Inovasi Radioterapi sebagai Pengobatan Kanker Modern
Tahun 2020, kematian diakibatkan oleh penyakit kanker hampir menyentuh 10 juta orang. Radioterapi salah satu pengobatan kanker yang menjadi andalan abad ini.
Edelweiss Esther
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)
12 Januari 2023
BandungBergerak.id - Penyebab utama kematian di seluruh dunia didominasi oleh penyakit kanker. WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa sampai tahun 2020, kematian diakibatkan oleh penyakit kanker hampir menyentuh 10 juta orang, dengan perbandingan hampir satu per enam kasus kanker di dunia.
Data menyebutkan bahwa jenis penyakit kanker paling umum terdiagnosis pada tahun 2020 adalah kanker payudara dengan 2,26 juta kasus, kanker paru-paru dengan 2,21 juta kasus, kanker kolon dan rektum dengan 1,93 juta kasus, kanker prostat dengan 1,41 juta kasus, kanker kulit nonmelanoma dengan 1,2 juta kasus, serta kanker perut dengan 1,09 juta kasus.
Sementara itu, kematian disebabkan oleh penyakit kanker paling banyak didominasi oleh kanker paru-paru dengan 1,8 juta kasus kematian, diikuti dengan kanker kolon dan rektum dengan 916 ribu kasus kematian, kanker hati dengan 830 ribu kasus kematian, dan kanker perut dengan 769 ribu kasus kematian. Di balik kejamnya data tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa seiring berkembangnya teknologi, kanker dapat diberikan pengobatan dan diminimalkan efeknya apabila terdeteksi sejak dini.
Seiring berjalannya waktu, sudah banyak pengobatan ataupun terapi yang dilakukan untuk melawan sel kanker dan mencegah penyebarannya. Pengobatan paling konvensional adalah dengan dilakukannya operasi pengangkatan kanker.
Namun, terdapat jenis alternatif lain yang dikembangkan, yaitu kemoterapi, terapi tertarget, imunoterapi, terapi hormon, dan terapi radiasi. Terapi dengan menggunakan radiasi umumnya disebut sebagai radioterapi. Pengobatan dengan radiasi ini melibatkan penggunaan radiasi ionisasi dengan tujuan membunuh, memutus pertumbuhan dan penyebaran sel kanker. Radioterapi menjadi salah satu alternatif pengobatan kanker secara efektif, komplemen jenis pengobatan lain, serta meminimalisasi efek samping yang terjadi dibandingkan dengan pengobatan alternatif lainnya.
Radiasi sebagai Penunjang Radioterapi
Radiasi merupakan energi atau partikel dari suatu sumber bergerak melalui ruang atau media lain. Radiasi meliputi partikel dan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh beberapa bahan dan membawa energi. Radiasi ionisasi membentuk ion (partikel bermuatan listrik) dan menyimpan energi dalam sel jaringan yang dilalui. Energi ini bertugas untuk menghasilkan partikel bermuatan dalam materi (Baskar, 2012). Contohnya, sinar-X, sinar gamma (γ), partikel alfa (α), partikel beta (β), dan neutron.
Sinar-sinar tersebut memiliki kemampuan menembus materi masing-masing sinar yang berbeda sesuai dengan sifat dan intensitas. Intensitas dan daya tembus juga berkaitan dengan faktor jarak, waktu, jenis bahan, serta ketebalan bahan pelindung. Untuk jarak, ketika posisi kita jauh dari sumber radiasi, kemampuan sinar untuk menembus ataupun berinteraksi dengan tubuh kita akan berkurang, dan berakibat efek radiasi yang diterima juga semakin kecil.
Masa-masa Awal Radioterapi
Setelah sinar-X ditemukan pada tahun 1895, radiologi terbentuk. Awalnya, terapi radiasi melibatkan penempatan tabung sinar katoda berenergi rendah atau tabung kaca berisi radium di dekat sel tumor. Akan tetapi, dosis tinggi ini tidak cukup untuk mengobati sel tersebut bahkan menyebabkan kerusakan yang cukup luas pada jaringan sehat di sekitarnya. Pada 1911, prinsip fraksinasi untuk sinar radioterapi eksternal dan terapi radium dosis rendah terus mengalami perluasan. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan konvensional, sehingga dengan membagi total dosis radiasi, dokter dapat mengontrol pertumbuhan kanker dengan lebih baik sekaligus mengurangi efek samping dari dilakukannya terapi radiasi.
