• Cerita
  • Mendekatkan Film dan Mengaktivasi Ruang Publik lewat Sinema Kuriling

Mendekatkan Film dan Mengaktivasi Ruang Publik lewat Sinema Kuriling

Workshop Smartphone Cinema yang digelar Sinema Kuriling ingin mendekatkan film agar mampu dinikmati semua kalangan. Sekaligus menghidupkan ruang publik.

Peserta kegiatan Workshop Smartphone Cinema sedang memperhatikan pemaparan Directing dari Roufy Nasution pada Minggu (13/3/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya16 Maret 2023


BandungBergerak.id – Saat pelajar lain menghabiskan waktu libur dengan mengurung diri dan seharian bermain ponsel pintar, Erina memilih menghadiri lokakarya pembuatan film. Lokasi lokakarya tersebut ada di kawasan Braga, kurang lebih 15 kilometer dari kediaman Erina. Pada pukul 07.00 WIB, Erina pergi ke lokasi kegiatan menggunakan angkutan kota.

Informasi terkait pelatihan ini Erina dapatkan dari guru di sekolahnya. Bukan yang pertama, pelajar kelas tiga di salah satu sekolah kejuruan ini sempat pula menghadiri kegiatan serupa di lingkungan sekitar rumahnya. Namun, Wokhshop Smartphone Cinema pada Minggu (13/3/2023) ini membawa kesan baru bagi Erina.

“Karena di sini kan kayak kita belajar sehari jadi, gitu gening. Terus bikin videonya, langsung praktek. Soalnya kebanyakan output gak kayak gitu,” tutur Erina ketika ditemui saat jam istirahat.

Erina tidak sendiri, total peserta yang hadir dalam kegiatan Bandung Film Commission dan Braga Heritage ini berjumlah 32 orang. Di awal kegiatan, peserta diperkenankan untuk menyaksikan beberapa film pendek pernah diputar di beberapa festival film, baik di tingkat nasional ataupun internasional.

Selepas menyaksikan film, barulah para peserta diajak masuk memahami materi. Total ada lima materi yang disampaikan: Storytelling oleh Abdalah Gifar, Directing oleh Roufy Nasution, Sinematografi oleh Gumilar Pratama, Produksi oleh Gilang B. Santoso, dan Video Editing oleh Majiera Manuhara.

“Di sini kan diajarin editing, nah aku teh belum bisa editing, belum mahir. Jadi pengen belajar editing,” terang Erina ketika ditanyai perihal materi yang paling ingin ia dipelajari selama lokakarya, “Sama pengambilan gambar juga.”

Selepas mendapatkan materi, peserta dibagi ke dalam 5 kelompok. Dengan didampingi oleh mentor, setiap kelompok membuat film berdurasi maksimal 3 menit dengan satu benang merah: kawasan sekitar Braga. Nantinya, film-film yang telah dibuat ini akan ditampilkan dalam Pemutaran Film di Gang Apandi pada Sabtu (18/3/2023).

Peserta yang hadir dalam kegiatan Workshop Smartphone Cinema pada Minggu (13/3/2023) sedang berdiskusi untuk pembagian kelompok pembagian gambar. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Peserta yang hadir dalam kegiatan Workshop Smartphone Cinema pada Minggu (13/3/2023) sedang berdiskusi untuk pembagian kelompok pembagian gambar. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Membakar Semangat Clara Zetkin di Bandung #2: Api Kartini Menyuarakan Perlawanan Perempuan
Ngadu Buku Bandung, Ruang Temu Pegiat Literasi di Bandung
Menggugat Ruang Ramah Disabilitas di Kota Bandung
Menyusuri Lorong Waktu Perjalanan Gedung Merdeka dan Diplomasi KAA 1955

Mendekatkan Film pada Masyarakat Umum

Wokhshop Smartphone Cinema adalah satu dari sekian rangkaian kegiatan dalam Sinema Kuriling (Simkuring). Dengan menyasar anak-anak muda yang masih pemula dalam memproduksi film, harapannya, Simkuring dapat mendekatkan film agar mampu dinikmati oleh semua kalangan.

“Masyarakat berhak mendapat literasi film. Da bukan hanya ekslusif untuk orang yang sekolah film atau seni doang. Enggak. Masyarakat oge wajib,” ucap Deden M. Sahid, Ketua Pelaksana Simkuring, pada BandungBergerak.id.

