Evaluasi Kebijakan Pengurangan Kantong Plastik!
Masyarakat menyadari dan mendukung implementasi peraturan daerah tentang pengurangan kantong plastik. Kampanye di kewilayahan masih rendah.
Penulis Tofan Aditya2 Februari 2023
BandungBergerak.id - Dunia menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global. Salah satu pemicu pemanasan global adalah pembakaran plastik, baik saat diproses maupun ketika plastik itu menjadi sampah. Melalui Global Methane Pledge dan Global Waste Initiative 50, negara-negara di dunia mengakui bahwa strategi nol sampah adalah cara yang paling efektif dan terjangkau untuk menyelamatkan dunia dari limbah plastik.
Pada 26-27 Januari 2023, pegiat lingkungan, komunitas nol sampah, organisasi masyarakat sipil, dan pejabat pemerintah dari berbagai negara berkumpul dalam acara International Zero Waste Cities Conference (IZWCC) 2023. Kegiatan yang dilangsungkan di Seda Hotel, Quezon City, Filipina ini membahas penanganani perubahan iklim dan pengurangi kesenjangan serta menyoroti inisiatif dan kebijakan pengelolaan sampah di masing-masing wilayah.
Salah satu organisasi dari Indonesia yang hadir dalam IZWCC 2023 adalah Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB). Direktur Eksekutif YPBB David Sutasurya mengatakan, anggaran pengelolaan sampah di Indonesia masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah anggaran yang direkomendasikan Bank Dunia. Tak hanya rendah, David menemui ketidakjelasan penganggaran dalam pengelolaan sampah.
“Mengacu data pemasukan di PD (Perusahaan Daerah) Kebersihan Kota Bandung, yang saat ini sudah tidak berjalan, salah satu ironi di aspek pendanaan adalah di mana PD Kebersihan yang seharusnya memberikan pemasukan, suntikan dana terbesarnya justru dari pemerintah,” terang David yang melakukan studi kasus di Kota Bandung.
David menyesalkan penganggaran justru banyak digelontorkan untuk tungku bakar (insinerator) dan sistem kumpul-angkut-buang. Padahal, jika menerapkan sistem reduce dan reuse sejak dari hulu, anggaran yang diinvestasikan oleh pemerintah tentu akan jauh lebih rendah.
“Sistem zero waste memiliki banyak manfaat dan keuntungan secara ekonomi,” lanjut David dalam pemaparannya.
Selain YPBB, Kepala Kelurahan Neglasari Kota Bandung, Indra Bayu ikut hadir pula dalam IZWCC 2023. Berdasarkan pengalamannya, Indra Bayu mengalami kesulitan dalam mengubah kebiasaan di masyarakat. Meski demikian, Indra mengaku sangat terbantu dengan model nol sampah yang telah diterapkan di wilayahnya.
“Persentase sebelum dan sesudah melakukan pengelolaan sampah itu ada di angka 50,9 persen sampai dengan detik ini,” ujar Indra.
IZWCC 2023 juga dihadiri oleh perwakilan dari India, Filipina, Vietnam, Korea Selatan, Amerika Serikat, Eropa, dan Afrika. Umumnya, beberapa wilayah telah menerapkan model nol sampah, mulai dari pemilihan sampah dari sumber, pengelolaan organik, daur ulang material, hingga penerapan kebijakan sampah plastik. Namun, dari pengalaman masing-masing wilayah, sampah kantong plastik menjadi masalah yang paling sulit ditangani.
Baca Juga: Membawa Pulang Kenangan Jiwa Lewat Pameran Motifs di Fakultas Filsafat Unpar
Ketidakadilan Pembagian Waktu pada Lampu Merah di Kota Bandung
Menolak Politik Dinasti, Kota Bandung Membutuhkan Wali Kota Properempuan
Masyarakat Sadar Pentingya Regulasi, tapi Kampanye Pemerintah Daerah Rendah
Menurut Open Data Jabar, Kota Bandung menempati urutan pertama sebagai wilayah dengan produk sampah terbanyak di Jawa Barat. Pada 2021, timbunan sampah di Kota Bandung mencapai 1.529 ton per hari. Dalam data yang diterbitkan oleh Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, dari total sampah tersebut, komposisi sampah plastik di Kota Bandung diestimasikan sebesar 11,6 persen.
Tahun 2019 lalu, Kota Bandung telah berkomitmen mengurangi kantong plastik hingga 100 persen pada tahun 2025. Peraturan Wali Kota (Perwal) Kota Bandung yang membahas pedoman dalam upaya pengurangan penggunaan kantong plastik secara terukur, telah ditetapkan sejak Juli 2019 dan berjalan sejak Januari 2020. Perwal ini merupakan turunan dari Peraturan Daerah tentang pengurangan penggunaan kantong plastik yang ditetapkan pada 2012.
“Dibutuhkan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk melihat efektivitas dan implementasi peraturan tersebut sehingga dapat mencapai target pengurangan plastik sekali pakai,” pungkas Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Tiza Mafira.
Umumnya, masyarakat Kota Bandung telah sadar akan pentingnya Perwal pengurangan kantong plastik. Melalui publikasi dalam Implementasi Peraturan Pembatasan Plastik Sekali Pakai di Beberapa Provinsi dan Kota di Indonesia (2022) yang ditulis oleh Okti Dinasakti Nurul Mentari, Tiza Mafira, dan Rahyang Nusantara, hasil survei menunjukkan bahwa 94,5 persen masyarakat Kota Bandung telah sadar untuk menerapkan pengurangan penggunaan kantong plastik.
Sayangnya, peran aparat kewilayahan seperti Rukun Tetangga dan Rukun Warga, dinilai masih rendah dalam kampanye penggunaan kantong plastik yang ramah lingkungan. Dari 1.128 responden, 29,7 persen responden menilai kerja aparat kewilayahan masuk kategori rendah dan 23,4 persen responden menilai kerja aparat kewilayahan masuk kategori sangat rendah.
“Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus memperbaiki sistem pengelolaan sampah yang ada dan juga mengevaluasi serta mendesain kampanye terkait penerapan peraturan pengurangan kantong plastik yang lebih efektif,” tulis Okti, dkk, dalam laporannya.
Di Kota Bandung, jumlah rata-rata penggunaan kantong plastik sekali pakai masih terbilang tinggi. Di tingkat rumah tangga, setiap orang memproduksi 107,54 lembar sampah per hari. Di tingkat pasar, setiap orang memproduksi 2817,63 lembar sampah per hari. Di tingkat retail, setiap orang memproduksi 7423,05 lembar sampah per hari.
Menurut Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, salah satu rekomendasi untuk memperkuat kedudukan hukum peraturan daerah adalah menetapkan pengenalan termasuk keberjalanan peraturan yang berlaku. Misalnya dengan mencantumkan di peraturan daerah atau peraturan kepala daerah tentang penetapan sanksi bagi pelanggar aturan serta penetapan insentif dan disinsentif bagi pelaku usaha yang mematuhi atau tidak mematuhi peraturan.
“Upaya pengurangan sampah plastik sekali pakai adalah proses kolaboratif antarmasyarakat, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan,” tutup Okti dkk.