Dalam jangka waktu 20 tahun (1930 - 1950), era Orthovoltage diperkenalkan. Periode ini merupakan kemajuan signifikan dalam terapi radiasi kanker tubuh bagian dalam. Kemudian, kemajuan radioterapi pada periode 1950 - 1980 disebut sebagai era Megavoltage. Beberapa penelitian dan studi memilih untuk fokus pada pengembangan instrumentasi radioterapi yang lebih inovatif dalam mengobati kanker yang berada di jaringan dalam tubuh. Contohnya, teleterapi Cobalt dengan melibatkan sinar gamma berenergi tinggi dan akselerator linear yang dapat menghantarkan sinar-X berenergi tinggi (megavolt).
Inovasi Radioterapi Modern
Selama beberapa dekade terakhir, terdapat kemajuan dalam fisika radiasi dan teknologi komputer sehingga terapi radiasi semakin akurat untuk berbagai macam keganasan kanker yang ada. Jenis pengobatan kanker berupa radioterapi melibatkan pemberian sinar radiasi dosis tinggi langsung ke tumor. Sinar ini mengubah susunan DNA tumor sehingga sel tersebut menyusut atau mati. Radiasi yang digunakan berbentuk radiasi ionisasi dan bertugas untuk membunuh sel kanker atau penyebab perubahan genetik dan berujung pada kematian dari sel kanker.
Baskar (2012) menyebutkan bahwa radiasi berenergi tinggi dapat merusak materi genetik sel seperti asam deoksiribonukleat dan DNA, menyebabkan sel kehilangan kemampuannya untuk membelah dan bereproduksi. Terapi ini memaksimalkan dosis radiasi pada sel kanker dan meminimalisasi paparan radiasi terhadap sel normal/sehat yang berdekatan dengan tumor.
Radioterapi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu radioterapi eksternal dan radioterapi internal. Terapi radiasi eksternal berarti radiasi dipancarkan dan ditempatkan berdekatan dengan posisi sel kanker dari berbagai arah melalui instrumen yang berada di luar tubuh. Instrumen ini besar dan memiliki suara yang cukup mengganggu. Pemindaian CT (Computerized Tomography), pemindaian MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan contoh dari radiasi yang diberikan secara eksternal.
Sementara itu, radioterapi internal berarti sumber radiasi akan diimplantasi ke dalam tubuh, baik dalam bentuk cairan maupun padat. Misalnya, brakiterapi, dengan memasukkan sumber radiasi dalam kapsul, biji, atau pita ke dalam tubuh, baik itu dekat atau dalam sel kanker. Sama seperti radioterapi eksternal, terapi ini ditempatkan di bagian tertentu saja.
Salah satu inovasi radioterapi adalah ditemukannya terapi proton. Radiasi ionisasi proton ini dikirimkan melalui seberkas partikel yang berhenti di sel kanker, sehingga meminimalkan kemungkinan rusaknya jaringan sehat di sekitarnya. Terapi radiasi proton terbukti lebih efektif dibandingkan terapi radiasi foton. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa efek samping rusaknya jaringan sehat oleh foton sebesar 39 persen dari radiasi yang dipancarkan, dan 12 persen untuk efek samping dari terapi proton (Zschaeck 2016).
Efek Samping Radioterapi Dibandingkan Terapi Kanker Lainnya
Umumnya, pengidap penyakit kanker yang menjalani pengobatan mengalami efek samping seperti rasa sakit dan kelelahan, anemia, masalah mulut, mual, perubahan berat badan, masalah rambut, masalah kulit, dan masalah kuku. Dengan segala perkembangan dan inovasi, radioterapi menjadi salah satu pengobatan alternatif kanker dengan efek samping seminimal mungkin. Dengan pengobatan langsung di lokasi yang akurat, semakin sedikit jaringan normal yang terkena dampak dari pengobatan tersebut.
Efek samping umum dari radioterapi adalah merasa lelah, rambut rontok, perubahan pada kulit yang terkena radiasi. Namun, terdapat efek samping tertentu di setiap lokasi yang terpancar oleh radiasi. Misalnya, jika dilakukan pengobatan kanker di dekat otak, maka terdapat efek samping pusing dan juga pandangan buram. Berbeda dengan terapi radiasi pada dada, efek yang dirasakan adalah batuk dan terdapat masalah pada pernapasan. Jaringan normal atau sehat yang rusak akibat pengobatan ini biasanya akan pulih dalam beberapa bulan setelah pengobatan berakhir.
