• Opini
  • Edukasi dan Masalah Kesehatan Mental pada Remaja

Edukasi dan Masalah Kesehatan Mental pada Remaja

Edukasi mengenai kesehatan mental pada remaja merupakan hal penting untuk mencegah masalah kesehatan mental dan akibat yang ditimbulkan.

Melda Yohana Sirait

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Seorang anak gelisah menunggu jadwal terapi. Anak remaja antara 12-18 tahun lebih banyak menghadapi tekanan psikologi di masa pandemi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

30 Januari 2023


BandungBergerak.id—Kesehatan mental remaja merupakan hal yang sering diabaikan oleh masyarakat pada saat ini. Remaja merupakan aset negara yang harus dijaga karena seorang remaja akan meneruskan masa depan Indonesia. Terdapat salah satu kutipan yang mungkin sering didengar “Men Sana In Corpore Sano” yang memiliki makna bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kesehatan mental remaja, sebaiknya kita terlebih dahulu mengetahui pengertian dari kesehatan mental.

Kesehatan mental adalah kondisi saat keadaan batin maupun emosi kita stabil sehingga memungkinkan kita untuk menjalani hari dengan damai. Pieper dan Uden (2006) menyatakan bahwa kesehatan mental seseorang dapat dilihat dari tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri, dan dapat menerima kekurangan serta kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah[1]masalah yang ada dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

World Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan batin yang dimiliki individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan aktif di komunitasnya. Jadi, untuk menyimpulkan pendapat dari para ahli, kesehatan mental adalah keseimbangan antara kesehatan batin dan fisik sehingga mampu untuk mengembangkan potensi yang dimiliki di dalam dirinya.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental serta meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan mental, setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai World Mental Health Day (WMHD) yang mulai diadakan sejak tahun 1992. Peringatan akan hari tersebut berdasarkan fakta masih banyak masyarakat yang menyepelekan kesehatan mental dan menganggapnya tidak sepenting kesehatan fisik. Dengan adanya peringatan hari kesehatan mental diharapkan bahwa masyarakat dapat memberikan perhatian lebih terhadap isu kesehatan mental.

Di Indonesia kegiatan (WMHD) mulai diadakan pada tahun 1993 yang bertujuan untuk menghargai dan menghormati orang yang memiliki masalah kejiwaan. Pada WHMD tahun 2018, Kementerian Kesehatan mengangkat tema khusus mengenai kesehatan mental pada remaja. Kesehatan mental remaja mendapat perhatian khusus karena meningkatnya kasus kematian remaja atau anak muda dari tahun ke tahun.

Tahun 2019 WHO memperkirakan jumlah bunuh diri akibat depresi adalah sebanyak 800 ribu orang per tahun. WHO juga menyebutkan bahwa setiap 40 detik terdapat satu orang di dunia meninggal akibat bunuh diri. Berdasarkan data juga menyebutkan bahwa 55% orang yang memiliki masalah kesehatan mental memiliki ide untuk bunuh diri. Kasus bunuh diri juga merupakan peringkat ke-18 atau 1,4% penyumbang kematian terbanyak. Di Indonesia kasus kematian akibat bunuh diri merupakan peringkat kedua penyumbang kematian terbanyak dengan rentang usia produktif antara 15-29 tahun. Data kepolisian Indonesia menunjukkan sebanyak 671 kasus kematian akibat bunuh diri. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa keseriusan mengenai kesehatan mental bukan lagi hal yang dapat dipandang sebelah mata.

Baca Juga: Standar Kecantikan K-Pop Merusak Kesehatan Mental?
Mencari Konsensus dari Perspektif Prioritas Kesehatan Mental Antargenerasi
Menanti Terobosan untuk Segudang Masalah Kesehatan Mental di Indonesia

Memahami Gangguan Kesehatan Mental

Setiap individu harus memiliki kesadaran akan kondisi mental yang dialaminya. Ada banyak permasalahan mental yang dihadapi maupun dialami remaja saat ini. Remaja masih sangat rentan, karena remaja sedang mencari jati dirinya sehingga mudah untuk merasa ketakutan mengenai masa depannya.

