• Berita
  • Ketidakadilan Pembagian Waktu pada Lampu Merah di Kota Bandung

Ketidakadilan Pembagian Waktu pada Lampu Merah di Kota Bandung

Selain lampu lalu lintas perempatan Jalan Soekarno Hatta-Jalan Ibrahim Adjie, antrean panjang kerap terjadi di simpang Buah Batu-Soeakarno Hatta.

Polisi melakukan pengaturan lalu lintas di Jalan Soekarno Hatta Bundaran Cibiru, Kota Bandung, Selasa (6/7/2021). (Foto Ilustrasi: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana1 Februari 2023


BandungBergerak.idLampu lalu lintas Kota Bandung sedang dalam sorotan warganet. Lampu lalu lintas di simpang Jalan Soekarno Hatta-Jalan Ibrahim Adjie (Samsat) bahkan dijuluki “lampu merah terlama di Indonesia”, “lampu merah perenggut masa muda”, hingga “lampu merah penguji iman”, dan seterusnya, karena panjangnya antrean.

Sayangnya, bukan di lampu merah Jalan Soekarno Hatta-Jalan Ibrahim Adjie yang terkenal karena antrean kendaraannya yang panjang. Simpang lain yang bisa dibilang sebagai “perenggut masa muda” adalah perempatan Buah Batu-Soekarno Hatta. Disebut merenggut masa muda karena saking kecewanya warganet mengingat durasi antean yang lama.

Lampu lalu lintas di perempatan Buah Batu-Soekarno Hatta pernah dianalisa dalam Jurnal Matematika Vol. 17 No. 2 November 2018 berjudul “Analisis Antrian Lalu Lintas Pada Persimpangan  Buah Batu-Soekarno Hatta Bandung”. Jurnal ditulis oleh Erwin Harahap, Yurika Permanasari, FH Badruzzaman, Emas Marlina, Didi Suhaedi, M Yusuf Fajar (selanjutnya ditulis Erwin dkk.) dari Program Studi Matematika (FMIPA) Universitas Islam Bandung (Unisba).

Menurut Erwin dkk, simpang Buah Batu-Soekarno Hatta setiap harinya menjadi tempat antrean kendaraan yang terjebak lampu merah. Berdasarkan pengamatan, situasi lalu lintas paling padat di lokasi ini terjadi umumnya pada akhir pekan atau libur.

Dalam penelitian ini, ruas jalan di simpang Buah Batu-Soekarno Hatta diberi kode A (Buah Batu ke selatan), C (Buah Batu ke utara), B (Soekarno Hatta ke timur), D (Soekarno Hatta ke barat). Jalur Buah Batu terdiri dari dua lajur, dan Soekarno Hatta memiliki tiga lajur.

“Persimpangan Buah Batu-Soekarno Hatta (BS) dipilih sebagai objek penelitian karena menurut pengamatan penulis, persimpangan BS sangat padat dan sering kali menimbulkan antrian kendaraan yang cukup panjang,” tulis Erwin dkk, diakses Rabu (1/2/2023). 

Erwin dkk menyatakan antrean kendaraan di salah satu ruas simpang Buah Batu-Soekarno Hatta sangat panjang, sementara pada ruas lain antreannya tidak terlalu panjang.

Jalur A memiliki durasi lampu merah 5,22 menit, lampu hijau 3,8 menit; B durasi lampu merahnya 11,6 menit, lampu hijau 1,35 menit; C durasi lampu merah 5,22 menit, lampu hijau 7,85 menit; dan D durasi lampu merah 9,2 menit, lampu hijau 3,87 menit.

Erwin dkk juga menghitung rata-rata keberangkatan kendaraan keluar dari perempatan saat siklus lampu hijau Buah Batu-Soekarno Hatta, yakni jalur A 131 kendaraan, B 213 kendaraan, C 258 kendaraan, D 188 kendaran. Rata-rata jumlah kendaraan di dalam sistem antrean, A 27 kendaraan, B 84 kendaraan, C 102 kendaraan, D 36 kendaraan. 