Berbeda dengan radioterapi, untuk jenis pengobatan penyakit kanker lain, terdapat beberapa efek samping yang berbeda. Pada jenis pengobatan kanker kemoterapi, terdapat efek samping neutropenia, yaitu penurunan sel darah putih sebagai pelindung utama tubuh dari infeksi. Kemoterapi bekerja dengan membunuh sel yang tumbuh secara agresif seperti sel kanker dan sel darah putih. Hal ini mengakibatkan terdapat kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan sel darah putih tersebut.
Kemoterapi juga dapat meningkatkan risiko pengidap kanker mengalami penggumpalan darah (trombosis vena dalam). Gumpalan ini biasanya terbentuk di kaki bagian bawah, paha atau panggul, ataupun di lengan. Jika sampai pada titik kronis, gumpalan ini akan putus dan masuk ke paru-paru.
Operasi pengangkatan kanker juga dapat menyebabkan efek samping yang cukup parah. Misalnya, jika mengidap kanker getah bening dan memutuskan untuk melakukan pengobatan ini dan terjadi pengangkatan kelenjar getah bening, carian getah bening mungkin tidak dapat mengalir dengan baik. Cairan tersebut akan menumpuk di bawah kulit dan menyebabkan pembengkakan tubuh, disebut dengan limfedema.
Baca Juga: Demokrasi, Kedaruratan, dan Perpu
Tenda Pengungsian yang Efektif untuk Korban Bencana Alam
Bahasa Prokem dan Eksistensi Bahasa Indonesia
Radioterapi sebagai Komplemen Pengobatan Kanker Lainnya
Radioterapi bukan sebatas untuk pengobatan, namun dapat digunakan sebagai pencitraan untuk menemukan lokasi sel kanker secara akurat, sebelum dokter dan radiolog membuat perencanaan pengobatan untuk menentukan terapi mana yang cocok dengan kanker yang diderita. Seiring berjalannya waktu, para peneliti terus berusaha menemukan alternatif dari pengobatan kanker, seperti menggabungkan metode yang berbeda untuk menyembuhkan kanker secara efektif dengan meringankan efek sampingnya.
Baskar (2012) menyatakan bahwa metode radioterapi dapat digunakan sebelum operasi (terapi neoadjuvant) dengan tujuan menyusutkan tumor, dan digunakan setelah operasi (terapi adjuvant) dengan tujuan menghancurkan kemungkinan sel tumor mikroskopis yang tertinggal.
Radioterapi juga dapat digunakan bersamaan dengan kemoterapi untuk mengobati jenis kanker tertentu, seperti kanker yang tidak dapat dilakukan pembedahan, memiliki kemungkinan untuk menyebar ke seluruh tubuh secara cepat, dan tidak mengalami perubahan dengan salah satu terapi. Dengan kombinasi tersebut, tentu saja terdapat efek samping yang dirasakan oleh pasien. Chun (2020) menyatakan bahwa kita dapat mengatasi efek samping dari pengobatan kanker melalui berkonsultasi dengan dokter, minum teh jahe untuk mengurangi rasa mual, dan lainnya.
Kesimpulan
Kanker merupakan penyakit paling umum dan salah satu penyakit penyebab kematian terbanyak di dunia. Sebagai tindakan represif, terdapat beberapa jenis pengobatan kanker, salah satunya adalah radioterapi. Terapi ini dapat digunakan sebagai pencitraan untuk menentukan lokasi sel kanker secara akurat, dan hasilnya dapat membantu dokter dalam menentukan perencanaan pengobatan yang sesuai dengan kanker yang terdiagnosis. Semakin cepat dilakukan diagnosis, maka pengobatan kanker yang cepat dapat meningkatkan persentase kesembuhan.
Sebagai pengobatan, terapi radiasi dapat menyusutkan dan membunuh sel kanker, serta menghentikan kemungkinan penyebaran dari kanker tersebut. Radioterapi menjadi salah satu alternatif pengobatan kanker secara efektif karena memusatkan pengobatan langsung ke sel kanker. Akibatnya, efek samping dapat terminimalisasi karena ketepatan lokasi sel kanker dan inovasi dari masa ke masa bila dibandingkan dengan jenis pengobatan lainnya.
Radioterapi juga dapat menjadi komplemen bagi jenis pengobatan kanker lainnya, seperti praoperasi dan pasca operasi, serta dikombinasi bersama kemoterapi untuk jenis kanker yang tidak dapat diobati dengan operasi ataupun salah satu dari jenis terapi.