• Bergerak
  • Kisah Dua Toko Penunjang Gaya Hidup Nol Sampah

Kisah Dua Toko Penunjang Gaya Hidup Nol Sampah

Kehadiran toko isi ulang penting untuk menyokong gaya hidup nol sampah yang diterapkan warga secara mandiri. Di Bandung, ada Toko Organis YPBB dan Toko Nol Sampah.

Etalase bumbu-bumbu yang dijual dengan pola isi ulang di Toko Nol Sampah, Jalan Bima Nomor 40, Kota Bandung, Kamis (26/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul15 Februari 2023


BandungBergerak.id - Fika (30) berteriak girang ketika melihat dan menyadari sbahwa Nurul, seorang staf Toko Organis YPBB adalah temannya. Mereka bersalaman dan berpelukan, sambil bertanya kabar.

Baru tahun lalu Fika mulai tertarik dan sadar dengan gaya hidup nol sampah (zero waste). Dia tergerak oleh konten-konten Instagram yang dibuat oleh para pegiat lingkungan dan gerakan-gerakan nol sampah. Di beberapa kesempatan, dia juga melihat langsung bagaimana gerakan nol sampah dilaksanakan di Bandung pada akhir pekan. Fika memulai dengan mempraktikkan pemilahan sampah di rumah, lalu mengirimkannya ke bank sampah.

"Dari bank sampah, belajar-belajar lagi, liat-liat di IG (Instagram). Ternyata walaupun plastik itu bisa didaur ulang atau ada bank sampah, tapi lebih baik kita gak pakai yang ada kemasannya. Akhirnya gali lagi, cari info dan ternyata ada yang bisa isi ulang. Terus nyari ke Google, dan ketemu ini (Toko Organis), daripada botolnya terus dikumpulin dan numpuk di bank sampah," ungkap Fika ketika ditemui BandungBergerak.id sedang membeli kebutuhan rumah dengan metode isi ulang (refill) di Toko Organis YPBB, Sabtu (4/2/2023) siang.

Dijelaskan Fika, praktik pemilahan sampah di rumahnya kurang maksimal karena beberapa anggota keluarganya terbiasa tidak memilah sampah. Itulah kenapa sejak dua bulan terakhir dia mencoba menerapkan sistem isi ulang untuk kebutuhan di rumah.

"Kalau dari saya sudah konsisten, ke orang lain bisalah menyebar," katanya.

Fika menyebut, apa yang bisa dia lakukan masih sangat terbatas dampaknya bagi lingkungan. Belum seperti para pegiat lingkungan yang sering dilihat di Instagram. Mereka sudah melakukan banyak kerja besar, mulai dari mendaur ulang hingga mengkreasikan produk baru dengan bahan sampah.

“Kalau saya kan gak bisa kayak gitu, gak bisa mendaur ulang. Minimal saya jangan menghasilkan sampah. Semoga bisa menjaga bumi, bisa berhenti untuk menghasilkan sampah,” ucapnya.

Toko Organis YPBB adalah satu dari beberapa toko isi ulang atau toko yang menjual kebutuhan sehari-hari dalam bentuk curah di Kota Bandung. Toko yang beralamat di Jalan Delima Nomor 85B Cikutra ini merupakan bagian dari Perkumpulan Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB). Ada juga Toko Nol Sampah di Jalan Bima Nomor 40, Cicendo, yang didirikan dan dikelola oleh Siska Nirmala.

Keberadaan toko isi ulang memiliki peran krusial dalam menyokong gaya hidup nol sampah. Dalam prinsip pengelolaan sampah 3R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), dan recycle (daur ulang), mengurangi sampah adalah langkah pertama.

Nurul, staf Toko Organis YPBB, menuangkan sabun cair ke dalam botol milik konsumen, di Jalan Delima, Cikutra, Kota Bandung, Sabtu (4/2/2023).(Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Nurul, staf Toko Organis YPBB, menuangkan sabun cair ke dalam botol milik konsumen, di Jalan Delima, Cikutra, Kota Bandung, Sabtu (4/2/2023).(Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Lokal Bandung 

Toko Organis YPBB didirkan pada tahun 2014. Pemicunya adalah keprihatinan atas volume sampah di Bandung yang kunjung berkurang. Toko Organis dijadikan sebagai sistem pendukung kampanye. Selain itu, toko ini juga berperan sebagai sarana edukasi dalam pengembangan pola hidup nol sampah. Di toko ini, konsumen bisa mendapatkan informasi dan belajar langsung tentang gaya hidup zero waste.

Toko Organis YPBB menjual banyak kebutuhan sehari-hari, seperti toiletries yang terdiri dari sampo, sabun mandi cair, sabun mandi organik, detergen bubuk dan cair, hand sanitizer, serta cairan pembersih lantai dan kaca. Produk lainnya adalah alat penunjang gaya hidup organis, seperti menstrual pad, popok kain bayi, wet bag, reuesable tissue, sendok, sikat gigi, wadah makan bento, tumbler, dan gambas pengganti spons.

