Mengintip Bahaya Sumur Bor bagi Bandung
Eksploitasi air tanah dengan penggunaan sumur bor di Bandung membuat tanah menjadi amblas dan pencemaran air di beberapa wilayah juga relatif tinggi.
Fahmy Fauzy Muhammad
Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung
31 Januari 2023
BandungBergerak.id — Nauval Hidayat (21 tahun), warga Cibeunying Kidul yang rumahnya tidak menerima fasilitas air bersih oleh PDAM Tirtawening, mengeluhkan susahnya air bersih yang ada di daerahnya. Bahkan ia harus membeli air bersih atau mengambil langsung dari sumur yang biasanya antre karena masih banyak warga lain yang bernasib sama.
“Dari awal juga susah dapat air di sini, harus beli dari orang atau ngambil dari sumur buat warga. Cuma kalau dari sumur lama, harus ngantri soalnya banyak orang yang mau ngambil air juga,” keluh Nauval.
Sudah menjadi sebuah risiko bagi warga yang harus mengeluarkan uang lebih untuk sekadar mendapatkan air bersih yang dibeli dari warga lain. Risiko tidak dapat akses air bersih oleh PDAM Tirtawening membuat Nauval merasa dirugikan karena harus mengeluarkan uang lebih.
Nauval berharap adanya bantuan dari pemerintah Kota Bandung untuk membantu dan memberikan solusi bagi warga yang mengalami krisis air bersih. Khususnya warga yang daerah tempat tinggalnya tidak mendapat akses air bersih PDAM Tirtawening, karena waktu dan uang juga terbuang akibat dari susahnya mendapatkan air bersih.
“Pengennya sih ada bantuan dari pemerintah, atau setidaknya ngasih solusi lah gitu. Kan kalau gini terus waktu sama uang juga harus keluar lebih cuma buat dapet air buat mandi sama nyuci,” kata Nauval
Kota Bandung merupakan pusat dari pemerintahan provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang dipublikasi Badan Pusat Statistik pada tahun 2021, kota Bandung dihuni oleh lebih dari 2.480.464 jiwa yang tersebar di 30 kecamatan dan 151 kelurahan. Dengan jumlah penduduk yang padat, tentunya kebutuhan air bersih di kota Bandung juga sangat tinggi.
Kebutuhan air bersih di kota Bandung seharusnya dipenuhi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening, karena berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 15 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Air Minum, PDAM Tirtawening menjadi penanggung air bersih bagi masyarakat Bandung. PDAM Tirtawening yang dibiayai publik menjadi andalan bagi warga Bandung untuk mendapatkan air bersih.
Pada kenyataannya, PDAM Tirtawening tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan air bersih kota Bandung secara menyeluruh. PDAM Tirtawening yang seharusnya bisa memenuhi kebutuhan air bersih sebanyak 108 juta kubik, tetapi air bersih yang saat ini disalurkan hanya 37 juta kubik atau hanya memenuhi 34,28 persen kebutuhan air bersih warga Bandung.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di kota Bandung, banyak warga yang membuat sumur bor atau sumur artesis untuk kebutuhan pribadi atau untuk dijual kepada warga yang tidak mempunyai akses pribadi untuk mendapatkan air bersih. Bisnis air bersih di kota Bandung cukup menjanjikan, karena kebutuhan air bersih yang cukup tinggi dan penyaluran air bersih oleh PDAM yang tidak merata, membuat bisnis air bersih terutama melalui sumur bor menjadi hal yang menjanjikan.
Baca Juga: Data Rumah Tangga dengan Pola Hidup Bersih dan Sehat di Kota Bandung 2013-2019, Anjlok di Dua Tahun Terakhir
Krisis Sungai dan Air Bersih Kota Bandung dalam Video Animasi
Data Sumber Sarana Air Minum Penduduk Kota Bandung, Pipa PDAM belum Menjangkau Seluruh Warga
Bahaya Besar Sumur Bor Menanti
Walaupun sumur bor cukup membantu bagi warga yang tidak memiliki fasilitas air bersih pribadi, tetapi dibalik sumur bor yang membantu terdapat sejumlah masalah besar yang menanti bagi Kota Bandung. Masalah yang terjadi jika eksploitasi air tanah menggunakan sumur bor banyak digunakan di setiap daerah Kota Bandung akan berdampak pada warganya di masa yang akan datang.
Dampak buruk bagi lingkungan sudah menjadi hal yang utama dari efek samping sumur bor. Rusaknya permukaan tanah yang disebabkan sumur bor merupakan dampak pertama yang akan terjadi, karena penggunaan mesin berat pada permukaan tanah. Selain rusaknya permukaan tanah, dampak yang paling berbahaya dari penggunaan sumur bor yaitu adanya rongga di bawah tanah yang terjadi karena eksploitasi air tanah berlebih.
Rongga di bawah tanah tersebut menyebabkan tekanan tanah menjadi tidak seimbang, karena cadangan air yang berguna untuk menyeimbangkan kontur tanah sudah habis di eksploitasi secara besar-besaran, akibatnya terjadi longsor dan bergesernya batuan yang menyanggah tanah sehingga terjadi amblas. Amblasnya permukaan tanah membuat ketinggian tanah menjadi semakin rendah, jika ketinggian tanah semakin rendah, dampak yang akan terjadi yaitu seringnya banjir di tempat-tempat tertentu.
Bahkan dampak yang paling parah dari eksploitasi air tanah besar-besaran yaitu air laut yang lebih tinggi dari permukaan, karena ketinggian tanah yang terus menurun akibat tidak adanya air tanah sebagai penyeimbang. Jakarta sudah menjadi contoh dampak eksploitasi air tanah, akibatnya beberapa daerah di Jakarta “tenggelam” oleh air laut yang lebih tinggi dari tanah, selain itu minimnya daerah resapan air juga mempercepat “tenggelamnya” Jakarta.
Sejak 1972 setiap tahunnya terjadi penurunan muka air tanah di Bandung antara 0,05 hingga 7 meter. Pada tahun 2022, muka air tanah di Bandung mencapai 100 meter di bawah muka tanah. Eksploitasi air tanah di Bandung membuat tanah menjadi amblas dan pencemaran air di beberapa wilayah juga relatif tinggi. Dengan penurunan muka air tanah di suatu wilayah, akibatnya kekeringan terjadi terutama di daerah yang menjadi tempat pengambilan air atau tempat sumur bor.
Berbagai cara bisa dilakukan untuk mendapatkan air bersih selain dari sumur bor atau air tanah. Cara yang paling umum seperti mengambil langsung dari mata air pegunungan bisa menjadi salah satu alternatif oleh pengelola air bersih di kota Bandung yaitu PDAM Tirtawening, selain melalui mata air teknik kondensasi yang mengubah udara menjadi air juga bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan air bersih.
Jika tidak segera diatasi permasalahan air bersih di Kota Bandung tidak hanya rugi secara uang, waktu, dan tenaga. Tetapi permasalahan seperti ketinggian tanah yang berubah secara drastis akan menjadi masalah besar di kemudian hari yang bisa menyebabkan kota Bandung “tenggelam”.