Hasil analisanya, Erwin dkk menulis rata-rata waktu menunggu bagi kendaraan di dalam sistem antrean yaitu: ruas jalan A adalah 9,15 menit, ruas jalan B adalah 26,64 menit, ruas jalan C adalah

13,18 menit, dan ruas jalan D adalah 13,14 menit. Dalam hal ini, ruas jalan B memiliki rata-rata waktu menunggu yang sangat tinggi.

“Bahwa hasil data paling akhir yaitu rata-rata waktu menunggu didalam sistem adalah tidak adil atau tidak merata,” demikian Erwin dkk menyimpulkan.

Ruas jalan B atau Soekarno Hatta ke timur memiliki rata-rata waktu menunggu 26,64 menit untuk dapat keluar dari persimpangan dan melanjutkan perjalanan. Kontras dengan antrean pada ruas jalan A (Buah Batu ke selatan) memiliki rata-rata waktu menunggu selama 9,15 menit, ruas jalan C (Buah Batu ke utara) 13,18 menit, dan ruas jalan D (Soekarno Hatta ke barat) 13,14 menit.

“Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setting siklus waktu lampu lalu lintas di persimpangan Buah Batu – Soekarno Hatta perlu disesuaikan agar terdapat keadilan waktu menunggu untuk setiap ruas jalan,” katanya.

Baca Juga: KABAR DARI REDAKSI: Podcast Bersama Lingkar Literasi Cicalengka
CERITA ORANG BANDUNG #40: Imas dan Warung Kecilnya, Seorang Diri Menghidupi Keluarga
Peringatan 100 Tahun Observatorium Bosscha, Anggaran untuk Astronomi Seret

Penjelasan Dishub Kota Bandung

Pembahasan lampu merah terlama di Kota Bandung sempat viral di media sosial, khususnya mengenai simpang Jalan Soekarno Hatta-Jalan Ibrahim Adjie. Pemkot Bandung melalui Dinas Perhubungan (Dishub) buka suara, bahwa durasi normal lampu merah di persimpangan tersebut adalah 5 menit. Durasi tersebut disesuaikan dengan volume aktivitas kendaraan di kawasan tersebut.

Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Kota Bandung, Khairur Rijal menjelaskan, Dishub Kota Bandung bisa menerapkan prioritas waktu lebih lama untuk kaki simpang tertentu untuk mengurai kepadatan kendaraan jika dibutuhkan. 

“Waktu yang sudah kita set berdasarkan hasil survei kita berdasarkan volume dan aktivitas kendaraan, normalnya segitu (5 menit). Tetapi apabila terjadi antrean di kaki simpang tertentu, kami bisa berikan prioritas lebih waktu hijaunya agar terurai panjang antreannya,” papar Rijal, dikutip dari siaran pers.

Adapun penerapan waktu prioritas bagi lalu lintas di kaki simpang yang terdapat antrean disesuaikan di pagi hari, siang, sore, atau malam hari.

Sebagai informasi, persimpangan Jalan Soekarno Hatta - Jalan Ibrahim Adjie merupakan titik temu bagi pengendara motor dari arah Bandung Timur dan Bandung Selatan menuju ke Bandung Kota. Sehingga, kepadatan volume kendaraan pun menjadi keniscayaan.

Ia berharap, adanya prioritas waktu lampu hijau pada kaki simpang tertentu bisa dimaklumi pengendara untuk sama-sama menciptakan kelancaran arus lalu lintas di seluruh kaki simpang lampu merah.

Akar Masalah

Akar masalah terjadian antrean di lampu-lampu lalu lintas di Kota Bandung sebenarnya bukan karena lama atau sebentarnya siklus lampu pengatur jalan, melainkan karena terjadinya lonjakan kendaraan.

“Jumlah kendaraan di kota-kota besar di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan kapasitas jalan raya yang mengakibatkan pada padatnya lalu lintas dan terjadi kemacetan di berbagai tempat,” tulis Erwin dkk.

Keberadaan lampu lalu lintas sendiri sebenarnya untuk mengatur lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan. Namun tingginya volume kendaraan membuat lampu lalu lintas ini menjadi titik kemacetan itu sendiri. Ironis.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//