Beberapa jenis makanan juga dijual, seperti kecap, saus, sambal, gula, garam, coklat bubuk, kopi, teh, dan madu. Kopi dan madu dihasilkan dari kebun milik YPBB.

“Kita rata-rata stoknya semua lokal Bandung. Sebisa mungkin lokal Bandung buat mengurangi jejak karbon. Kita pokoknya harus dapatin yang A1, yang produksinya langsung. Jadi kan kita mau bawa wadahya langsung gak masalah dan dekat. Jadi itu salah satunya untuk mengurangi jejak karbon,” ungkap Nurul, staf Toko Organis YPBB.

Toko Organis YPBB juga menjual isi ulang merk-merk konvensional yang sering ditemukan di pasaran. Salah satu tujuannya adalah mengurangi produksi sampah saset. Ada juga beberapa produk yang disediakan dengan bekerja sama dengan pemasok (supplier) lokal dalam bentuk jerigen. 

Tidak ada batasan jumlah pembelian di Toko Organis YPBB. Sedikit atau banyak, kebutuhan konsumen dipenuhi. 

Nurul menyebutkan, mayoritas konsumen di Toko Organis adalah ibu-ibu muda dan mahasiswa. Latar belakang mereka beragam. Ada yang baru memulai menerapkan gaya hidup nol sampah, ada yang sekedar penasaran, dan ada juga yang sudah berlangganan rutin belanja kebutuhan rumah per dua bulan atau sebulan sekali.

Para konsumen inilah yang sering menagih kehadiran produk-produk baru di Toko Organis. Salah satunya produk organik. Namun, tentu saja YPBB tidak akan serampangan menambah produk baru. Akan ada riset yang mendahuluinya.

“Ada beberapa produk yang dulunya tersedia namun akhirnya kami tiadakan dengan alasan produk tersebut dikemas satuan dengan plastik sekali pakai. Contohnya kamper kayu. Produk ini lumayan banyak dicari oleh konsumen kami dan sangat ramah lingkungan karena kamper terbuat dari kayu dan bisa langsung dikompos. Namun dengan alasan tadi maka kami meniadakan produk ini,” demikian tertulis di halaman FAQ Toko Organis YPBB.

Suasana Toko Nol Sampah yang menjual bumbu-bumbu dapur secara isi ulang dan alat-alat pendukung gaya hidup nol sampah, Kamis (26/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Suasana Toko Nol Sampah yang menjual bumbu-bumbu dapur secara isi ulang dan alat-alat pendukung gaya hidup nol sampah, Kamis (26/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Terus Tumbuh

Toko Nol Sampah didirikan oleh Siska Nirmala pada tahun 2020, meski niat awalnya sudah muncul sejak empat tahun sebelumnya. Ruang tamu disulapnya sebagai tempat berjualan. Waktu itu hanya ada satu rak. Bekas rak buku yang dimiliki Siska yang sampai sekarang masih dipertahankan. 

Etalase Toko Nol Sampah penuh dengan bumbu-bumbu makanan, seperti kaldu jamur, jahe bubuk, merica, garam, dan kebutuhan bumbu lainnya dalam bentuk isi ulang. Makanan seperti coklat bubuk, pasta, mie, teh, dan camilan (snack) juga ada.

Siska mengatakan produk-produk yang dijual di Toko Nol Sampah diusahakan dari supplier lokal Bandung atau usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) yang mendukung keberlanjutan dan mendukung konsep nol sampah. Konsumen yang datang kebanyakan dari lingkar kenalan komunitas.

“Yang aku senang itu lama-kelamaan datang sendiri yang dari dekat sini, tetangga. Tapi memang secara usia itu yang muda, milenial-lah, usia 18 sampai 35 (tahun) gitu,” ungkap Siska ketika ditemui BandungBergerak.id di tokonya, Kamis (26/1/2023).

Saat awal membuka toko, Siska tidak menargetkan tetangga sebagai konsumen utama. Warga lingkungan rumahnya sebagian besar berusia 45 tahun ke atas. Beberapa tetangga bahkan ada yang heran dengan toko yang dia buka. Kepada para tetangga, Siska menggunakan istilah warung curah. Istilah zero waste sepertinya akan membingungkan kalangan awam dan generasi yang sudah berumur.

Di bulan-bulan pertamanya, Toko Nol Sampah tidak menjual banyak produk. Siska khawatir apa yang dia jual bukanlah kebutuhan konsumen. Baru ketika semakin banyak konsumen datang, dia meriset dan mencari tahu apa lagi kebutuhan bumbu dapur yang dibutuhkan oleh konsumen. Bawang butih bubuk, misalnya, mulai dijual setelah banyak permintaan datang dari pelanggan toko. 

Jumlah pelanggan Toko Nol Sampah terus tumbuh. Saat ini ada sekitar 100 orang yang secara rutin berbelanja.

