• Kolom
  • Melihat Megahnya Masjid Al Jabbar dari Setumpuk Soal di Gedebage

Melihat Megahnya Masjid Al Jabbar dari Setumpuk Soal di Gedebage

Tidak salah membicarakan Gedebage dengan menyinggung masjid yang kini kontroversial proses pembangunannya, yaitu Masjid Al Jabbar.

Iman Herdiana

Editor BandungBergerak.id, bisa dihubungi melalui email: [email protected].

Wisatawan memasuki area Masjid Raya Al Jabbar di Gedebage, Bandung, 8 Januari 2023. Masjid megah ini dikunjungi sekitar 3.000 warga masyarakat setiap hari selama libur yang berdampak pada kemacetan karena akses jalan hanya berupa jalan kampung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

10 Januari 2023


BandungBergerak.idTidak salah jika menghubungkan Gedebage dengan klub kesayangan warga Bandung, Jawa Barat: Persib. Atau mengaitkan kecamatan di timur Bandung ini dengan istilah teknopolis yang dulu pernah ngetren tapi kini tenggelam. Dan tidak salah juga membicarakan Gedebage dengan masjid yang kini kontroversial proses pembangunannya, yaitu Masjid Al Jabbar.

Gedebage menjadi satu-satunya dari 30 kecamatan di Kota Bandung yang memiliki stadion besar, yakni Stadion Gelora Bandung Lautan Api (Stadion GBLA), sebuah stadion yang menjadi tempat berlangsungnya beberapa peristiwa besar yang melibatkan Persib versus lawan-lawannya di Liga Indonesia. 

Lalu baru-baru ini, tak jauh dari stadion GBLA berdiri, berdiri Masjid Al Jabbar, masjid raya yang dijuluki masjid apung karena dibangun di sekitar danau buatan. Melalui pantulan air danau retensi, masjid ini terlihat seperti mengapung.

Tampilan Masjid Al Jabbar tampak semakin megah manakala menengok konten-konten digital melalui akun Instagram Humas Pemprov Jabar. Tak heran jika banyak masyarakat yang berbondong-bendong menuju destinasi wisata religi di Jalan Cimencrang ini.

Tetapi belakangan keberadaan masjid ini menjadi sorotan di media sosial, mulai dari persoalan sampah yang kurang diantisipasi karena tingginya lonjakan penggunjung, kemacetan lalu lintas di sekitar Gedebage yang kondisi jalannya kecil, akses ke masjid harus melalui jalan lebih kecil lagi karena jalan kampung, sampai wahnya anggaran untuk pembangunan masjid.

Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup Jabar, produksi sampah pengunjung Masjid Al Jabbar mencapai 6.250 liter per hari dalam satu pekan terakhir. Sebagian banyak dari jumlah tersebut, tercecer mengotori masjid (Siaran Pers Pemprov Jabar, Senin (9/1/2023)).

Tetapi tidak hanya sampah saja yang menjadi sorotan. Biaya pembangunan masjid berkapasitas lebih dari 30 ribu jemaah ini menjadi tanda tanya besar. Dedi Haryadi, koordinator Beyond Anti Corruption (BAC), menyebutkan dana pembangunan masjid Al Jabbar mencapai mencapai 1 triliun rupiah.

BAC juga menemukan beberapa kejanggalan dari proyek dengan nama Pembuatan Konten Masjid Raya Provinsi Jawa Barat senilai 20 miliar rupiah (siaran pers BAC, 8 Januari 2023). Artinya, ada dana sangat besar untuk pembuatan konten media sosial saja.

Gemerlap pembangunan Masjid Al Jabbar akhirnya menuai kontroversi. Niat baik untuk membangun masjid raya provinsi memunculkan pertanyaan kritis di media sosial tentang transparansi anggaran pembangunan. Karena niat baik harus dilakukan dengan proses yang baik dan transparan juga. Maka sudah seharusnya Pemprov Jawa Barat menjelaskan seterang-terangnya persoalan anggaran ini.