Deden dan kawan-kawannya sadar, tidak semua orang memiliki perangkat mumpuni untuk membuat sebuah film. Oleh karenanya, laki-laki yang akrab disapa Sir Denzki ini memilih ponsel pintar sebagai medium dalam penciptaan film, mulai dari pengambilan gambar hingga editing.

Bandung Film Commission mencoba menyikapi kondisi di mana hampir seluruh lapisan masyarakat memiliki ponsel pintar. Sayangnya, bagi Sir Denzki dan kawan-kawan, penggunaan ponsel pintar belumlah efektif dan efisien.

“Jadi akan memaksimalkan, optimalisasi, penggunaan hape. Bukan hanya buat scrolling-scrolling atau maen medsos doang,” ujar pembuat film “Semua Karena” yang pernah lolos dalam seleksi Festival Film Hamburg.

Sebagai pembuka, Braga dipilih sebagai lokasi yang mewakili Bandung Raya. Nantinya, selepas Ramadan, Bandung Film Commission juga akan menghampiri wilayah-wilayah lain di Jawa Barat. Antara lain Cirebon (mewakili Ciayumajakuning), Garut (mewakili Priangan Timur), dan Kota Bogor (mewakili Bogor Raya).

Nantinya, selepas lokakarya dan pemutaran film di masing-masing daerah tersebut, film-film yang telah diproduksi akan diikutsertakan dalam 5th Bandung Independent Film Festival 2023 di Bandung Creative Hub pada bulan Oktober nanti.

Abdalah Gifar sedang menyampaikan materi tentang Storytelling pada Workshop Smartphone Cinema pada Minggu (13/3/2023) di GASBLOCK. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Abdalah Gifar sedang menyampaikan materi tentang Storytelling pada Workshop Smartphone Cinema pada Minggu (13/3/2023) di GASBLOCK. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Sarana Aktivasi Ruang Publik

Selain untuk mendekatkan film ke masyarakat umum, Simkuring juga memiliki tujuan lain, yakni mengaktivasi gang agar dapat menjadi ruang publik. Ketika dihubungi melalui saluran telepon, Farida yang merupakan Ketua dari Braga Heritage mengatakan bahwa sangat jarang gang-gang di sekitar area Braga mendapatkan perhatian dari pihak luar.

Selaku warga lokal, sampai saat ini, Farida belum pernah mendengar ada kegiatan yang melibatkan pihak luar di kawasan permukiman Braga, khususnya di Gang Apandi. Bukan tidak mau, Farida sering mendengar keinginan kawasan permukiman Braga dapat ramai dikunjungi oleh pihak luar.

“Pengunjung kan tidak datang sendiri yah, begitu. Harus ada daya tarik, gitu. Oh, berarti kita harus punya kegiatan atau aktivasi di gang tersebut. Cobalah di-insert dengan nonton film di gang itu,” Ucap Farida.

Meski berlokasi di tengah kota, keberadaan gang-gang di kawasan Braga masih belum banyak diketahui publik. Hal tersebut berdampak pada sirkulasi ekonomi warga lokal yang tidak banyak berubah dalam beberapa waktu terakhir.

Braga Heritage, sejak kelahirannya pada akhir tahun 2021, berupaya menjadi penghubung antara warga lokal dengan pihak luar. Braga Heritage tidak ingin warga Braga hanya menjadi objek yang tidak pernah dilibatkan selama proses kegiatan. Farida bersama kawan-kawan Braga Heritage menginginkan warga Braga dapat menjadi subjek, menjadi pelaku, dalam kegiatan-kegiatan yang akan hadir di gang Braga ke depannya.

“Nah warga itu menjadi pelaku sendiri, kayak misalnya, lebih ke pengadaan logistiknya, misal. Kayak gitu. Mempersiapkan tempatnya akan seperti apa sebagai host. Soalnya mereka juga bilang, saya gak mau asal-asalan, kita juga malu kalau gangnya jelek,” ucap Farida ketika ditanyai peran warga Braga dalam program Simkuring.

Selain screening film, acara di Gang Apandi pada sabtu nanti juga akan diisi oleh live performance, talkshow, dan juga markets. Farida berharap kegiatan ini dapat menjadi langkah awal untuk memperkenalkan kawasan gang Braga ke publik luas.

“Harapannya, Simkuring ini kayak ajang pembelajaran untuk warga ketika mereka akan melakukan nonton film di gang dengan versi warga sendiri,” pungkas Farida.

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//