Sampah Terus Menumpuk di TPS-TPS Kota Bandung, Para Pengangkut Kehilangan Upah
Tersendatnya proses pengiriman ke TPA Sarimukti membuat sampah menumpuk di TPS-TPS Kota Bandung. Masalah yang terus berulang ini merugikan orang-orang kecil.
Penulis Awla Rajul16 Januari 2023
BandungBergerak.id - Tersendatnya proses pengiriman sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, kembali memicu penumpukan sampah di banyak Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di Kota Bandung. Kerja pengambilan sampah di rumah-rumah warga pun ikut terganggu. Lagi-lagi warga kecil yang jadi korbannya.
Di depan TPS Pasir Endah, tujuh triseda yang berisi penuh dengan sampah terparkir di pinggir jalan. Dengan alas kardus, sekitar lima orang pengumpul sampah bersantai sambil tiduran di bawah rindang pohon di samping deretan triseda itu. Ada pula yang sedang bermain telepon genggam, ditemani satu orang teman mengobrol.
Adit (30), pengambil sampah di RW 04 Pasir Endah, menyebut penumpukan sampah sudah terjadi selama dua minggu terakhir. Jadwal pengangkutan sampah ke mobil kontainer untuk dibawa ke TPA Sarimukti yang biasanya dilakukan dua kali sehari, kini hanya dilakukan sekali. Akibatnya, jadwal pengangkutan sampah dari rumah-rumah warga yang biasanya dilakukan seminggu dua kali hingga tiga kali, belakangan dilakukan hanya sekali.
Pada Jumat (13/1/2023), misalnya, mobil pengangkut baru datang pukul setengah tiga sore. Padahal biasanya pada pagi hari sudah datang mobil pengangkut yang pertama. Jika sampah sudah diangkut pagi, Adit bisa melanjutkan pekerjaan mengangkut sampah di rumah-rumah warga.
“Hari ini bisa jadi sama (sore), bahkan bisa jadi malam. Tau ajalah ya hari Sabtu mah, jalanan macet. Udah aja pulang. Malas kan udah nunggu dari pagi. Paling besok pagi aja lagi (mengangkut sampah dari rumah warga),” ungkap Adit kepada BandungBergerak.id.
TPS Pasir Endah menampung sampah warga di Kelurahan Pasir Endah, Cijambe, dan kawasan sekitarnya. Beberapa warga Kabupaten Bandung di bagian Cijambe atas juga mengandalkan TPS ini. Sampah yang diangkut dengan triseda tidak boleh diturunkan ke TPS karena jika tak kunjung terangkut, akan memperparah penumpukan yang menimbulkan bau.
Penumpukan sampah di TPS Pasir Endah dan TPS-TPS lain di Kota Bandung bukan pertama kali terjadi. Setiap kali ada gangguan di TPA Sarimukti, Kota Bandung selalu menerima getahnya. Sampah tak terangkut sehingga memicu penumpukan di mana-mana. Seringkali tak hanya di TPS, tapi juga di badan-badan jalan.
Pada 13 Januari 2023, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung Dudy Prayudi menerbitkan surat pemberitahuan kepada para camat dan lurah yang berisi imbauan untuk upaya pengurangan dan pemilahan sampah di rumah atau skala kawasan, serta menahan melakukan pembuangan sampah ke TPS. Penyebabnya, seperti termuat dalam salinan surat yang diterima BandungBergerak.id, adalah "antrean kendaraan menuju TPA Sarimukti".
Di TPS Ujung Berung dan TPS Pangaritan
Penumpukan sampah juga ditemukan di TPS Pasar Ujung Berung dan TPS Pangaritan. TPS Ujung Berung menampung sampah dari pasar, Pasanggrahan, Ujung Berung, dan sekitarnya. Sementara itu TPS Pangaritan diperbantukan untuk beberapa kawasan di daerah Cibiru, seperti Cipadung, Palasari, Sukasari, Mekarmulya, Cipadung Wetan, Cipadung Kulon, dan sekitarnya. Setiap kelurahan terdiri dari enam RW yang menampung sampah ke TPS Pangaritan.
Apih (32) salah seorang pengumpul rongsokan di TPS Ujung Berung, menyebutkan bahwa penumpukan sampah sudah terjadi selama sebulan. Dalam sehari, biasanya ada dua rit pengangkutan sampah, pagi dan sore. Jumat (13/1/2023) hanya ada satu rit yang datang pada pukul tiga sore.
“Udah ditelpon tadi. Masih ngantre, ceunah. Jadi numpuk karena campur sama sampah pasar, karena kan (penampungannya) setiap hari,” ucapnya.
Di TPS Pangaritan, ada sekitar 20 triseda yang menunggu mobil pengangkut datang. Sampah juga menumpuk di TPS ini. Suyud (52) penanggung jawab TPS Pangaritan, menyatakan, dengan kondisi sampah yang menumpuk dan jumlah triseda yang menunggu, dibutuhkan dua rit mobil pengangkutan. Biasanya hanya dibutuhkan satu rit pengangkutan setiap harinya.
Suyud, Ketua RW 07 yang menjadi penanggung jawab TPS Pangaritan, mengungkapkan, tata kelola sampah tidak bisa hanya ditumpukan pada pengurangan sampah dari warga dan pengolahan sampah di tingkat kewilayahan. Diperlukan solusi yang pasti dari pengambil kebijakan.
