebut sampai hari ini, puluhan desa wisata telah dipromosikan.

Sejak awal kemunculannya, kegiatan ini memang dikhususkan untuk memperkenalkan berbagai potensi desa wisata yang ada di Jawa Barat.

“Kami mencari desa potensial yang memang belum banyak orang mengetahui,” ucap Ratih Hasanah, Koordinator Dosen Kegiatan Urban Village 2022.

Di tahun 2022, tema yang dipilih adalah “Sustainable Tourism”. Melalui ilmu yang didapat di perkuliahan, khususnya dalam mata kuliah Marketing Public Relation, Management Event, Management Brand, dan Integrated Marketing Communication, mahasiswa bersama masyarakat mencoba memberdayakan desa wisata dengan memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan, dan masyarakat.

Delapan desa wisata dipilih untuk diperkenalkan oleh delapan kelompok mahasiswa. Kedelapan desa wisata tersebut berasal dari berbagai daerah, pusat sampai pinggiran Jawa Barat, yaitu:

Gegesik Kulon (Kabupaten Cirebon), Cisande (Kota Sukabumi), Cibuntu (Kabupaten Kuningan), Laksana (Kabupaten Bandung), Saung Ciburial (Kabupaten Garut), Wangunharja (Kabupaten Subang), Lebang Muncang (Kabupaten Bandung), dan Kampung Tajur (Kabupaten Purwakarta).

Setiap kelompok mahasiswa membawa satu konsep yang khas dari setiap daerah. Misalnya, Desa Gegesik Kulon yang membawa konsep Wayang, Desa Cibuntu yang membawa konsep Gerabah, dan Desa Cisande yang membawa konsep Lele.

“Harapannya, anak-anak bukan cuma belajar dari program city branding tersebut, tetapi mereka bisa memberikan satu konstribusi,” ucap Ade Irma Susanti, Dekan Fakultas Komunikasi dan Bisnis.

Bagi Ade, para mahasiswa ini akan kesulitan apabila harus turun tangan langsung untuk menyelesaikan permasalahan di desa-desa wisata tersebut. Oleh karenanya, Ade lebih memfokuskan mahasiswanya untuk melakukan perkenalan saja ke masyarakat yang ada di kota.

“Selanjutnya, harapannya pemerintah daerah dapat melanjutkan program dari anak-anak kita,” lanjut Ade.

Baca Juga: Menelisik Potensi Gempa Bandung Raya, Pemerintah Perlu Berkomitmen Membangun Pengetahuan Mitigasi Bencana
Melihat Megahnya Masjid Al Jabbar dari Setumpuk Soal di Gedebage
Melestarikan Sungai Cikapundung Lewat Kesenian Tarawangsa di Kampung Cibarani

Produk topeng dan wayang khas Gegesik Kulon pada Urban Village D’Fest 2022 di Telkom University, Kabupaten Bandung, Sabtu (7/1/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Produk topeng dan wayang khas Gegesik Kulon pada Urban Village D’Fest 2022 di Telkom University, Kabupaten Bandung, Sabtu (7/1/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Cerita Mahasiswa yang Mendapat Lokasi Terjauh

Satu dari sekian banyak desa wisata yang menarik untuk dikunjungi dalam Urban Village 2022 adalah Gegesik Kulon, sebuah desa wisata yang sempat mendapat juara kedua di Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. Selain itu, Desa Gegesik Kulon juga salah satu desa yang terjauh jika dibandingkan dengan desa kelompok lain.

“Selain itu mah (jauh), dulu mah belum ada tol, jadi masih pakai jalan biasa. Dan, itu teh hampir 5-6 jaman. Ah, malah hampir 7 jam! Karena waktu awal mah belum tahu jalan, masih nyasar-nyasar,” ungkap Muhammad Izza, Project Manager Kelompok Desa Gegesik Kulon.

Selain jarak yang jauh, Izza juga mengaku bahwa Gegesik Kulon menarik karena tidak berfokus pada potensi alam, tetapi pada potensi budaya. Oleh karenanya, Izza dan kawan-kawan mencoba membawa langsung produk-produk budaya asli dari Gegesik Kulon.

“Misalnya wayang, yang buatnya asli Gegesik, itu sudah lama banget, udah sepuh juga. Terus yang mainnya juga, dalangnya, itu asli Gegesik juga. Jadi itu yang menjadi daya tarik, pembeda, dari desa-desa lain,” lanjut Izza.

Meski menarik, Izza mengaku jarak yang jauh menjadi kendala utama. Biaya dan koordinasi menjadi hal sult yang harus dihadapi oleh Izza dan kawan-kawan.

“Kita punya konsep bagus. Kita punya ide bagus. Tapi ketika punya konsep bagus, ide bagus, waktu yang cukup, tapi kita nggak punya uang, sulit,” jawab Izza ketika ditanyai perihal kendala utama dalam menyusun acara ini.

Selama acara ini, hanya empat kali Izza dan kawan-kawan berkunjung ke Desa Gegesik Kulon. Itu pun tidak semua anak-anak kelas ikut. Hanya beberapa orang perwakilan saja. Hal tersebut dikarenakan biaya sewa transporasi dan bensin yang cukup mahal.

 “Kita ada satu anak kelas yang hampir ngeluarin 2 juta, untuk acara ini,” lanjut Izza.

Meski demikian, Izza mengaku sangat senang karena masyarakat Desa Gegesik Kulon menerima dengan baik kehadiran dari kawan-kawan mahasiswa. Selain Izza, Putri Regina juga mengaku senang sekali berkesempatan berkunjung ke Desa Gegesik Kulon.

“Kita di provide banyak banget. Mulai dari homestay, terus juga makanan yang enak-enak banget, terus juga bahkan pameran di sini pun kita dipinjemin langsung. Jadi seru banget sih!” tutur perempuan yang juga merupakan Sekretaris untuk kelompok Desa Gegesik Kulon.

Baik Izza maupun Putri berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti di sini dan dapat dilaksanakan kembali, tentu dengan dukungan lebih banyak dari berbagai pihak, baik itu oleh kampus ataupun pemerintah.

“Mungkin lebih di-support lagi dibantuan finansial dan perizinannya. Soalnya yang kita rasain, sebab kita sudah jorjoran seperti ini, tapi bukan cuman waktu, tenaga, dan pikiran yang kita luangan, tapi uang juga loh,” ucap Izza.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//