Sementara kesehatan mental masih dianggap tabu oleh masyarakat. Seseorang yang memiliki kesehatan mental yang tidak stabil sering disebut tidak pernah ibadah maupun tidak ingat Tuhan, serta dianggap tidak bersyukur. Selain itu ada ketakutan tersendiri terhadap pandangan orang lain akan sebutan “gila”. Hal inilah yang menyebabkan seseorang yang memiliki kesehatan mental tidak berani mengungkapkan kondisi yang sedang dialaminya.

Menurut WHO, setiap satu dari tujuh anak yang berusia 10-19 tahun mengalami masalah psikologis. Namun, kebanyakan kasus gangguan psikologis tersebut tidak mendapatkan penanganan yang baik dan tepat. Dilansir dari WHO, faktor penyebab dari gangguan kesehatan mental pada remaja adalah kesulitan mencari jati diri atau krisis identitas, keluarga yang tidak harmonis, masalah sosial maupun ekonomi yang buruk, menderita penyakit kronis, disabilitas, dan sebagainya. Dari faktor tersebut dan melihat dari data yang ada, gangguan kesehatan mental yang sering terjadi pada remaja adalah gangguan emosional yang dapat menyebabkan gangguan kecemasan, fobia spesifik terhadap hal tertentu, dan depresi akibat tingkat stres yang berlebihan. Selain gangguan kecemasan, terdapat gangguan kesehatan mental yang sering kali terjadi pada remaja yaitu gangguan perkembangan perilaku contohnya autism, gangguan makan (eating disorder), psikosis, dan menyakiti diri sendiri (self harassment). Kondisi gangguan kesehatan mental tersebut dapat berdampak buruk jika tidak diberikan penangan yang tepat.

Pada era globalisasi saat ini, perkembangan teknologi yang semakin cepat tidak dapat dihindari lagi. Di era modern seperti saat ini, semua kebutuhan cenderung terpenuhi dengan adanya teknologi. Dengan adanya perkembangan teknologi, jumlah pengguna internet dan media sosial pun semakin meningkat. Berdasarkan laporan dari We are Social jumlah pengguna media sosial pada bulan Januari 2022 adalah sebanyak 190 juta jiwa. Dengan data tersebut terlihat bahwa peningkatan penggunaan media sosial sebanyak 12,35% dari 2021.

Media sosial menjadi tempat untuk dapat menemukan berbagai informasi seputar dunia. Namun, penggunaan media sosial yang tidak terkontrol menjadi tempat ujaran opini buruk yang tidak bertanggung jawab. Media sosial menjadi wadah untuk oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menebar kebencian dan pembulian. Hal tersebut menjadi masalah serius apabila ada individu yang terkena dampak dari cyber bullying.

Di era globalisasi ini juga banyak generasi muda yang kecanduan game online. Dikutip dari Kompas.com sebanyak tiga anak harus menjalani terapi di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Amino Gondohutomo, Kota Semarang, lantaran kecanduan bermain game hingga menderita gangguan jiwa. Psikiater RSJD Amino Gondohutomo, Hesti Anggriani, mengungkapkan, anak-anak yang harus menjalani terapi itu rata-rata berusia sembilan tahun. Dari data tersebut menunjukkan bahwa permainan game online menjadi permasalahan serius bagi kesehatan mental generasi muda saat ini. Bermain game secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan pada fungsi otak.

Lebih Baik Mencegah

Penanganan mengenai gangguan kesehatan mental melibatkan semua pihak baik itu pemerintah, masyarakat, tenaga medis maupun penderitanya itu sendiri. Semua pihak sebaiknya bekerja sama dan membentuk sinergi untuk mencegah kemungkinan terburuk akibat ketidakpedulian mengenai masalah kesehatan mental. Pemerintah dapat menangani masalah kesehatan mental dengan cara menyediakan fasilitas maupun program untuk mengatasi isu kesehatan mental.

