• Cerita
  • Melestarikan Sungai Cikapundung Lewat Kesenian Tarawangsa di Kampung Cibarani

Melestarikan Sungai Cikapundung Lewat Kesenian Tarawangsa di Kampung Cibarani

Sekitar 1960 air sungai Cikapundung dapat diminum. Kini tidak bisa dikonsumsi dan digunakan lagi untuk kebutuhan sehari-hari karena pencemaran.

Peserta diskusi Weekly Market: Pagelaran Seni di Kampung Cibarani, Kota Bandung, Minggu (08/01/2023). Diskusi menyoroti pencemaran sungai di Bandung. (Foto: Delpedro Marhaen/BandungBergerak.id)

Penulis Delpedro Marhaen9 Januari 2023


BandungBergerak.idSebagai masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai Cikapundung, kehidupan mayoritas penduduk Kampung Cibarani terkait dengan keberadaan sungai. Lanskap tersebut turut membentuk tradisi dan budaya masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian lingkungan. Masyarakat sekitar menyuarakan kelesatrian lingkungan melalui pagelaran budaya dan pertunjukan kesenian.

Salah satunya dengan pertunjukan kesenian musik Tarawangsa. Kesenian khas masyarakat agraris tradisional di Jawa Barat ini dipilih karena memiliki kaitan dengan kelestarian lingkungan. Tarawangsa biasa digunakan dalam upacara sebelum dan setelah panen padi yang sangat bergantung pada matahari untuk mengucapkan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Tradisi tersebut sudah berlangsung turun temurun sejak abad 14 atau 500 tahun lalu dan masih berjalan hingga kini, khususnya di Rancakalong, Sumedang. Pertunjukan Tarawangsa di setiap wilayah memiliki perbedaan bentuk dan struktur. Saat ini, Tarawangsa biasa dipertunjukan dalam berbagai perayaan untuk mengucapkan syukur, seperti pada acara khitanan, syukuran rumah, upacara besar nasional, hingga peringatan Kemerdekaan.

Pertunjukan kesenian Tarawangsa tersebut digelar dalam rangkain acara bertajuk “Weekly Market: Pagelaran Kesenian” di Kampung Cibarani. Selain kesenian Tarawangsa, akan ada berbagai pagelaran budaya dan pertunjukan kesenian lainnya yang akan ditampilkan dalam kegiatan ini setiap Minggunya selama bulan Januari. Terdapat pasar mingguan juga yang menjajakan berbagai jajanan hingga pakaian tradisional.

Pergelaran seni tarawangsa di sela-sela diskusi Weekly Market: Pagelaran Seni di Kampung Cibarani, Kota Bandung, Minggu (08/01/2023). Diskusi menyoroti pencemaran sungai di Bandung. (Foto: Delpedro Marhaen/BandungBergerak.id)
Pergelaran seni tarawangsa di sela-sela diskusi Weekly Market: Pagelaran Seni di Kampung Cibarani, Kota Bandung, Minggu (08/01/2023). Diskusi menyoroti pencemaran sungai di Bandung. (Foto: Delpedro Marhaen/BandungBergerak.id)

Kegiatan tersebut digagas oleh Sindu Ekologi Cikapundung dan Masyarakat Kreatif Kampoeng Tjibarani. Inisiatif itu berangkat dari persoalan pencemaran air sungai Cikapundung yang menjadi keprihatinan bagi pelbagai kalangan masyarakat di Kota Bandung. Banyak dari masyarakat sekitar Kampung Cibarani mengeluhkan dampak dari pencemaran air sungai Cikapundung, seperti banyaknya limbah, buruknya kualitas air, hilangnya populasi ikan dan sebagainya.

“Yang membersihkan sampah sedikit. Yang membuang sampah banyak. Pemerintah setempat harus berbicara soal pencemaran lingkungan. Sampah dihasilkan dari lingkungan luar kampung Cibarani. Hal itu yang membuat ikan mati di sungai Cikapundung,” ungkap Yaya sesepuh Kampung Cibarani, dalam diskusi “Weekly Market: Pagelaran Seni”, Minggu (08/01/2023).

Padahal menurut Yaya, sekitar tahun 1960 air di sungai Cikapundung dapat diminum dan biasa digunakan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan rumah tangga seperti mencuci piring dan cuci pakaian. Kini air sungai di Cikapung, kata Yaya, sudah tidak bisa dikonsumsi dan digunakan lagi untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini harus ditindak oleh pemangku kebijakan.

