• Kolom
  • NGABUBURIT MENYIGI BUMI #2: Harmoni Hidup di Atas Endapan Danau Bandung Purba

NGABUBURIT MENYIGI BUMI #2: Harmoni Hidup di Atas Endapan Danau Bandung Purba

Kawasan Bandung Raya berada di bagian datar Cekungan Bandung di atas bekas endapan Danau Bandung Purba. Rawan polutan udara, krisis air tanah, serta gempa bumi.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Semula dasar Cekungan Bandung tidak rata, ada lembah dan puncak bukit. Cekungan Bandung berada di atas endapan sisa Danau Bandung Purba. (Foto Peta dan desain: T. Bachtiar)

24 Maret 2023


BandungBergerak.id – Kawasan Bandung Raya dikelilingi gunung-gunung, baik dari utara, selatan, barat, dan dari timur, sehingga rona buminya berbentuk cekung. Itulah yang menyebabkan kawasan ini disebut Cekungan Bandung. Secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan sedikit Kabupaten Sumedang.

Bila ditarik garis lurus utara-selatan, dari puncak Gunung Tangkubanparahu di sebelah utara sampai ke puncak Gunung Malabar di selatan, bentuk penampangnya akan menyerupai baskom. Dasar baskom yang datar itulah seperti dasar cekungan Bandung. Semua air meteorik yang tumpah di kawasan itu akan mengalir ke dasar Cekungan Bandung, ke titik terendahnya di sepanjang Ci Tarum.

Paling mudah, pergilah ke ketinggian tempat yang terbuka ke arah dasar Cekungan Bandung, dari sisi mana pun. Dari tempat itu akan terlihat dengan nyata, permukaan dasar Cekungan Bandung itu datar. Pinggirannya dikelilingi lereng-lereng gunung, seperti dinding baskom itu.

Itulah sebabnya dasar cekungan akan sangat terpengaruh oleh keadaan lingkungan di sekelilingnya. Pergerakan angin pada siang hari, misalnya, akan membawa kesegaran dan polutan yang terdapat di udara Cekungan Bandung melewati lereng-lereng menuju ke puncak-puncak gunung. Begitu pun pada malam hari, ketika warga di dasar Cekungan Bandung terlelap tidur, udara dari gunung-gunung akan turun menyegarkan kota, sekaligus membawa polutan dari warga kota yang pesiar di lereng dan puncak-puncak gunung.

Begitu pun air tanah yang ditangkap hutan di gunung dan lereng gunung, akan diresapkan ke dalam tanah melalui akar-akar pepohonan. Namun, bila pepohonan itu ditebangi dan berganti bangunan, maka air meteorik tidak dapat mengisi lagi air tanah yang ke luar di mata air dan yang disedot untuk memenuhi kebutuhan warga kota. Akibatnya, bila musim penghujan, air akan melimpas di permukaan sambil menggerus tanah pucuk yang subur, hanyut ke anak-anak sungai, mengendap di dasar sungai dan di dasar lembah. Volumenya menjadi berkurang, sehingga bila hujan turun akan meluber ke mana-mana. Akibatnya, karena pengisian air tanah terputus, maka pada musim kemarau, warga kota mengalami krisis air bersih.

Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #1: Memindahkan Jalan Raya agar tidak Memotong Landasan Pacu Lanud Margahayu
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (64-Habis): Bernyanyi Sambil Menggoyang-goyangkan Badan

Cekungan Bandung

Permukaan dasar Cekungan Bandung yang datar itu ketinggiannya berkisar antara 665 m dpl – 725 m dpl. Kini kawasan itu sudah terbangun, bahkan sudah mencapai lereng-lereng gunung yang seharusnya menjadi hutan tutupan. Warga Cekungan Bandung hidup bermasyarakat di kawasan yang datar tadi, yang sesungguhnya itu berada di atas bekas endapan Danau Bandung Purba. 

Ci Tarum itu airnya berasal dari anak-anak sungai di lereng-lereng gunung yang mengelilingi Cekungan Bandung. Aliran Ci Tarum akhirnya mengarah mengarah ke utara Padalarang, lalu berbelok ke arah barat laut, menukik ke arah barat, masuk ke lembah yang sekarang dinamai Ci Meta.

Pada letusan Gunung Sunda yang terjadi ±105.000 tahun yang lalu, aliran Ci Tarum di utara Padalarang terbendung oleh material letusan Gunung Sunda. Ada bagian dari aliran Ci Tarum purba di utara Padalarang yang terbendung material letusan, lalu air sungai tergenang membentuk danau raksasa, yang kemudian dinamai Danau Bandung Purba. Pada saat puncak, air danau mencapai paras tertinggi, yaitu +725 m dpl. 

Selama 90.000 tahunan, yang terjadi antara 105.000 tahun yang lalu sampai 16.000 tahun yang lalu ketika Danau Bandung purba bobol, Danau Bandung purba menggenang. Sungai-sungai yang masuk ke danau membawa material yang kemudian diendapkan di dasarnya. Begitu pun letusan-letusan gunungapi seperti letusan Gunung Tangkubanparahu. Letusan gunung ini mempunyai andil mempertebal endapan danau, bahkan membentuk kipas endapan di utara danau, yang saat ini menjadi wilayah Kota Bandung.

Pengendapan lumpur di dasar danau telah memenuhi lembah-lembah, bahkan melebihi puncak-puncak bukit. Endapan danau yang paling tebal berada di tengah-tengah danau, di bagian terdalam dari danau, ketebalan endapannya ada yang mencapai lebih dari 100 meter. Karena paras air danau itu rata, maka proses pengendapan di dalam air yang tergenang selama 90.000 tahun, maka endapnya akan rata atau datar. Inilah yang menyebabkan permukaan dasar Cekungan Bandung menjadi datar.

Selain udara dan krisis air tanah, juga karena tinggal di atas bekas endapan danau, maka air tanah dangkal tidak jernih, bahkan banyak mengandung zat besi yang cokelat kemerahan dengan aroma lumpur.

Hal lain yang harus diwaspadai warga di Cekungan Bandung adalah gempa bumi. Semakin tebal endapan danau yang masih jenuh air, maka akan terjadi pembesaran getaran gempa bumi dibandingkan dengan daerah yang batuan dasarnya sudah kompak. Oleh karena itu warga Cekungan Bandung, harus selalu siaga dan waspada, bagaimana hidup harmonis di atas bekas endapan Danau Bandung Purba. Mitigasi sebelum gempa bumi terjadi, dengan cara membangun rumah dan gedung-gedung yang sesuai ketentuan rumah dan gedung tahan gempa. Dan mengetahui tindakan yang harus diambil pada saat gempa terjadi.

Semua harus mengambil perannya masing-masing untuk upaya kemanusiaan. Semua harus saling mengingatkan dengan cara membuat keterangan-keterangan yang memudahkan, yang membiasakan warga kota untuk bertindak. Misalnya, bila gempa bumi terjadi saat berkendara di jalan tol, apa yang harus dilakukan?

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//