• Kolom
  • Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (64-Habis): Bernyanyi Sambil Menggoyang-goyangkan Badan

Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (64-Habis): Bernyanyi Sambil Menggoyang-goyangkan Badan

Setiap Sabtu siang, para murid bergiliran satu per satu menyanyikan lagu di depan kelas. Kebanyakan bertema kebersihan. Ada yang senang, ada yang tegang.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Para murid satu per satu bernyanyi di depan kelas setiap Sabtu siang. Ada yang senang, tapi tidak sedikit juga yang tegang, terutama jika lagunya panjang. (Ilustrasi: T. Bachtiar)

30 Juni 2022


BandungBergerak.id - Bergiliran untuk bernyanyi dan bercerita di depan kelas berlangsung hampir setiap hari Sabtu. Pada hari itu tidak ada pelajaran lain kecuali bernyanyi dan bercerita, yang diadakan setelah korve, bersih-bersih kelas dan lingkungan sekolah. Bernyanyi di depan kelas itu menegangkan. Itulah sebabnya saya selalu memilih lagu berbahasa Sunda yang pernah diajarkan dan yang paling pendek sehingga cepat selesai.

Ada bait pantun yang paling sering dinyanyikan oleh anal-anak di depan kelas sambil menggoyang-goyangkan badan ke kiri dan ke kanan. Dan, sebelum nyanyian selesai pun, kami sudah berlari menuju bangku sambil melantunkan sisa lagu yang belum beres.

Manuk eunteup dina pager

Na sukuna aya bola

Lamun hayang jadi pinter

Kudu getol ka sakola.

(Burung hinggap di pagar

Di kakinya ada benang

Kalau ingin jadi pintar

Harus rajin ke sekolah.)

Pernah juga saya menyanyikan lagu yang lebih panjang, karena lagu itu yang harus dinyanyikan, tanpa pilihan lagu yang lain. Saat bernyanyi, saya sering senyum-senyum, atau sedikit tertawa, dan itu menjadi gelak tawa teman-teman yang menyaksikan. Atau, pengucapannya dipercepat sehingga lagu yang panjang pun bisa menjadi singkat.

Inilah lagu berupa tatarucingan, teka-teki, yang sering dinyanyikan:

Budak leutik bisa ngapung

Babaku ngapungna peuting

Nguriling kakalayangan

Neangan nu amis-amis

Sarupaning bungbuahan

Naon bae nu kapanggih.

(Anak kecil bisa terbang

Utamanya terbang malam

Keliling melayang-layang

Mencari yang manis-manis

Segala buah-buahan

Apa saja yang ditemukan.)

Lagu lainnya yang biasa dijadikan tatarucingan adalah lagu yang kata pertamanya utamana, lalu dipecah menjadi dua kata: “Uta mana?”. Yang bertanya adalah yang sudah mengetahui bahwa itu bukan bertanya tentang Bu Uta, keluarga dari teman sekelas bernama Ojo, yang membuka rumah makan di sebelah utara-barat Alun-alun Pameungpeuk. Satu lagu itu, seperti ini:

Utamana jalma kudu réa batur

keur silih tulungan

silih nitipkeun nya diri

Budi akal lantaran ti pada jalma

(Utamanya manusia itu harus banyak teman

Untuk saling menolong

Saling menitipkan diri

Budi akan datangnya dari sesama manusia.)

Agar anak-anak tidak menyanyikan lagu yang itu-itu saja, pernah Pak Guru mewajibkan satu lagu untuk dihafalkan, lalu dinyanyikan oleh murid satu per satu di depan kelas. Lagu yang memuat pesan kebersihan menjadi lagu yang wajib dinyanyikan. Terutama bila ada anak-anak yang masih berpakaian kotor.

Éling-éling murangkalih

Kudu apik jeung berséka

Ulah odoh ka panganggo

Mun kotor geuwat seuseuhan

Soéh geuwat kaputan

Ka nu buruk masing butuh

Ka nu anyar masing lebar.

(Ingatlah anak-anak

Harus rapih dan bersih

Jangan jorok pada pakaian

Kalau kotor segera cuci

Kalau sobek segera jahit

Baju lama masih perlu

Sayang pada baju baru.)

Lagu-lagu seperti ini jumlahnya paling banyak dinyanyikan, dan anak-anak wajib menghafalkannya untuk kemudian dinyanyikan di depan kelas setiap Sabtu siang. Lagunya seperti ini:

Hé barudak kudu mikir ti leuleutik

Manéh kahutangan

Ku kolot ti barang lahir

Nepi ka ayeuna pisan.

(Hai anak-anak harus berpikir sejak kecil

Kamu itu berhutang

Kepada orangtua sejak lahir

Bahkan sampai saat ini.)

Ada lagi lain lagu yang sering dilatihkan, dinyanyikan, dan secara bergiliran dinyanyikan di depan kelas. Namun anak-anak tidak menyukainya. Selain panjang sehingga mereka harus lama berdiri di depan kelas, lagu ini juga susah dinyanyikan. Kalau lagu ini tidak diwajibkan, anak-anak akan kembali ke lagu Manuk eunteup di na pager, atau lagu berbahasa Indonesia Tik tik bunyi hujan.

Inilah lagu yang jarang dinyanyikan anak-anak kalau disuruh ke depan kelas:

Éling-éling mangka éling

Rumingkang di bumi alam

Darma wawayangan baé

Raga taya pangawasa

Lamun kasasar lampah

Napsu nu matak kaduhung

Badan anu katempuhan.

(Ingat-ingatlah

Berjalan di dunia ini

Seperti wayang-wayangan saja

Raga tiada kuasa

Bila salah melangkah

Napsu yang akan menyesal

Badan kena akibatnya.)

Baca Juga: Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (63): Penggaris, Jangka, Mistar, dan Semua Perlengkapan Sekolah dari Kayu
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (62): Semua Bungkus Makanan dari Daun
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (61): Kegembiraan Bermain di Dahan Pohon

Yang Bodor, Yang Menggembirakan

Ada beberapa lagu yang sering dinyanyikan walaupun bukan lagu nasihat tentang kebersihan. Anak-anak menyukainya karena kata-katanya cenderung humor dan menggembirakan.

Peuyeum sampeu dagangan ti Rancapurut

Dijual dua saduit

Dibungkusan daun waru

Dituruban daun jati

Katuangan anu ompong

(Tape singkong dagangan dari Rancapurut

Dijual dua saduit

Dibungkus daun waru

Ditutupi daun jati

Makanan orang yang ompong.)

Ada juga beberapa lagu yang sangat bodor. Sambil bernyanyi, kami suka tertawa. Bahkan ada lagu yang setiap kali dinyanyikan membuat kami tertawa.

Aya warung sisi jalan ramé pisan

Citaméng

Awéwéna bisa pisan ngala duit

Ngagoréng

Lalakina-lalakina los ka pipir nyoo hayam

Si Renggé

(Ada warung pinggir jalan sangat ramai

Citameng

Wanitanya sangat pandai cari uang

Menggoreng

Laki-lakinya pergi ke belakang mengelus ayam

Si Rengge.)

Itulah beberapa lagu yang sering dinyanyikan di depan kelas setiap hari Sabtu. Seharusnya kegiatan ini menjadi sebuah kegembiraan, tapi bagi beberapa anak, bernyanyi di depan kelas justru cukup menegangkan.

*Dengan terbitnya tulisan ke-64 ini, berakhir sudah kolom "Ingatan Masa Kecil" yang mengisahkan memoar T. Bachtiar. Sampai jumpa di kolom berikutnya! 

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//