“Jadi yang kena dampak dari pembuangan limbah di sungai Cikapundung adalah permukiman warga yang di bawah. Beragam ikan tadinya ada di sungai Cikapundung. Sekarang ikannya habis karena pencemaran, bukan karena ditangkap” kata Yaya.

Baca Juga: Jerih Payah Warga Kampung Cibarani untuk Bangkit dari Pagebluk
Diskusi tentang Sungai di Kampung Cibarani, ketika Sampah Menjadi Bencana Budaya
Komunitas dan Kalangan Akademik Membangkitkan Potensi Wisata Edukasi Kampung Cibarani

Antara Lingkungan, Budaya, dan Ekonomi

Ketua Pelaksana “Weekly Market: Pertunjukan Seni”, Erland Fabian, mengatakan fokus utama dari kegiatan ini adalah untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Kesenian lokal dan pagelaran budaya dipilih agar dapat memudahkan penyampaian pesan kepada publik untuk menjaga kelestarian lingkungan. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini juga dapat memperkenalkan dan mempertahan budaya, sekaligus mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar.

“Sebelum kegiatan ini, sudah ada berbagai kegiatan yang dilakukan. Seperti edukasi pengelolaan limbah sampah. Pemberian fasilitas tong sampah organik. Ada program urban farming juga. Dalam waktu dekat kalau sudah panen akan dijual disini. Mencoba kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya dengan komunitas ketika membersihkan sungai Cikapundung,” kata Erland.

Erland juga mengatakan upaya dalam melestarikan lingkungan ini masih terus berproses dan membutuhkan banyak kolaborasi dari berbagai pihak. Dengan terus meningkatnya partisipasi dari masyarakat sekitar dalam kegiatan ini memberikan banyak harapan akan kelestarian lingkungan, terutamanya sungai Cikapundung. Para pelaku seni pun dapat memiliki ruang untuk mempertunjukan keseniannya serta mempertahankan kesenian dan budaya tersebut.

Diskusi Weekly Market: Pagelaran Seni di Kampung Cibarani, Kota Bandung, Minggu (08/01/2023). Diskusi menyoroti pencemaran sungai di Bandung. (Foto: Delpedro Marhaen/BandungBergerak.id)
Diskusi Weekly Market: Pagelaran Seni di Kampung Cibarani, Kota Bandung, Minggu (08/01/2023). Diskusi menyoroti pencemaran sungai di Bandung. (Foto: Delpedro Marhaen/BandungBergerak.id)

“Dari segi ekonomi kita coba dengan pasar mingguannya, dari segi seni dan budaya kita coba dengan pertunjukan kesenian lokal. Kalau tempat ini bisa menjadikan tempat yang menghasilkan sumber ekonomi bagi masyarakat, maka harapannya kita semua harus menjaga dan mempertahankan kelestarian alam tempat ini juga,” kata Erland.

Kang Rian yang merupakan Seniman Tarawangsa, misalnya, sangat bersyukur kesenian Tarawangsa bisa dipertunjukan di Kampung Cibarani kepada masyarakat luas. Ia mengaku saat ini kesulitan untuk memperkenalkan kesenian Tarawangsa dan berharap ada pengurus yang dapat melanjutkannya. Saat ini, di Cimahi, hanya ada dua orang yang bisa memainkan kesenian Tarawangsa.

“Bukan pelit dari segi ilmu. Kami sudah memperkenalkan Tarawangsa, mulai dari ritual hingga kolaborasi sudah dilakukan untuk melestarikan budaya Tarawangsa. Bahkan Tarawangsa sampai dikolaborasi dengan alat musik modern seperti band Metal, hardcore dan lainnya,” ungkap Kang Rian, seniman Tarawangsa.

Sementara Deri, pemuda yang aktif bergiat di Komunitas Kampung Cibarani, mengatakan banyak sekali dampak yang dirasakan dari kegiatan melestarikan lingkungan sungai Cikapundung ini. Salah satunya adalah pergerakan moral dalam lingkungan sosial di Kampung Cibarani, masyarakat jadi mengetahui bahwa lingkungan sunga Cikapundung sudah tercemar dan diperlukan langkah untuk menanggulangi itu. Anak muda di Kota Bandung, khususnya di Kampung Cibarani bisa berpartisipasi dalam menyelamatkan sungai Cikapundung dari pencemaran adalah hal yang baik.

“Harapan dari kami, dari Kampung Cibarani, kami berharap tempat ini bisa menjadi public space yang berkelanjutan. Berharap banyak kolaborasi dari berbagai komunitas dalam pergerakan di Kampung Cibarani, dan di lokasi lainnya,” ungkap Deri.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//