• Nusantara
  • Riset AJI dan PR2Media: 82,6 Persen Jurnalis Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan Seksual

Riset AJI dan PR2Media: 82,6 Persen Jurnalis Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan Seksual

Riset bersama AJI dan PR2Media menguatkan gambaran rentannya perempuan menghadapi kekerasan seksual dalam dunia kerja.

Jurnalis sedang melakukan tugas wawancara seorang narasumber, masih di tengah pandemi Covid-19. Dibandingkan laki-laki, jurnalis perempuan lebih rentan mengalami gangguan kesehatan mental. (Foto: dokumentasi pribadi Syarifah Vidaa Fatimah)

Penulis Ahmad Fikri14 Februari 2023


BandungBergerak.id – Siaran pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada Selasa (14/2/2023) melansir hasil riset bersama organisasi profesi jurnalis tersebut dengan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) yang mendapati 82,6 persen jurnalis perempuan yang menjadi responden riset mengaku pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang karier mereka sebagai jurnalis. Riset dengan dukungan International Media Support (IMS) tersebut dilakukan dengan mensurvei 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi pada rentang waktu September-Oktober 2022.

Riset yang diterbitkan dalam laporan berjudul Kekerasan Kekerasan Seksual terhadap Jurnalis Perempuan Indonesia tersebut bertujuan mengali pengalaman jurnalis perempuan pada beragam jenis kekerasan seksual dalam ranah daring maupun luring, baik di kantor maupun di luar kantor selama melakukan kerja jurnalistik. Hasilnya sebagian besar responden, yakni 704 orang atau setara 82,6 persennya mengaku menerima kekerasan seksual dalam berbagai bentuk. Hanya 148 responden, atau setara 17,4 persennya yang mengaku tidak pernah mengalami kekerasan seksual apa pun selama bekerja menjadi jurnalis.

Dari seluruh responden yang mengalami kekerasan seksual tersebut 37 persennya mengaku mengalaminya di ranah daring sekaligus luring. Selebihnya ada 26,8 persen responden mengaku mendapatkan kekerasan seksual di ranah daring, dan 18,2 persen mengalaminya dalam ranah luring.

Baca Juga: Peringatan Setahun Wadas Melawan: Putusan PTUN Jakarta Menyatakan Penambangan di Desa Wadas Ilegal
Empat Petani Gurem dari Garut Divonis Bersalah 10 Bulan Penjara karena Menggarap Lahan Telantar Milik PTPN VIII
Pengguna Narkoba Berhak Mengakses Layanan Rehabilitasi

Riset tersebut mendata 10 jenis kekerasan seksual yang paling banyak dialami jurnalis perempuan yang menjadi responden riset. Di urutan paling tinggi adalah body shaming yang dilakukan secara luring yakni 58,9 persen. Berikut rinciannya.

  1. Body shaming secara luring (58,9 persen);
  2. Catcalling secara luring (51,4 persen);
  3. Body shaming secara daring (48,6 persen);
  4. Menerima pesan teks maupun audio visual yang bersifat seksual dan eksplisit secara daring (37,2 persen);
  5. Sentuhan fisik bersifat seksual yang tidak diinginkan secara luring (36,3 persen);
  6. Komentar kasar atau menghina bersifat seksual secara luring (36 persen);
  7. Komentar kasar atau menghina bersifat seksual secara daring (35,1 persen);
  8. Diperlihatkan pesan teks maupun audio visual yang bersifat seksual dan eksplisit secara luring (27,2 persen);
  9. Dipaksa menyentuh atau melayani keinginan seksual pelaku secara luring (4,8 persen);
  10. Dipaksa melakukan hubungan seksual secara luring (2,6 persen).

AJI Indonesia dalam siaran persnya berharap agar hasil riset tersebut mendorong perusahaan pers agar membuat aturan untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di internal perusahaan masing-masing. Adapun aturan tersebut bisa berupa SOP, peraturan perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

“Aturan yang jelas di dunia kerja tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual setidaknya dapat memberikan jaminan kepada korban untuk melaporkan kasusnya. Sebab, aturan ini bisa memberikan kepastian bahwa kasusnya akan ditangani oleh perusahaan pers atau organisasi tempat korban bernaung,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito, dikutip dari siaran pers AJI Indonesia, Selasa, 14 Februari 2023.

Laporan riset tersebut telah disampaikan pada Dewan Pers pada Rabu (11/1/2023). Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, akan menindaklanjuti riset tersebut dengan mendorong perusahaan pers membuat SOP penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual di internalnya masing-masing.  

“Data kekerasan seksual yang dialami perempuan jurnalis yang disajikan dalam riset, semakin menguatkan urgensi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, tak terkecuali di lingkungan pers,” kata Ninik Rahayu, dikutip dari rilis AJI Indonesia pada Rabu (14/2/2023).

Ada pun laporan riset terebut bisa di unduh pada tautan ini.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//