“Pengelola sampah yang di atas carilah solusinya. Kita bareng-bareng karena (untuk mengelola) sampah ini yang dibutuhkan bukan bla-bla tapi kinerja,” ungkap Suyud saat ditemui, Sabtu (14/1/2023), pukul tiga sore.
Di TPS Gedebage
Di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Gedebage, yang menampung sampah dari Panyileukan, Cinambo, Gedebage, Cibiru, sebagian Ujung Berung, dan kawasan sekitarnya, penumpukan sampah mulai terjadi sejak Kamis (12/1/2023). Pada hari Sabtu (14/1/2023), total ada 36 mobil dan triseda yang berisi sampah yang belum diangkut.
Iman (39), salah seorang buruh bongkar-muat sampah, membeberkan bahwa ada 26 angkutan sampah yang belum diangkut di hari Jumat, ditambah 10 angkutan sampah yang tiba di hari Sabtu. Saat ditemui di TPS sekitar pukul empat sore, Iman sedang menunggu kepastian datangnya mobil pengangkut yang akan membawa tumpukan sampah ke TPA Sarimukti.
Mengurai tumpukan sampah di TPS Gedebage tidak pernah mudah. Ada keterbatasan jumlah dan kapasitas mobil pengangkut. Ditambah lagi, mesin pemadat sampah sudah setahun tidak berfungsi.
“Menambah armada harusnya ada setiap hari, jadi lancar. Kalau ada dua mobil besar mah di sini akan lancar. Sekarang cuma satu (besar) dan kecil satu,” ungkap Iman.
Iman adalah buruh bongkar-muat di TPS Gedebage. Ia mendapatkan upah ketika ada sopir pengangkut sampah yang menyuruhnya membongkar sampah dan memindahkan ke mobil pengangkut.
Baca Juga: Data Sebaran TPS di Kota Bandung serta Jumlah Sampah yang Masuk dan Diangkut per Harinya Tahun 2016: Sampah akan Menggunung Apabila Pengangkutan Tersendat
Solusi Krisis Sampah Kota Bandung bukan Arang RDF, tapi Revitalisasi TPS
Antrean Gerobak Sampah di TPS Cikutra Meresahkan Warga
Nestapa Pengangkut Sampah
Masalah pengangkutan yang memicu penumpukan sampah di TPS-TPS Kota Bandung, adalah kabar buruk bagi orang-orang kecil yang menggantungkan pendapatan darinya. Di TPS Gedebage, ada Nana (27) yang akan memperoleh upah hanya jika ada kerja menurunkan sampah. Penghasilan tambahan diperoleh dari kerja mengumpulkan rongsokan serta tips dari warga yang membuang sampah langsung ke TPS.
Gedebage, yang digaji dan mengurusi sampah. Namun sekarang tidak ada lagi. Nana lah salah satu yang mengurusi di sana, namun nihil gaji.
"Harusnya pemerintah yang gini-gini nih yg diperhatikan,” ungkap Nana yang menyebut dulu pernah ada petugas yang digaji untuk mengurusi sampah persis seperti yang ia kerjakan sekarang.
Di TPS Pangaritan, kondisinya sama saja. Para petugas sampah adalah relawan yang bekerja dengan gaji harian yang tidak menentu. Ada 11 orang yang bertugas di sana. Penghasilan sampingan diperoleh dari rongsokan yang dikumpulkan. Hasilnya dibagi rata.
Suyud, penanggung jawab TPS, mengeluhkan tidak adanya perhatian dari Pemerintah Kota Bandung. Beda halnya dengan penyapu jalan dan petugas gorong-gorong.
Beberapa pengangkut sampah mendapatkan gaji dari RW, tapi nilainya tidak menentu. Upah bulanan terkecil yang diterima pengumpul sampah sekitar 800 ribu rupiah. Suyud membeberkan, ada RW yang bermurah hati memberikan gaji hingga Rp. 1.750.000.
Di TPS Gedebage, Iman sudah melakoni pekerjaannya selama dua tahun. Ia berharap suatu saat nanti bisa diangkat sebagai tenaga kerja dinas terkait.
"Ada pengakuanlah sesuai kemampuan saya di lapangan. Iya saya berharap gitu," harap Iman.
Selain Iman, ada Ace (49) yang bertugas mengangkut sampah dari RW 2, RW 3, dan RW 11 Bumi Panyileukan ke TPS Gedebage. Setiap kali terjadi keterlambatan pengangkutan, ia dibanjiri keluhan oleh warga. Sebagian warga tidak mau tahu sumber permasalahan. Karena pembayaran retribusi sampah lancar, mereka menuntut agar pengambilan sampah di rumah-rumah harus lancar juga.
Ace menerima upah Rp. 150.000 setiap harinya. Karena sampah masih tertahan, ia belum bisa mendapatkan upah tersebut dan membagikan ke empat orang yang bekerja dengannya.
“150 ribu (rupiah) bagi empat. Hitungannya udah dua hari (karena pengangkutan terlambat). Buat makan aja gak cukup itu mah,” cetus Ace yang memperoleh pendapatan tambahan dengan menjadi kuli bongkar-muat dan pengumpul rongsokan.