"Emang sedikit ya kalau dibanding dengan minimarket, tapi buat aku, 100 orang aja udah cukup. Kayak maintain mereka butuh apa lagi nih. Artinya ketika mereka balik lagi, mereka merasa kebutuhannya terpenuhi kan atau masalah mereka terpecahkan,” tutur Siska.

Di Toko Nol Sampah, penggunaan plastik berhenti di toko. Artinya, masih ada beberapa produk yang dibeli dalam jumlah besar dari supplier dalam kemasan plastik. Namun sampah tersebut berhenti di toko karena konsumen datang membawa wadah sendiri. Bagi mereka yang tidak membawa wadah, disediakan wadah hasil donasi dari konsumen-konsumen toko. 

"Jadi, konsumen tidak lagi mengurusi sampah plastik,” ucap Siska.

Sepanjang tahun 2022, total sampah plastik kemasan produk jenis PE dan PP ukuran dua sampai lima kilogram di Toko Nol Sampah seberat 929 gram. Sampah plastik ini kemudian dibawa ke Bank Sampah Parongpong untuk didaur ulang atau diolah menjadi produk baru. Sampah yang dihasilkan tidak ada yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Toko Nol Sampah saat ini sedang mengembangkan lini bisnisnya, yakni layanan pesanan kue untuk acara-acara. Tentu saja tanpa menghasilkan sampah. Wadah kue terbuat dari daun pisang. Toko Nol Sampah juga akan menyediakan gelas dan termos untuk kopi atau teh. Untuk air putih, disediakan dispenser dan peserta didorong untuk membawa tumbler masing-masing.

Baca Juga: Data Volume Sampah Plastik Harian di Kota Bandung 2008-2021: Plastik Masih Jadi Kontributor Utama Masalah Sampah
Bandung Kota Rawan Bencana (3): Kang Pisman vs Bom Waktu Sampah
Memperingati Bulan Nol Sampah Internasional, Melawan Jargon Salah Kaprah 'Waste to Energy'

Sebuah Kampanye

Siska Nirmala, bekas jurnalis yang hobi naik gunung, terilhami untuk menerapkan gaya hidup nol sampah ketika mendaki gunung Rinjani pada 2010 lalu. Dia prihatin melihat begitu banyak sampah di gunung. Siska teringat dengan pelatihan zero waste yang diselenggarakan oleh Perkumpulan YPBB setahun sebelumnya.

Dalam pendakian-pendakian gunung setelahnya, Siska menerapkan konsep nol sampah. Praktik itulah yang kemudian diterbitkan ke dalam buku berjudul "Zero Waste Adventure”. Inilah cara Siska mengkampanyekan kegiatan alam bebas nol sampah.

Toko Nol Sampah adalah wujud kampanye Siska untuk menyasar pasar yang lebih luas. Dia berani melakukannya setelah berdamai dengan dirinya dan sepenuhnya melakukan gaya hidup nol sampah.

“Toko ini sebetulnya aku bikin untuk jadi supporting system teman-teman yang lagi memulai nerapin atau udah nerapin, supaya gak ngerasa sendiri. Ya tadi, membangun budaya dan sistem utamanya,” kata Siska.

Siska mengaku tidak menghitung sebesar apa dampak dari tokonya. Mengetahui bahwa sampah toko yang dihasilkan sedikit dan pembeli tidak menghasilkan sampah, cukup baginya. 

Ribet di Awal

Tami (32) berbelanja ke Toko Organis YPBB ditemani anaknya, Sabtu (4/2/2023). Dia membawa tas belanja yang berisi botol dan wadah-wadah yang hendak diisi ulang. Pertama kali datang ke toko ini pada 2019 lalu, Tami kini menjadi salah satu konsumen tetap.

Tami tergerak menerapkan gaya hidup nol sampah setelah menonton film dokumenter yang menunjukkan sampah-sampah yang berakhir di lautan. Dia merasa bersalah dan khawatir turut menyumbang sampah-sampah itu. Tami kemudian belajar memilah sampah dan mencari tahu bank sampah yang ada di Kota Bandung.

"Masih memilah sampah aja dulu awalnya. Terus lama-lama mengurangi (sampah), misal ke pasar udah bawa wadah sendiri. Sampah rumah tangga aku udah berkurang sekitar 75 persen,” ujar Tami. 

Saat awal penerapan gaya hidup nol sampah, Tami merasa ribet. Namun, seiring berjalannya waktu dia menjadi terbiasa untuk membuang sampah sesuai jenisnya. Pemanfaatan 

Selama menerapkan gaya hidup ini sejak 2018, Tami merasa lebih sadar diri dan bertanggung jawab terhadap barang-barang yang akan dia beli dan potensi sampah yang akan dihasilkan. Beberapa temannya terpengaruh, meski belum menerapkannya secara konsisten. Mereka melihat pengalama Tami melalui story Instagram-nya ketika pergi ke bank sampah.

"Banyak yang nanya-nanya. Misal lu kalau ke bank sampah, milahnya apa aja. Terus kalau ke sini, harganya berapa, sabunnya apa aja. Jadi banyak yang pengin tau,” tutur Tami.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//