Baca Juga: Data Perkembangan Luas Wilayah Kota Bandung 1906-2020, Dua Kali Lipat Lebih Luas Berkat Bergabungnya Gedebage
Data Populasi Burung Blekok Sawah dan Kuntul Kerbau di Rancabayawak, Gedebage, Kota Bandung 2011
Pasar Gedebage: Pasar Tradisional yang Digandrungi Milenial

Gedebage Membutuhkan Jalan, Sekolah, dan Lepas dari Bencana Banjir

Tentu bicara Gedebage tidak hanya cerita sepak bola, stadion, dan masjidnya yang agung. Daerah ini juga banyak disentuh pembangunan baik oleh pemerintah pusat, provinsi maupun Pemkot Bandung sejak dipimpin Dada Rosada, Ridwan Kamil (yang kini naik jadi Gubernur Jabar), dan seterusnya.

Mengenal lebih jauh kecamatan Gedebage bisa menengok data Kecamatan Gedebage Dalam Angka 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung. Kecamatan ini termasuk dataran terendah di Kota Bandung dengan ketinggian rata-rata di atas 660 meter di atas permukaan laut (DPL).

Posisinya yang paling rendah di Cekungan Bandung membuat Gedebage kerap dilanda banjir kala musim hujan. Contoh paling mencolok mata adalah banjir di sekitar pasar induk, Jalan Soekarno-Hatta yang menumpahkan seluruh sampah pasar ke jalan. 

Luas kecamatan Gedebage 9,78 kilometer yang ditempati 40.121 jiwa, terdiri dari 20.257 laki-laki dan 19.864 perempuan. Penduduk Gedebage tersebar di 4 kelurahan, yakni Rancabolang (2,76 KM), Rancanumpang 1,15 (KM), Cisaranten Kidul (4,26 KM), Cimincrang  atau disebut juga Cimencrang (1,16 KM), kelurahan tempat berdirinya Masjid Al Jabbar.

Kelurahan Cirasanten Kidul paling padat di antara 4 kelurahan di Gedebage, yakni 20.559 penduduk, disusul Rancabolang 10.465 penduduk, Rancanumpang 4.983 penduduk, dan Cimincrang 4.114 penduduk.

Warga Gedebage secara administrasi terbagi ke dalam 205 RT dan 41 RW. Mereka kebanyakan berusia produktif, didominasi generasi muda dengan rentang usia antara 0-34 tahun.

Namun jumlah sekolah di sana terbilang sedikit. Misalnya, jumlah Sekolah Dasar (SD) baru ada 5 SD negeri dan 5 SD swasta, plus 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI), itu pun tidak merata di tiap kelurahan. Kebanyakan SD berdiri di Cisaranten Kidul, yakni 4 SD, dan di Rancanumpang 4 SD dan 1 MI, di Cimencrang 2 SD, sedangkan di Rancabolang tidak ada SD.

Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Gedebagi lebih sedikit lagi, yakni 2 SMP dan 1 Madrasah Tsanawiyah (MTs), dengan rincian 1 SMP negeri di Rancanumpang, 1 SMP swasta di Cimincrang, dan 1 MTS di Cisaranten Kidul. Sedangkan Rancabolang tidak punya SMP.

Sementara jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) ada satu, yakni SMA negeri di Rancanumpang. Dari data-data ini, Gedebage jelas sangat membutuhkan sekolah SMP maupun SMA, untuk melayani jumlah penduduknya yang mencapai lebih dari 40 ribu jiwa.

Selain membutuhkan sekolah, Gedebage juga memerlukan sarana dan prasarana kesehatan seperti puskesmas. Menurut data, Kecamatan Gedebage baru memiliki 1 poliklinik/balai pengobatan di Rancabolang, dan 2 puskesmas dengan fasilitas rawat inap masing-masing 1 unit di Rancanumpang, dan 1 unit di Cisaranten Kidul.

