• Kampus
  • Pembangunan Sistem Sanitasi Berbasis Gender

Pembangunan Sistem Sanitasi Berbasis Gender

Kelompok marginal, yakni perempuan, anak remaja putri, dan penyandang disabilitas sebenarnya ingin dilibatkan dalam pembangunan sanitasi.

Webinar bertajuk Gender Equity, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) in Water Sanitation and Hygiene (WASH), Jumat (3/2/2023). (Sumber: ITB)

Penulis Iman Herdiana16 Maret 2023


BandungBergerak.idSanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia. Idealnya, pembangunan sanitasi harus direncanakan matang dan sanggup melayani semua kalangan (inklusif). Inklusif artinya sistem sanitasi tersebut sanggup memfasilitasi kelompok-kelompok marginal, seperti penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik maupun mental.

Kebutuhan sanitasi yang inklusif didapat dari penelitian yang dilakukan Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) ITB. dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Anindrya Nastiti mengatakan, penelitian bersama timnya dilakukan di Lombok Tengah, NTB, dan Manggarai Barat, NTT.

Kedua provinsi tersebut dipilih karena telah melakukan praktik Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan GEDSI yang cukup baik, seperti sanitarian perempuan, toilet inklusif di sekolah, dll. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk melihat bagaimana norma dan praktik sosial budaya berbasis gender seputar sanitasi bisa diterjemahkan menjadi akses dan tingkat partisipasi yang optimal bagi kelompok marginal dalam program sanitasi.

Data penelitian diambil melalui wawancara kepada 252 kepala keluarga (126 di antaranya berupa rumah tangga yang memiliki anggota penyandang disabilitas), wawancara mendalam kepada 30 pemangku kepentingan, serta Focus Group Discussion (FGD) yang berfokus pada kelompok marginal, yakni perempuan, anak remaja putri, dan penyandang disabilitas.

“Dari beberapa hasil yang kami dapatkan di lapangan, ada satu hal yang cukup menyentuh hati dari perspektif kelompok marginal, bahwa sebenarnya mereka punya keinginan yang sangat kuat untuk mengatakan sesuatu untuk berpartisipasi dan turut berkontribusi di bidang perancangan sanitasi tetapi kadang-kadang ada blockage dari internal diri mereka sendiri," ujar Anindrya Nastiti, dikutip dari laman ITB, Kamis (16/3/2023).

Baca Juga: Mengenal Program Studi Administrasi Bisnis dan Leisure Management Telkom University
Unpar Membuka Pendaftaran Program Profesi Insinyur Jalur RPL
Seni Rupa Tiga Dimensi untuk Menyuarakan Peduli Lingkungan

Nastiti membedah hasil penelitiannya pada webinar bertajuk “Gender Equity, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) in Water Sanitation and Hygiene (WASH)”, Jumat (3/2/2023). Dosen yang akrab dipanggil Asti ini membawakan materi berjudul “Sanitasi yang berkelanjutan untuk Kelompok Marginal di Indonesia Timur”.

Asti menjelaskan, maksud blockage yang ia maksud adalah mereka merasa malu sehingga pada saat rapat bersama pemerintah mereka kerap merasa tidak cukup kuat untuk menyuarakan pendapatnya.

“Dan akhirnya tidak jadi bersuara. Ini yang tercermin dari beberapa hal yang dicoba digali di lapangan. Persepsi ini tidak ditimbulkan secara internal saja tetapi terdapat sistem yang memperkuat persepsi seperti ini di kelompok marginal. Itu yang harus di-address dalam penelitian di bidang sanitasi berikutnya,” tutur Asti.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//