Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (63): Penggaris, Jangka, Mistar, dan Semua Perlengkapan Sekolah dari Kayu
Semua perlengkapan sekolah, mulai dari penggaris hingga jangka, terbuat dari kayu. Juga mistar yang digunakan oleh para murid berlatih lompat tinggi.
T. Bachtiar
Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)
22 Juni 2022
BandungBergerak.id - Sebelum para murid berbaris untuk pulang, Pak Guru mengumumkan bahwa esok hari anak-anak harus membawa penggaris. Kenyataannya, ada saja teman yang tidak membawa penggaris. Penggarisnya berupa kayu yang dibuat menjadi bilah tipis dengan warna kuning pucat. Tebal penggarisnya 0,5 sentimeter, panjang 30 sentimeter, dan lebarnya 3 sentimeter.
Sisi yang ada deretan angka dengan garis-garis hitam, penunjuk panjang dalam satuan sentimeter dan milimeter, lebih tipis dibandingkan dengan sisi yang sebelahnya. Sisi yang lebih tebal inilah yang biasa dipukul-pukulkan ke bangku oleh anak-anak, terutama kalau Pak Guru sedang pergi ke luar kelas. Pukulan yang menimbulkan suara berisik, dibarengi dengan teriakan-teriakan yang memekakkan telinga. Penggaris kayu itu menjadi tidak lurus lagi, tapi bukan sisi yang ada angkanya.
Begitu mendengar suara pintu dibuka, kami langsung diam, berhenti memukul-mukulkan penggaris. Pak Guru membawa tiga penggaris yang sangat besa. Satu penggaris panjangnya 100 sentimeter, dengan lebar 8 sentimeter. Dua penggaris lainnya berbentuk segitiga. Yang satu, panjang dasar segitiganya 50 sentimeter. Warnanya sama seperti penggaris kami, kuning pucat. Hanya lebarnya tiga kali lebar penggaris kami.
Kata Pak Guru, yang satu segitiga sama sisi, dan yang satu lagi segitiga dengan salah satu sudutnya 90 derajat. Di tengah segitiga itu ada bilah kayu dengan lebar yang sama dengan bilah penggaris lainnya, yang menghubungkan kedua sisi segitiga itu. Selain untuk menguatkan segitiga, di tengah-tengah bilah penghubung itu ada pegangan, berupa kayu yang lebarnya 2 sentimeter, tingginya 3 sentimeter, dan panjangnya 8 sentimeter.
Segitiga itu ditempelkan di papan tulis warna hitam, lalu Pak Guru menggariskan kapur tulis di pinggir luarnya. Tak lama, bentuk segitiga sudah tergambar di papan tulis. Gambar segitiga yang besar. Anak-anak kemudian disuruh menggambar segitiga dengan ukuran yang ditentukan. Urut-urutannya diberi tahu terlebih dahulu.
Inilah pengalaman pertama kami membuat garis, yakni membuat segitiga dengan penggaris. Ketika pelajaran menggambar pun, ada saja anak yang saking ingin rapi, ingin garis lerengnya lurus, menggambar gunung pun menggunakan penggaris membentuk dua segitiga yang berdampingan.
Suatu hari, Pak Guru membawa jangka, sama seperti mistar, sebutan lain untuk penggaris. Ukuran jangkanya panjang dan besar. Tinggi jangka itu tak akan kurang dari 50 sentimeter. Di ujung jangga ada bagian yang memakai baut, sehingga dapat dikencangkankan atau dilonggarkan agar dapat digunakan dengan baik.
Besar dan kecilnya lingkaran diatur dengan memperbesar atau mengecilkan besar bukaan jangkanya. Agar lebih tepat, sering kali Pak Guru menancapkan ujung paku yang tajam di satu kaki jangka di angka nol penggaris yang juga besar, dan kaki jangka yang satunya yang diisi kapur tulis, digoreskan di angka yang diinginkan. Lebar jangka dikunci dengan cara menguatkan bautnya, lalu paku ditancapkan di bor, di papan tulis, kemudian jangka diputarkan membentuk lingkaran.
Semua perlengkapan mengajar, seperti segitiga, jangka, dan penggaris panjang, pemukul kasti dan bola bakar, serta buku-buku bacaan, disimpan di lemari kelas yang terletak di depan kelas yang tak jauh dari meja guru.
Baca Juga: Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (62): Semua Bungkus Makanan dari Daun
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (61): Kegembiraan Bermain di Dahan Pohon
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (60): Rujak dan Petis di Pameungpeuk, Ada yang Berbahan Mengkudu dan Kulit Kayu
Mistar Lompat Tinggi
Bukan hanya di sekolah mistar kayu itu digunakan, tapi juga di toko kain. Bedanya, mistar kayu yang menjadi meteran untuk mengukur panjang kain itu bentuknya seperti tongkat. Bentuknya kecil persegi panjang. Kayunya bagus, halus, berwarna marun. Lebar dan tingginya 2 sentimeter, panjangnya 100 sentimeter, ditambah panjang untuk pegangan 25 sentimeter. Dari ujung kayu sampai 100 sentimeter, dibatasi oleh lempengan kuningan yang ditancapkan ke dalam meteran.
Saya senang sekali melihat bagaimana pemilik toko mengukur kain yang dibeli Ema untuk bahan kebaya. Ujung meteran dihimpitkan dengan ujung kain, lalu ditarik hingga batas kuningan, dicubit dengan ujung kaku ibu jari dan telunjuk. Pemilik toko kemudian mengukur panjang kain berikutnya sesuai yang disebutkan diawal.
Tukang kayu dan tukang tembok pun menggunakan mistar, tapi fungsinya lebih ke meteran, untuk mengukut panjang kayu atau mengukur panjang atau tinggi tembok. Bahan meteran tukang kayu dan tukang tembok yang terbuat dari kayu itu lebarnya 2 sentimeter, panjangnya 2 meter.
Meteran dibagi ke dalam beberapa potongan yang panjangnya 20 sentimeter. Ujung potongan meteran itu disatukan dan dikuatkan dengan paku khusus, sehingga pada saat meteran dilipat tidak mengganggu.
Di halaman sekolah kami yang luas, di sisi barat yang berbatasan dengan gang yang membujur utara–selatan, dibuat tempat untuk latihan lompat tinggi dan lompat jauh. Anak-anak kelas 6 yang membuat tempat ini. Bentuknya persegi panjang, 2x3 meter.
Setelah tanah digali, ke dalamnya diisi pasir sungai yang diambil dari Ci Palebuh, sehingga kalau sedang berolah raga lompat tinggi atau lompat jauh, kaki tidak sakit. Untuk kegiatan lompat tinggi, di kedua sisi lapangan berpasir itu didirikan tiang pengukur ketinggian sekaligus penyangga mistar lompat tinggi yang dibuat dari bilah kayu atau bambu tipis. Selang ketinggian tertentu, di tiang itu dibuat lubang untuk menancapkan pasak berbentuk bulat yang menjadi penyangga mistar lompat tinggi.
Begitulah semua perlengkapan belajar kami di sekolah berbahan kayu, mulai dari penggaris, jangka, hingga tiang ketinggian untuk berlatih lompat tinggi.