Di Gedebage tercatat terdapat 14 kasus gizi buruk yang terjadi di Cisaranten Kidul pada 2017. Namun kasus serupa terjadi pada tahun berikutnya hingga 2020.

Data BPS juga melaporkan kejadian bencana alam berupa banjir yang terjadi di Rancabolang dan Rancanumpang masing-masing satu kali kejadian pada 2018. Namun BPS juga mencatat Gedebage belum dilengkapi fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana alam. Ini dapat dilihat dengan tidak adanya sistem peringatan dini bencana alam. Juga belum adanya rambu-rambu dan jalur evakuasi bencana.

Lagi-lagi data menunjukkan bahwa Gedebage membutuhkan antisipasi bencana banjir. Seperti telah disinggung, banjir kerap melanda kawasan ini. Penanganan banjir tentunya perlu menjadi prioritas.

Wisatawan memasuki area  Masjid Raya Al Jabbar di Gedebage, Bandung, 8 Januari 2023. Masjid megah ini dikunjungi sekitar 3.000 warga masyarakat setiap hari selama libur yang berdampak pada kemacetan karena akses jalan hanya berupa jalan kampung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Wisatawan memasuki area Masjid Raya Al Jabbar di Gedebage, Bandung, 8 Januari 2023. Masjid megah ini dikunjungi sekitar 3.000 warga masyarakat setiap hari selama libur yang berdampak pada kemacetan karena akses jalan hanya berupa jalan kampung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Mimpi Teknopolis

Memang sejumlah proyek infrastruktur dibangun di Gedebage. Di masa Wali Kota Ridwan Kamil kecamatan ini digadang-gadang akan dijadikan teknopolis alias kota berteknologi tinggi.

Ide teknopolis dilatarbelakangi kondisi Kota Bandung di bagian tengah ke barat yang padat dan kerap disergap kemacetan. Sehingga pembangunan perlu diarahkan ke timur Bandung, yaitu Gedebage sebagai kecamatan terluas di Bandung.

Kenyataannya, Gedebage memilki banyak lahan terbuka. Bahkan di kawasan ini masih terdapat sawah dan lapangan. Total luas lahan Gedebage 978 hektare.

Meski demikian, istilah teknopolis kini tinggal nama. Wali kota setelah Ridwan Kamil, yakni Oded M Dania (alm) maupun penerusnya, Yana Mulyana, tidak lagi memakai istilah asing tersebut. Wali kota yang sekarang lebih memilih istilah asing lainnya, smart city, itu pun untuk menyebut Bandung secara umum, bukan untuk Gedebage saja.

Peninggalan dari rencana Bandung Teknopolis di Gedebage dapat dilihat dari luas 800 hektar lahannya, sekitar 300 hektarenya adalah milik pengembang. Dan kini yang tampak jelas di Gedebage adalah bisnis propertinya, bukan kota digital yang berdampak baik bagi penduduk setempat.

Yang terbaru selain diresmikannya Masjid Al Jabbar, kali ini pemerintah pusat berencana membangun Tol Gedebage, Tasikmalaya, Cilacap atau Cigatas (Cilacap, Gedebage, Tasikmalaya). Tol sepanjang 206,65 kilometer yang menghubungkan Kota Bandung dengan Priangan Timur hingga Jawa Tengah ini ditargetkan selesai dibangun 2024 dengan dana mencapai 56 triliun rupiah.

Demikian tiriliunan rupiah mengalir di Gedebage, tetapi bangunan sekolah, beberapa jalan yang kerap direncam banjir, maraknya pembuangan sampah, alih fungsi lahan yang bisa memicu banjir, serta pemerataan pendidikan tampaknya belum tersentuh di kecamatan ini. Sehingga pembangunan-pembangunan tersebut memunculkan tanya, untuk siapa? 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//