Salah satu program yang dijalankan oleh pemerintah adalah “imunisasi jiwa” yang dikembangkan oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN). Program imunisasi jiwa memiliki tujuan untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang tangguh. Untuk memudahkan masyarakat mengakses program tersebut, pemerintah menyediakan aplikasi berbasis android “Sehat Jiwa” sebagai upaya preventif yang dapat diakses oleh masyarakat. Dalam aplikasi tersebut ditawarkan fitur yang membantu masyarakat untuk mengakses informasi seputar kesehatan jiwa dan dapat mendeteksi gejala kesehatan jiwa. Aplikasi tersebut juga menyediakan pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat yang ingin melakukan konseling.

Selain aplikasi tersebut, peran pemerintah dapat diwujudkan dengan cara menyediakan fasilitas untuk masyarakat. Peran tersebut dapat berupa menyediakan tenaga psikologi yang berkualitas secara merata, mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya kesehatan mental, menyediakan guru konseling di berbagai sekolah agar para pelajar dapat menyalurkan keluh kesah mereka kepada orang yang tepat sehingga dapat membantu mereka untuk menemukan solusi. Peran masyarakat untuk membantu masalah kesehatan mental dapat diwujudkan dengan membantu orang di sekitarnya dengan merangkul mereka yang mempunyai masalah dengan kesehatan mental.

Seseorang dengan keadaan mental yang sedang terganggu tentunya merasakan kebingungan untuk mencari solusi dari permasalahan yang tengah dihadapinya. Penderita dapat melakukan upaya untuk mengatasi kesehatan mental yang sedang dihadapinya. Cara pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menceritakan perasaan yang sedang dialami kepada orang yang dipercaya seperti orang tua, teman, maupun keluarga. Jika cara tersebut tidak membantu, maka carilah bantuan profesional dengan cara mendatangi tenaga kesehatan baik itu psikolog atau psikiater. Dengan adanya bantuan profesional akan membantu penderita untuk dapat mengetahui apa yang sedang dialami, penyebab dan solusi untuk dapat sembuh. Sebagai seorang yang tinggal berdampingan dengan penderita sebaiknya memberikan dukungan penuh untuk membantu penderita dapat sembuh. Dukungan tersebut dapat berupa selalu ada saat penderita membutuhkan, mendengarkan keluh kesah penderita, menjadi pendengar yang baik dan selalu memberikan kata-kata yang positif.

Edukasi mengenai kesehatan mental juga merupakan hal penting untuk dilakukan sebagai cara preventif untuk mencegah masalah kesehatan mental dan akibat yang ditimbulkan. Kurangnya edukasi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya masalah mengenai kesehatan mental. Edukasi sangat penting karena dengan adanya edukasi kita jadi mengetahui cara mengatasi dan menghindari masalah kesehatan mental. Edukasi tersebut dapat dilakukan dengan menambah pengetahuan dan wawasan yang luas. Hal tersebut tidak akan terwujud apabila tidak adanya keinginan untuk belajar dan mencari tahu mengenai kesehatan mental.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa di era digitalisasi seperti saat ini, sangat mudah untuk dapat mengakses berbagai informasi mengenai kesehatan mental baik melalui pencarian, podcast maupun video dari ahli mengenai kesehatan mental. Edukasi mengenai kesehatan penting karena dapat membantu untuk mengetahui kondisi diri sendiri dan cara mengatasinya secara tepat. Edukasi tersebut dapat dimulai dari diri kita sendiri dengan cara lebih memperhatikan lingkungan sekitar kita dengan memberikan mereka seputar informasi penting mengenai kesehatan mental yang kita ketahui. Maka dari itu, kita perlu membuka diri akan isu mengenai kesehatan mental agar terciptanya remaja yang edukatif dan informatif.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//