• Opini
  • Standar Kecantikan K-Pop Merusak Kesehatan Mental?

Standar Kecantikan K-Pop Merusak Kesehatan Mental?

Standar kecantikan ala K-pop yang semakin tidak realistis dan akhirnya menjadi standar kecantikan global melalui media, produk kecantikan, dan instrumen lainnya.

Kayla Faiza Ward

Mahasiswa Administrasi Bisnis Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Kosmetik yang dijual di pasar minggu komplek pertokoan Sumbersari Indah, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Juni 2021. (Foto Ilustrasi: Sarah Ashilah/Bandungbergerak.id)

20 Januari 2023


BandungBergerak.id—Fenomena hallyu (Korean Wave) yang mendunia melalui K-pop secara tidak langsung telah mengubah beberapa aspek kehidupan manusia. Salah satunya dalam hal standar kecantikan yang belakangan ini semakin berkiblat pada standar yang telah di konstruksi oleh agensi-agensi K-pop. Hal ini menyebabkan banyak penggemar K-pop khususnya perempuan yang terobsesi untuk menggunakan berbagai cara agar bisa terlihat seperti idolanya.

Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Lantas, apa dampak standar kecantikan K-pop terhadap kesehatan mental penggemar perempuan?

Agensi K-pop dikenal sangat ketat dalam menetapkan standar-standar kecantikan tertentu untuk idolanya, bahkan jika harus melakukan operasi plastik atau treatment khusus terlebih dahulu untuk memenuhi standar tersebut.  Mayoritas agensi sampai sekarang pun masih menetapkan standar seperti kulit putih pucat, badan kurus, mata yang lebar, rahang v-shaped, glass skin, wajah yang polos, dan sebagainya.

Apa yang ditunjukkan di depan kamera akhirnya banyak menjadi standar penggemar perempuan terlepas dari ras atau keadaan genetik mereka. Mereka cenderung akan melakukan semua cara untuk terlihat seperti idola mereka, dan akan merasa tidak puas dengan bentuk fisik mereka jika tidak memenuhi standar tersebut. Dilansir dari hellosehat.com, ini akhirnya akan mengganggu kesehatan mental mereka dengan munculnya depresi, gangguan kecemasan (anxiety), gangguan makan (anorexia), body dysmorphic disorder (BDD), dan sebagainya.

Pola diet ekstrem yang sering dilakukan idola K-pop juga banyak ditiru oleh penggemarnya, khususnya perempuan. Demi memiliki tubuh seperti idola mereka, banyak penggemar yang kurang edukasi mengenai pola diet sehat akhirnya mengikuti pola diet idola K-pop yang ekstrem agar bisa mendapatkan hasil yang instan.

Hal ini karena penggemar K-pop cenderung melakukan imitasi atas apa yang idolanya lakukan. Perilaku yang muncul dari hasil peniruan individu terhadap idola dengan mengikuti secara sama persis merupakan pengertian imitasi menurut (Sella, 2013).

Memotong kebutuhan kalori harian dengan jumlah yang banyak tentu berbahaya bagi kesehatan tubuh jika dilakukan dalam jangka panjang. Tidak hanya berdampak negatif pada fisik, hal ini juga berdampak negatif pada kesehatan mental karena akan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan rasa tidak puas terhadap diri sendiri. Penelitian menemukan bahwa adanya rasa malu pada tubuh dan rendahnya harga diri atau objektifikasi diri seperti ini berdampak pada kepuasan hidup dan kesehatan mental (Mercurio & Landry, 2008).

Baca Juga: Kudeta Militer dan Deportasi Pengungsi Myanmar oleh Malaysia, Bagaimana Disposisi Diplomasi Indonesia?
Melestarikan Budaya Rumah Tradisional dengan Arsitektur Vernakular
Mencari Konsensus dari Perspektif Prioritas Kesehatan Mental Antargenerasi

Standar Kecantikan

Banyaknya produk kecantikan yang beredar sekarang ini pun berpatok pada standar kecantikan K-pop. Bahkan, dilansir dari cxomedia.id, Korea Selatan menjadi salah satu pengekspor kosmetik yang prominen di dunia. Salah satu alasannya tidak lepas dari pengaruh K-pop. Mereka kerap menggaet idola-idola K-pop sebagai brand ambassador mereka.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa produk kecantikan lokal yang melakukan hal tersebut. Contohnya brand Scarlett Whitening yang menjadikan girlgroup TWICE sebagai brand ambassador mereka, dan brand Whitelab dengan Sehun EXO.

Keadaan seperti ini tentu menjadi suatu ironi. Bagaimana banyak produk kecantikan juga turut mempromosikan standar kecantikan yang sama padahal produk tersebut belum tentu cocok dengan seseorang yang memiliki ras, tekstur kulit, dan warna kulit yang berbeda.

Dengan memberi label seperti “whitening” pada produknya sudah menstimulasi bahwa cantik itu harus dengan kulit putih. Hal ini tentu tidak logis mendapati fakta bahwa setiap orang memiliki warna kulit yang berbeda tergantung genetik mereka.

Standar kecantikan K-pop yang semakin tidak realistis dan akhirnya menjadi standar kecantikan global melalui media, produk kecantikan, dan instrumen lainnya. Hal ini akhirnya membuat banyak penggemar perempuan menghalalkan semua cara agar bisa mencapai standar tersebut. Rasa tidak puas diri yang muncul akhirnya akan mengganggu kesehatan mental seperti depresi, gangguan kecemasan (anxiety), gangguan makan (anorexia), body dysmorphic disorder (BDD), dan sebagainya.

Pentingnya mengerti bahwa banyak faktor yang membedakan diri sendiri dengan idola K-pop sangat dibutuhkan saat ini. Menumbuhkan rasa sayang pada diri sendiri dan merasa cukup terhadap diri sendiri akan membantu agar tidak terpengaruh dengan “standar kecantikan” yang ada dan menjaga keadaan mental tetap sehat dan positif.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//